Selasa, 16 April 2024

Alasan Batam Susah Bikin Tim Sepakbola

Berita Terkait

Ilustrasi. Foto AFP

batampos.co.id – Masyarakat Batam terkenal sebagai masyarakat yang majemuk. Pasalnya, Kota Batam dikenal sebagai Kota Industri yang tentunya menarik masyarakat dari luar daerah untuk berdatangan mengadu nasib di Kota Batam.

Bahkan, masyarakat asli Batam yang merupakan rumpun melayu harus tergerus oleh kedatangan masyarakat dari beragam suku se-Indonesia. Sebut saja orang Padang, Medan, Jawa, Flores dan suku-suku lainnya di Indonesia.

Oleh karena masyarakat Batam yang berlatar belakang dari beragam suku tersebut, seolah masing-masing masyarakat masih membawa rasa kebanggaan daerah asli mereka.

Bila dikaitkan dengan dunia olahraga terutama dunia sepakbola. Masyarakat pendatang ini masih terkotak-kotak dengan klub kebanggaan sepakbola asli daerah mereka. Terlebih klub tersebut memiliki sejarah panjang di dunia sepakbola nasional.

Sebut saja Persib Bandung yang memiliki Viking. Persebaya dengan boneknya dan klub-klub tradisional lainnya.

Untuk membuat sebuah klub sepakbola di kota industri seperti di Batam ini tampaknya masih sulit diwujudkan. Kelompok suporter tersebut sering kali melakukan nonton bareng (nobar) bila tim kesayangan mereka bermain.

Tentunya, Batam juga punya klub sepakbola yang bernama PS Batam.

Namun sayang, Tak ada dukungan masyarakat Batam saat PS Batam melakoni pertandingan-pertandingan Liga Nusantara (Linus) beberapa musim sebelumnya.

“Kita main di Batam seperti main di luar Batam, tak ada dukungan suporter,” kata Kapten PS Batam era 2013-2014, Yance kepada Batam Pos.

Bahkan bila ada suporter yang datang, mereka malah mendukung kesebelasan lawan yang bertanding melawan PS Batam.

“Bila bertanding melawan klub dari Aceh atau Padang, malah kita yang dihina dan klub lawan yang mereka dukung, ini karena faktor fanatisme kedaerahan masih ada saat itu,” ungkap pemain yang bernama lengkap Yance Manusiwa ini.

Pemain asal Ambon ini juga menuturkan suka-dukanya membela PS Batam sejak 1996 silam.

Setahun membela PS Batam, Yance memutuskan untuk melanglang buana ke berbagai daerah di Indonesia dan membela banyak klub.

Dari PS Batam, ia bergabung ke PS Karimun. Kemudian berlanjut menuju PSPS Pekanbaru, Persiras Rengat, Persijap Jepara, Persibat Batang, Persibro Probolinggo hingga kembali memperkuat PS Batam tahun 2013-2014.

Setelah berhijrah dan menimba ilmu serta pengalamannya ke pelbagai klub, keputusannya untuk kembali memperkuat PS Batam tak lepas dari awal kiprahnya menjadi pemain sepakbola.

“Waktu itu pelatih PS Batam tahun 1996, Pak Amral yang mengajak saya bergabung memperkuat PS Batam dan itu merupakan awal saya meniti karir sebagai pesepakbola,” tutur Yance.

PS Batam sendiri merupakan klub sepakbola tertua di Kepri. Berdiri pada tahun 1974. Pelopornya alm Edward Edison Sihite atau yang biasa disapa Edi Sihite. Di bawah tangan dingin Edi, kesebelasan pertama di Batam itu berhasil menjuarai turnamen sepakbola Kejuaraan Riau di tahun 1977.

Hingga kemudian, puncak kejayaan kembali terulang di tahun 1994. PS Batam meraih juara di Kompetisi Divisi III. Kesebelasan berjuluk Laskar Kalajengking itupun masuk ke Divisi II.

Selama hampir enam tahun, mereka berkutat di kompetisi Divisi II. Namun, tak pernah lolos sampai ke Divisi I. Kalah-menang-kalah-menang saja kerjaannya. Mulai tahun 2000, nama PS Batam kembali redup.

