batampos.co.id – Lonjakan impor selama November membuat surplus perdagangan menjadi lebih tipis. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus perdagangan pada November sebesar 130 juta dolar AS, lebih kecil jika dibandingkan dengan Oktober yang mencapai 900 juta dolar AS.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menuturkan, ekspor sepanjang November senilai 15,28 miliar dolar AS dan impor 15,15 miliar dolar AS. Nilai impor tersebut merupakan yang terbesar sejak Oktober 2014 silam.
”Impor terjadi untuk barang konsumsi. Bisa dipahami, sudah persiapan Natal dan liburan. Tapi, barang modal serta bahan baku juga tinggi sekali. Kami harapkan meningkatkan perekonomian domestik,” tuturnya di kantornya, Jumat (15/12).
Sepanjang Januari hingga November, surplus perdagagan mencapai 12,02 miliar dolar AS. Nilai surplus tersebut lebih tinggi daripada periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya 8,48 miliar dolar AS.
”Secara keseluruhan, capaian tersebut jauh lebih bagus bila dibandingkan dengan empat tahun sebelumnya. Kalau menurut negara, kita alami defisit dengan Tiongkok, Thailand, dan Australia, tapi surplus dengan India, Amerika Serikat, dan Belanda,” lanjut pria yang akrab disapa Kecuk itu.
Suhariyanto menguraikan, dari sisi ekspor, terjadi kenaikan tipis sebesar 0,26 persen jika dibandingkan dengan Oktober. Bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, ekspor juga naik 13,18 persen. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia dari Januari hingga November mencapai 153,90 miliar dolar AS atau meningkat 17,16 persen daripada periode yang sama tahun sebelumnya.
Meski begitu, Suhariyanto mengakui, kenaikan nilai ekspor memang cukup kecil. Padahal, kenaikan ekspor dari September ke Oktober sebesar 19,5 persen. Dia melanjutkan, pemicunya adalah menurunnya ekspor komoditas tambang.
Sebaliknya, kinerja impor justru mengalami lonjakan. Nilai impor mencapai 15,15 miliar dolar AS atau naik 6,42 persen daripada Oktober 2017. Begitu juga jika dibandingkan dengan November tahun lalu, terjadi kenaikan 19,62 persen.
Dilihat dari penggunaan barang, secara month-to-month (mtm), seluruh kelompok barang meningkat. Impor barang konsumsi naik 8,22 persen, impor bahan penolong/baku naik 3,32 persen, dan impor barang modal melonjak tinggi sebesar 20,65 persen. Secara kumulatif, total impor selama Januari sampai November 2017 mencapai 141,88 miliar dolar AS atau naik 15,47 persen terhadap periode sama pada 2016.
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira berpendapat, turunnya surplus perdagangan disebabkan kinerja ekspor yang menurun. Ekspor migas anjlok dan ekspor nonmigas di beberapa produk seperti karet juga mengalami penurunan sebesar 7,4 persen (mtm).
Kemudian, bijih besi anjlok 28,5 persen dan mesin jeblok 2,9 persen. ”Jadi, penopangnya cuma dari kenaikan ekspor minyak sawit 8 persen,” ujarnya kemarin.
Dari nilai impor, terjadi lonjakan besar di impor barang konsumsi dan barang modal. Barang modal berkaitan dengan proyek infrastruktur. Sementara itu, kenaikan impor barang konsumsi dipicu faktor musiman naiknya permintaan jelang Natal dan tahun baru.
Faktor naiknya e-commerce juga mendorong impor barang konsumsi. ”Secara umum, turunnya surplus ini menandakan pemulihan permintaan global, khususnya Tiongkok yang berada di bawah ekspektasi,” katanya. (ken/c25/sof/jpg)