Kamis, 25 April 2024

Ada Nama SBY Muncul pada Sidang e-KTP

Berita Terkait

Setnov (kemeja merah) saat akan disidang.
foto: jawapos.com

batampos.co.id – Skandal mega korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) memanas. Itu menyusul munculnya nama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam sidang terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (25/1). Mantan Presiden Indonesia (2004-2014) itu disebut melakukan intervensi proyek e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu.

Nama SBY muncul dalam tanya jawab antara saksi Mirwan Amir dengan penasehat hukum (PH) Novanto, Firman Wijaya. Dalam pertanyaannya, Firman memperjelas perihal hubungan pemenang pemilu 2009, yakni Partai Demokrat, dengan proyek e-KTP yang dibahas di DPR tahun 2010 lalu.

Mirwan yang kala itu menjabat sebagai wakil ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR dari Fraksi Partai Drmokrat mengatakan bahwa e-KTP merupakan program pemerintah. Nah, saat diminta untuk mempertegas siapa pemerintah yang dimaksud, Mirwan lantas menyebut nama Susilo Bambang Yudhoyono. “Memang itu adalah program pemerintah,” ungkap Mirwan.

Berikutnya, Mirwan yang disebut pernah berkomunikasi dengan Andi Agustinus alias Andi Narogong dalam dakwaan Novanto itu menyatakan sempat menyampaikan kepada SBY bahwa proyek e-KTP sebenarnya bermasalah. Penyampaian itu dilakukan saat acara di kediaman SBY di Cikeas.

Namun, SBY kala itu justru meminta proyek dilanjutkan. “Tanggapan dari Bapak SBY bahwa ini (e-KTP) untuk menuju Pilkada jadi poyek ini harus diteruskan,” ungkapnya menirukan instruksi SBY setelah menerima laporan masalah e-KTP tersebut. “Saya tidak tahu masalah teknisnya e-KTP, tapi menurut Pak Yusnan (pengusaha yang tidak jadi ikut proyek e-KTP) program e-KTP ini ada masalah,” bebernya.

Ditanya apa alasan SBY memberikan instruksi tersebut, Mirwan tidak tahu. Dia mengaku tidak punya kekuatan untuk bertindak lebih jauh. Baik menanyakan alasan di balik intervensi presiden dua periode tersebut hingga kewenangan menyetop anggaran e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun itu. “Saya hanya sebatas itu saja, habis itu saya tidak punya (kekuatan, red),” terangnya.

Kesaksian Mirwan tersebut menjadi senjata baru bagi kubu Novanto. Sebab, keterangan yang baru mencuat dalam sidang itu bisa digunakan sebagai fakta yang melemahkan peran Novanto sebagai aktor utama korupsi e-KTP. Hal itu pun sejalan dengan langkah Novanto mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC).

Firman Wijaya mengatakan, saksi Mirwan itu merupakan saksi dari jaksa penuntut umum (JPU) KPK. Pihaknya hanya mempertegas saja apa yang ditanyakan oleh jaksa kepada Mirwan dalam sidang kemarin. “Jaksa penuntut umum memulai dengan pertanyaan apakah proyek e-KTP ini ada kaitannya dengan pemenang pemilu 2009, karena itu saya sebagai penasehat umum mempertegas,” ujarnya usai sidang.

Menurut Firman, keterangan Mirwan mengungkap adanya intervensi pengaruh dari kekuatan besar kala itu. Dengan demikian, kata Firman, dakwaan jaksa yang menilai kliennya memiliki peran penting dalam proses anggaran e-KTP keliru. “Dipertegas saja, (KPK) jangan ada tabir, siapa yang disebut penguasa yang mengintervensi itu (e-KTP),” cetusnya.

Fakta baru tentang SBY itu kian memantapkan manuver Novanto. Sebelumnya, dia di persidangan Senin (22/1) lalu menyatakan bahwa akan membeberkan nama anggota DPR yang menerima aliran dana e-KTP. Dia mengaku sudah menulis catatan itu dan akan memberikannya ke JPU KPK. Namun, anehnya, meski bakal membeber nama anggota DPR, Novanto tetap belum mau mengakui penerimaan uang USD 7,3 juta dan jam tangan Richard Mille seharga USD 135 ribu.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan, pihaknya sampai saat ini belum mendapat informasi apapun dari Novanto terkait daftar nama politikus yang akan dibeberkan di persidangan tersebut. Artinya, rencana Novanto membuka daftar nama yang tertuang dalam buku catatan pribadi itu masih dipertanyakan. “Belum ada informasi yang baru dan kuat,” ujar Febri.

Terpisah, Ketua Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean mengatakan, pernyataan yang disampaikan Mirwan tidak menunjukkan bahwa SBY dan Partai Demokrat terlibat dalam pusaran korupsi e-KTP. Kalaupun ada kader yang terlibat, hal itu merupakan perbuatan oknum dan bukan partai secara lembaga.
Saat itu, terangnya, SBY tidak mungkin menghentikan proyek yang sudah berjalan. Kebijakan tersebut sudah disetujui pemerintah dan DPR. Apalagi, tutur dia, program e-KTP sebagai upaya penataan identitas kependudukan warga negara Indonesia.
(tyo/lum/jpgrup)

Update