Selasa, 23 April 2024

Olala… RSUD Batam, Obat Tiada, Alat Rusak Pula

Berita Terkait

Dirut RSUD Batam beserta staf saat dengar pendapat dengan DPRD Batam.
foto: cecep mulyana / batampos

batampos.co.id – Layanan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Embung Fatimah Batam kembali disorot. Kali ini publik mengeluhkan kekosongan obat dan banyaknya peralatan medis yang rusak di rumah sakit pelat merah tersebut.

Direktur RSUD Embung Fatimah Ani Dewiyana mengakui hal ini. Ani menjelaskan, kekosongan obat yang terjadi di RSUD selama ini dikarenakan sejumlah vendor atau perusahaan farmasi rekanan RSUD menghentikan pasokan obat. Itu dilakukan lantaran RSUD belum melunasi utang-utang ke sejumlah vendor tersebut.

Total utang obat Rp 7,6 miliar. Ya, vendor tak mau menyuplai (obat) karena masih ada utang itu,” kata Ani saat rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPRD Kota Batam, Jumat (19/1).

Celakanya, Ani mengatakan kekosongan obat di RSUD ini diperkirakan akan berlangsung hingga beberapa waktu ke depan. Sebab pihak RSUD tidak bisa serta-merta melunasi utang tersebut lantaran masih menunggu proses audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Namun, Ani mengaku memiliki solusi jangka pendek. Untuk memenuhi kebutuhan obat di RSUD, pihaknya bekerja sama dengan sejumlah farmasi dari Tanjungpinang.

“Kebetulan saya ada kenalan, minta agar menyediakan obat-obat apa saja yang saat ini kosong,” terangnya.

Tak hanya obat, RSUD saat ini juga masih menanggung utang ke sejumlah pihak. Jika ditotal, utang RSUD saat ini mencapai Rp 21,9 miliar. Termasuk di dalamnya utang obat sebesar Rp 7,6 miliar.

Ani yang baru dua minggu menjadi Direktur RSUD Embung Fatimah ini mengatakan, permasalahan di RSUD Batam sudah sedemikian kompleks. Selain masalah obat, saat ini sejumlah peralatan medis milik rumah sakit juga rusak.

Menurut dia, banyaknya alat medis yang rusak ini tak terlepas dari buruknya sistem manajemen RSUD selama ini. Ia menyebut, saat ini hanya ada dua petugas di bagian perbaikan alat kesehatan. Itupun ada yang merangkap jabatan di divisi lain.

Akibatnya, sebagian alat kesehatan di RSUD Embung Fatimah saat ini rusak. Kerusakan terjadi di seluruh bagian.

“Saya sampaikan ini alat-alat mahal semua. Kami berharap ada penambahan SDM, sehingga ke depan alat-alat yang rusak bisa segera diperbaiki,” harap dia.

Bukan itu saja, saat ini RSUD Embung Fatimah juga dihadapkan dengan buruknya sistem administrasi klaim ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Akibatnya, ada sekitar Rp 1,5 miliar klaim BPJS Kesehatan yang hilang karena tak bisa ditagih lagi.

“Itu klaim 2014-2015. Sudah tak bisa diklaim lagi karena sudah kedaluarsa,” katanya.

Ani menyebutkan, selama ini administrasi klaim BPJS Kesehatan di RSUD Embung Fatimah kacau balau. Banyak berkas yang berserakan di mana-mana. Hal inilah yang membuat klaim ke BPJS Kesehatan selama ini terhambat.

“Saya bilang itu duit, lengkapi berkasnya,” kata Ani.

Menanggapi kompleksnya persoalan di RSUD ini, Sekretaris Komisi IV DPRD Batam Udin P Sihaloho mengaku tak habis pikir. Apalagi jika utang obat RSUD sudah menggunung dan mencapai Rp 7,6 miliar.

“Padahal selama ini kami alokasikan anggaran yang cukup besar ke RSUD,” kata Udin, kemarin.

Pasien antre untuk berobat di ruang pendaftaran RSUD Embung Fatimah, Batuaji, Jumat (19/1). Obat-obatan di RSUD ini banyak yang kosong. Jadi pasien terpaksa membeli obat diluar RSUD. F Dalil Harahap/Batam Pos

Politikus PDI Perjuangan ini menyebutkan, tahun 2017 lalu RSUD mendapat alokasi anggaran sebesar Rp 17,4 miliar khusus untuk pengadaan obat. Tahun ini, anggaran tersebut naik menjadi Rp 18 miliar.

“Pertanyaannya, kemana anggaran belasan miliar itu?” tanya Udin.

Selain mendapat sokongan anggaran dari APBD setiap tahun, pendapatan RSUD Embung Fatimah juga cukup besar. Per bulannya mencapai Rp 4 miliar-Rp 6 miliar.

Udin menduga ada yang tidak beres dengan RSUD Embung Fatimah. Ia menuding, anggaran pengadaan obat tersebut disalah-gunakan oleh manajemen atau oknum tertentu di RSUD Embung Fatimah.

“Ini harus diusut sampai tuntas,” tegasnya.