Lima tahun kemudian, Jessie Mustamu berhasil mengangkat lagi nama PS Batam. Meskipun, kesebelasan andalan Batam itu tetap bertahan di jenjang Divisi II. Sayang, ketika ada kompetisi Divisi II di Sumatera, PS Batam tak bisa ikut.

Alasannya, keterbatasan dana. Dan alasan ini kembali mengudara saat tim itu batal ikut Kompetisi Divisi II di Sumenep, Madura, tahun 2013 lalu. PS Batam kena sanksi. Kastanya turun jadi Divisi III.

Tapi kemudian Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) mengambil keputusan untuk menghapuskan Badan Liga Amatir Indonesia (BLAI) yang membawahi kompetisi Liga Indonesia untuk Divisi I, II, dan III. Dan menciptakan kompetisi baru bertajuk Liga Nusantara (Linus) pada tahun 2014, dimana semua tim Divisi I, II dan III.

Di tingkat Provinsi Kepri, PS Batam berhasil mencapai poin tertinggi dengan kemenangan 1-0 atas PS Karimun. PS Batam pun lolos ke putaran regional 1 Sumatera. Yance dkk menyikat Persikalis Bengkalis dengan agregat nilai 3-2.

Di putaran regional 2 Sumatera, PS Batam berada di posisi runner up setelah Patriot Medan. Keduanya masuk ke putaran 16 besar Linus regional 2 Sumatera.

Di putaran 16 besar yang berlangsung di Stadion Maulana Yusuf Serang, Banten, PS Batam berhasil mengimbangi tuan rumah Perserang dengan skor 0-0. PS Batam pun sampai ke babak 8 besar.

Musim pertama Linus yang baru diadakan tahun 2014, PS Batam langsung memenangi divisi regional Sumatera. Hingga Yance dkk mampu terus melaju babak 8 besar atau Linus tingkat nasional di Yogyakarta.

“Linus baru diadakan pertama kali dan kita langsung lolos ke tingkat nasional, rekan-rekan saya waktu itu sangat bersemangat, karena tinggal selangkah lagi kita masuk Divisi Utama,” terang pemain kelahiran Ambon, 2 Mei 1973 ini.

Namun sayang, langkah PS Batam hanya terhenti di babak 8 besar Linus Nasional setelah kalah bersaing dengan klub-klub Jawa, yakni PS Tuban, PS Banyumas dan Sragen FC. “Kita tiga kali kalah dan gagal ke Divisi Utama,” imbuh bapak dua anak ini.

Kemudian seusai musim kompetisi 2014 usai, datanglah sanksi tersebut, atau lebih tepatnya, beberapa sanksi sekaligus.

Yang pertama, dalam upaya untuk membersihkan olahraga sepakbola ini, Kementerian Pemuda dan Olahraga Indonesia memutuskan untuk menghentikan kompetisi apapun yang diadakan oleh PSSI setelah terjadi perselisihan tentang tim mana saja yang bisa berpartisipasi di ISL. Ini artinya semua klub besar berhenti beroperasi.

FIFA memberikan sanksi yang melarang Indonesia untuk berkompetisi di turnamen internasional dengan alasan intervensi politik dari pemerintah Indonesia.

Kedua, setelah bertahun-tahun memberikan peringatan, bahkan sempat melalui fase dualisme di mana ada dua liga yang berbeda sama-sama berjalan, dilanjutkan dengan masa-masa di mana PSSI dipimpin oleh seorang yang berada di dalam penjara, akhirnya FIFA memutuskan bertindak untuk memberi sanksi kepada Indonesia.

Manajer PS Batam dari tahun 2010 hingga 2012, Ade Adran Syahlan mengatakan PS Batam merasakan dampak paling parah dari berbagai sanksi dan kekacauan ini.

PS Batam tereliminasi di kompetisi terakhir dan hampir lolos ke Divisi Utama sebelum PSSI resmi menerima sanksi dari FIFA. “Tim ini sudah nyaris sekali melakukan sesuatu yang sangat istimewa,” katanya.

