Selasa, 19 Maret 2024

Gadaikan Motor, agar Anak Makan

Berita Terkait

Anita, ketika ditemui di perumahan dekat Batu 10 arah Kijang, Jumat (17/11). F.Slamet/Batam Pos.

batampos.co.idMengasuh anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus maupun anak-anak berhadapan hukum, bukan semudah membalikkan telapak tangan. Namun Eka Anita Diana bisa melakukan itu sekaligus mencintai anak-anak itu dengan setulus hati dalam wadah rumah perlindungan sosial anak yang bernama Bunga Rampai Kepulauan Riau.

Sore Kamis (16/11) lalu mendung mengelayut di langit mengiringi langkah ibu dua anak ini ketika menginjakkan kaki di tanah Melayu Tanjungpinang. Dirinya meninggalkan 19 anak-anak asuhannya di rumah perlindungan sosial anak Bunga Rampai Kepulauan Riau yang menumpang di panti rehabilitasi sosial anak-anak milik Dinas Sosial Nilam Sari Kota Batam di Nongsa, Batam. Wanita gesit yang sudah terbiasa mondar mandir antar kota kabupaten di Kepulauan Riau atau daerah lainnya sekedar mengurusi anak-anak yang memerlukan belaian kasih sayang dari orang-orang seperti dirinya.

Langkah kaki wanita yang akrab disapa Anita memang sergap dan cepat. Anak-anak muda yang kurang ligat bisa saja kalah cepat dari langkahnya. Sejurus kemudian, Anita sudah sampai di rumahnya di salah satu perumahan di Batu 10 arah Kijang. Malam itu Anita cukup sibuk karena harus mempersiapkan segala sesuatu untuk acara nikah massa di mana salah seorang peserta nikahnya merupakan anak asuhnya. “Yang menikah massal salah satunya anak saya, (anak asuhannya),” ungkap Anita dengan wajah berbinar binar memperlihatkan mimik bahagia kepada Batam Pos.

Bagaimana awalnya bisa menjadi pengasuh anak-anak di Rumah Perlindungan Sosial Anak Bunga Rampai? Anita menuturkan, Rumah Perlindungan Sosial Anak Bunga Rampai Kepulauan Riau berdiri 7 tahun lalu. Waktu itu, dibentuk berdasarkan surat keputusan kementerian sosial dan undang undang perlindungan anak. “SKB empat kementerian
negara dan kepolisian, akhirnya harus dibentuk rumah perlindungan sosial anak di setiap provinsi,” katanya menjelaskan.

Rumah Perlindungan Sosial Anak Bunga Rampai Kepulauan Riau, katanya, waktu itu ibu Kristin sebagai pembina di Dinsos yang menjabat Kabid Rehabilitasi Sosial Provinsi Kepulauan Riau mendirikan lembaga. Dikarenakan Dinsos kekurangan tenaga, makanya dipercayakan ke Anita.

“Dulu saya mewakili organisasi perempuan di Bintan, sebagai sekretaris dari Ibu Dewi Ansar, lalu saya diikutkan acara yang mengangkat soal anak-anak di salah satu hotel di Tanjungpinang. Terlebih waktu itu, saya juga fokus mengurusi anak-anak bina insani yang terlantar karena uangnya dibawa kabur. Sejak itu, saya diminta dan dipercaya untuk menangani lembaga rumah perlindungan sosial anak bunga rampai,” katanya.

Dirinya juga pernah memulai rumah perlindungan sosial anak bunga rampai dikediamanannya rumahnya.Banyak kisah miris yang dikenang Anita selama memimpin Rumah Perlindungan Sosial Anak Bunga Rampai, ia menceritakan, kisah anak berinisial Yd, yang telinganya disilet lalu dibuang di belakang tidak jauh dari kantor kepolsiian. “Alhamdulillah sekarang dia sudah dibawa ke Lampung, tinggal bersama keluarga besarnya,” katanya.

Bukan hanya itu, ia juga mengenang kisah anak berinisial Sv yang dirantai orangtuanya. Sekarang anak itu sudah bersekolah di salah satu yayasan di kota Batam. Bahkan, ia mengaku pernah menemukan seorang anak perempuan yang terlantar dan berada di kolong mobil, “Anak gadis ini kami temukan usianya masih 6 tahun, dia ditelantarkan
orangtuanya. Sampai sekaran, orangtuanya tidak mau mengasuhnya. Si gadis memiliki rambut gimbal, dan berulat, jadi harus terus mengaruk kepala dan badannya. Kalau malam badannya panas, terus sering muntah-muntah,” ujarnya.

Kepala bocah ini di botak habis, ulatnya sudah tidak ada lagi. “Kami jaga seperti anak sendiri, sekarang usianya sudah mau masuk 9 tahun dan pandai sekali berceramah,” katanya.

Suka dan duka dialami Anita bersama anak-anak asuhnya. Ia mengaku, pernah beberapa kali tidak punya uang. Ia harus merelakan beberapa kali sepeda motornya dan mobilnya digadai, untuk membeli beras agar anak-anak asuhnya bisa makan. “Gadaikan motor, buat makan anak anak.Jangan sampai mereka tidak makan. Waktu itu, saya gadaikan Rp 3 juta untuk beli beras, sebulan saya cicil Rp 350 ribu,” katanya.

Agar anak-anaknya tetap makan, ia mengaku, tidak semata berharap dari uluran tangan dan bantuan dari pemerintah tetapi dirinya juga berwirausaha dengan berjualan apa saja, mulai busana muslim, menjadi agen tour and travel sampai dengan menjual hasil karya dari para pengerajin di Bintan. “Sebulan saya tidak ingat berapa kampit beras, tapi sehari rata-rata 6 sampai 7 kilo beras yang saya masak menjadi nasi untuk anak-anak makan. Kalau sayurannya biasanya kami menanam sayuran di belakang rumah, jadi bisa kami masak untuk sayurnya,” kata Anita.

Ia mengatakan, sudah banyak pihak yang membantunya, di antaranya pemerintah, organisasi perempuan seperti AIMI Kepulauan Riau bahkan majelis taklim yang datang membantu. “Alhamdulillah sekarang ada saja rezeki, kalau beras mau habis, ada saja yang datang membawa beras,” kata nenek dari dua cucu ini. Ia berharap, suatu hari pemerintan atau pihak swasta bisa membantu lahan dan bangunan untuk rumah perlindungan sosial anak, sehingga mereka tidak menumpang lagi dan selalu berpindah-pindah. (cr21)

Update