Anggota Komisi IV DPRD Batam Bobi Aleksander Siregar menilai, buruknya kinerja RSUD Embung Fatimah sudah terjadi sejak lama. Namun sampai sekarang terkesan tidak ada perubahan, justru kondisinya semakin buruk.

“Saya curiga apakah ini sengaja dipelihara,” sebut Bobi.

Sementara Kepala Kantor Cabang BPJS Kesehatan Kota Batam Zoni, Anwar Tanjung menegaskan pihaknya tidak pernah mempersulit pembayaran klaim BPJS, termasuk dari RSUD Embung Fatimah. Ia mengakui, saat ini masih ada beberapa klaim RSUD Embung Fatimah yang belum dibayar.

“Kenapa klaim belum bisa kami proses, karena berkas pengajuan klaim yang diserahkan RSUD kacau balau, banyak yang kurang lengkap,” kata Zoni.

Tunggu Laporan

Wali Kota Batam Muhammad Rudi enggan banyak komentar terkait peliknya persoalan di RSUD Embung Fatimah. Menurutnya, saat ini ia masih menunggu laporan dari Direktur RSUD, drg Ani Dewiyana.

“Saya tunggu laporan ibu Direktur, saya sudah minta (laporan) sama beliau,” kata Rudi di kantor Wali Kota Batam, Jumat (19/1) siang.

Ia meminta kepada Ani agar segera melaporkan hal yang terjadi di rumah sakit tersebut. “Kapan dia siap, lapor saya,” kata dia, sembari berlalu.

Sebelumnya, Wakil Wali Kota Batam Amsakar Achmad meyakini Ani Dewiyana dapat membawa manajemen rumah sakit itu ke arah yang lebih baik. Ia menyampaikan, kini sang direktur tengah menata terkait manajemen RSUD Embung Fatimah.

“Kami sudah katakan sejak awal, kami optimis beliau dapat selesaikan persoalan di RSUD Embung Fatimah,” ucap Amsakar, Rabu (17/1) siang.

Untuk itu, pihaknya sebagai pimpinan menunggu gebrakan dokter yang sebelumnya bertugas di Rumah Sakit Umum Provinsi Kepri itu. Dalam hal ini, pihaknya akan melihat kinerja Ani hingga sebulan ke depan.

Ia mengungkapkan, selain penataan manajerial, Ani disebut punya komitmen untuk tidak menganggu anggaran obat-obatan maupun barang habis pakai (BHP) walau kini Pemko Batam tengah melakukan pengehmatan dari sisi belanja, terlebih belanja pegawai.

Obat Mag Pun Tak Ada

Kekosongan obat di RSUD Embung Fatimah sudah sangat parah. Tidak saja obat paten, obat generik untuk penyakit ringan seperti mag pun tidak tersedia.

Hal ini disampaikan Hendrik, keluarga pasien yang tengah menjalani rawat inap di RSUD Embung Fatimah. “Sudah tiga hari saudara saya di sini. Dari awal memang beli di luar obat mag-nya. Di sini tak ada,” tutur Hendrik.

Keluhan senada disampaikan Nurliza. Pasien rawat jalan ini mengaku harus membeli obat di luar RSUD Embung Fatimah. Padahal seharusnya ia tak perlu membeli obat karena ia berobat dengan fasilitas kartu Jaminan Kesehatan Nasioal (JKN).

“Ada lima obat dalam resep dokter. Tapi tak satupun ada di sini,” ujar warga Tanjunguncang, Batam, ini.

Nurliza mengakui, secara umum pelayanan petugas medis cukup baik. Namun sayangnya pasien harus membeli sendiri obat di luar rumah sakit, karena tidak tersedia di RSUD Embung Fatimah.

Pasien lainnya, Fatoni, juga menyampaikan keluhan yang sama. Pasien tekanan darah tinggi itu mengaku terpaksa harus membeli obat di luar karena tidak tersedia di apotek RSUD Embung Fatimah. “Di resep ada empat jenis obat, tapi hanya satu yang ada. Tiga lainnya saya harus beli di luar,” tutur warga Dapur 12, Sagulung itu.

Petugas medis RSUD Embung Fatimah yang enggan disebut namanya mengatakan, kekosongan obat ini sudah terjadi sejak lama. Kata dia, kekosongan hampir terjadi di semua jenis obat.

“Dalam satu penyakit bisa tiga sampai empat jenis obat yang habis. Baik obat paten ataupun generik,” tuturnya.

Menurut dia, kondisi ini bermula dari proses audit oleh BPK, beberapa waktu lalu. Sehingga pihak rumah sakit tidak bisa berbuat banyak. “Mau gimana lagi, memang itu kenyataanya,” katanya.

Kondisi ini tidak hanya merugikan pasien. Namun sejumlah petugas medis di rumah sakit pelat merah itu mengaku ikut merasakan dampaknya. Mereka kerap dikomplain bahkan dimarahi pasien yang kecewa dengan kondisi tersebut.

“Jadi serba salah,” katanya. (gas/rng/adi/eja)

Update