Seusai menerima sanksi tersebut, kompetisi sepakbola Indonesia vakum selama hampir dua tahun. Terlebih ditambah adanya permasalahan dana bansos yang menimpa PS Batam.

“Para pemain menghilang, mereka memutuskan kembali ke pekerjaan mereka masing-masing,” ujar Ade.

Sambung Yance, ia juga senada dengan perkataan dari Ade tersebut. “Semenjak 2014 silam, kita tidak pernah berlatih lagi, PS Batam vakum,” tutur Yance.

Salah satu pecinta dan pelatih sepakbola di Batam, Ferri mencoba untuk menghidupkan kembali PS Batam di tahun 2016.

Berbekal pemain-pemain muda dari Batam dan berasal dari tim sepakbola Batam yang menjuarai Pekan Olahraga Pelajar Daerah (Popda) Batam 2016, Ferri mengikutsertakan PS Batam di turnamen Piala Soeratin U-17 di Kudus akhir 2016 lalu.

Namun lagi-lagi karena tidak adanya dukungan pemerintah dan latihan seadanya, PS Batam U-17 terhenti di babak 16 besar Piala Soeratin.

“Kita ingin menghidupkan dan membangun kembali PS Batam lewat pemain-pemain muda kita,” tutur Ferri.

Sisi positif yang bisa diambil dari pelatih Ferri yang mencoba menghidupkan kembali PS Batam adalah lahirnya pesepakbola muda berbakat asal Batam, yakni Dimas Adiguna dan Farel.

Kemampuan olah bola Dimas dan Farel ini sempat menarik perhatian pelatih Timnas U-19, Indra Sjafri. Namun sayang, keduanya gagal lolos seleksi pemain timnas U-19.

Batam berupaya untuk memiliki klub sepakbola profesional mereka. Pada musim 2017 ini Kepri memiliki klub sepakbola profesional pertama, yakni 757 Kepri Jaya.

Tak berbeda jauh dengan PS Batam. Hanya semusim mengarungi Liga 2, klub 757 Kepri Jaya harus terlempar degradasi ke Liga 3 musim 2018 mendatang.

757 Kepri Jaya sendiri memiliki kelompok superter yang terdiri dari beragam suporter dari daerah lain, seperti Viking Batam, Bonek Batam, Aremania Batam dan lainnya. Namun bersatunya beragam kelompok itu masih tetap tak membuat Stadion Citramas, home base 757 Kepri Jaya penuh setiap kali klub berjuluk Laskar Melayu ini bermain.

Tercatat hanya ada perkiraan 500-700 orang yang menonton ke Stadion yang berada di kawasan Kabil Nongsa ini.

Terpisah, putra pendiri PS Batam, yakni Barnov Sihite sangat menyesalkan PS Batam tidak mengikuti Piala Soeratin U-17 dan Linus 2017 beberapa waktu lalu.

Menurutnya, meski PS Batam sempat tersandung kasus dana bansos beberapa tahun silam, namun kepengurusan dan aktifitas PS Batam harus dihidupkan kembali.

“Saat ini kepengurusan PS Batam tidak jelas,” ujar Barnov kepada Batam Pos.

Barnov mengatakan, Kota Batam selaku yang menjadi tuan rumah di dua event sepakbola tersebut, harusnya bisa dimanfaatkan PS Batam untuk bangkit lagi dengan mengikuti ajang tersebut.

Hingga hari pendaftaran peserta terakhir, yakni tanggal 18 Agustus 2017 kemarin tidak ada tanda-tanda atau inisiatif dari PS Batam untuk ikut serta.

Mantan manajemen PS Batam era 2011-2012 ini menginginkan adanya kejelasan status PS Batam.

“Saya ingin mengembalikan masa kejayaan PS Batam seperti dulu. Itu karena klub ini pernah mengharumkan nama Batam maupun Kepri di persepakbolaan nasional,” kata Barnov.

Senada dengan Barnov, pelatih PS Batam di Piala Soeratin U-17 tahun 2016 lalu, Feri juga sangat menyayangkan absennya PS Batam dalam kancah persepakbolaan di Kepri.

“Harus ada orang-orang gila yang membangkitkan kembali PS Batam,” tutur Feri. (cr16)

Update