Selasa, 19 Maret 2024

Ladang Gas Natuna Mangkrak

Berita Terkait

Direktur Hulu Pertamina (Persero) Syamsu Alam

batampos.co.id – PT Pertamina (Persero) sedang mencari mitra untuk mengembangkan Blok East Natuna. Pengembangan Blok East Natuna tertunda lantaran bubarnya konsorsium antara PT Pertamina (Persero) dengan ExxonMobil dan PTT EP Thailand tahun lalu.

Direktur Hulu Pertamina (Persero) Syamsu Alam menyatakan, diperlukan mitra yang tepat untuk menggarap Blok East Natuna. Sebab, teknologi yang dibutuhkan untuk penggarapan blok tersebut cukup tinggi.

”Jalannya masih panjang untuk East Natuna. Pemerintah juga mempertimbangkan kita di situ harus ada kemampuan untuk konsorsium. Tidak bisa dipaksa-paksa,” kata Syamsu Alam, Minggu (21/1).

Jika sudah mendapat mitra untuk konsorsium, Pertamina membahas teknologi yang akan digunakan. Konsorsium lama sempat bakal menggunakan technology and market review (TMR). ”Kalau timnya baru, bisa saja kami review lagi,” imbuhnya. Selain itu, Pertamina masih mengkaji tingkat keekonomian untuk blok tersebut. Terutama jika menggunakan skema gross split.

Blok East Natuna merupakan proyek gas dengan cadangan cukup besar, yaitu 46 trillion cubic feet (tcf). Sebanyak 70 persen cadangan gas di blok tersebut masih bercampur karbondioksida (CO2) sehingga perlu pemisahan. Blok itu mangkrak sejak kali pertama ditemukan cadangan pada 1973.

Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Ego Syahrial menyampaikan, beberapa perusahaan migas kelas dunia berminat mengelola Blok East Natuna. Misalnya, dari Tiongkok, Jepang, dan Uni Emirat Arab. Salah satu perusahaan migas internasional dari Tiongkok, PetroChina, juga berminat masuk ke blok East Natuna.

Presiden PetroChina International Companies untuk Indonesia Gong Bencai menuturkan, perseroan tertarik bergabung dengan Pertamina untuk mengelola Blok East Natuna. ”Kami memiliki teknologi untuk memisahkan gas alam dengan CO2 yang saat ini diujicobakan di Jabung,” tuturnya.

Rencananya, teknologi itu diterapkan pada pengembangan Blok East Natuna. Meski, penerapan teknologi tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit, yaitu 40 juta dolar AS. (vir/c16/sof)

Update