Jumat, 19 April 2024

Mengenang Sang Maestro Musik Indonesia, Yockie Suryo Prayogo Sosok Kreatif, yang Selalu Membuat Sesuatu yang Berbeda

Berita Terkait

Dunia musik Tanah Air kembali berduka. Yockie Suryo Prayogo mengembuskan napas terakhir di usia 63 tahun, Senin (5/2). Konser Menjilat Matahari yang digelar pada 11 Oktober 2017 seakan menjadi salam perpisahan sang maestro.

Menyebut nama Yockie Suryo Prayogo sama halnya dengan menyebut sederet karya besar dalam sejarah musik Indonesia. Album Badai Pasti Berlalu (1977) yang dia kerjakan bersama Eros Djarot dan Chrisye merupakan album terbaik Indonesia sepanjang zaman versi Rolling Stone Indonesia.

Eros ingat betul, ketika itu, setelah menciptakan lagu-lagu untuk film Badai Pasti Berlalu, dirinya mencari sosok yang cocok untuk mengerjakan aransemen musiknya. Walau ketika itu Yockie dikenal sebagai rocker, Eros melihat ada sentuhan kreativitas di balik itu yang belum dieksplorasi. ”Saya datang ke rumahnya, kami diskusi. Kita coba eksplor, mengekstrak not-not di wilayah klasik,” tutur Eros.

Yockie, yang kelahiran 14 September 1954, mulanya berangkat dari musik klasik. Namun, jelajah kreativitasnya meluas dengan berbagai genre lain, menjadikan aransemennya kaya akan eksplorasi. Rock, progresif, juga pop. Kerja sama mereka terus berlanjut.

”Saya bikin lirik, dia mengisi piano. Notasi, saling mengisi. Sudah seperti senyawa,” ucapnya.

Bagi Eros, Yockie merupakan arranger yang luar biasa. ”Badai Pasti Berlalu kalau bukan dia yang aransemen mungkin tidak akan sebagus itu,” ungkap Eros.

Di mata Eros, Yockie merupakan sosok yang selalu gelisah. Selalu mencoba membuat sesuatu yang berbeda. Keras kepala. Tapi, itulah ciri seorang seniman. Yockie mungkin tidak mudah dipahami beberapa musisi lain.

”Kalau buat saya, dia sudah seperti adik. Saya sangat kehilangan,” tutur Eros, yang tidak bisa menghadiri pemakaman Yockie karena menjadi pembicara sebuah acara di Medan.

Yockie mengembuskan napas terakhir pada Senin (5/2) pukul 07.35 WIB di RS Pondok Indah, Bintaro Jaya, Tangerang Selatan. Mantan personel band legendaris God Bless itu pergi untuk selamanya di usia 63 tahun. Tapi, kenangan Yockie tetap hidup dalam hati dan benak teman-temannya.

Gitaris God Bless Ian Antono yang datang ke pemakaman mengenang Yockie sebagai orang yang sangat idealis dalam bermusik. Tidak ada kompromi untuk aransemen yang jelek. Kalau sudah begitu, cekcok tak jarang terjadi.

”Dulu pernah, saat rekaman God Bless, drumnya Teddy Sujaya. Kalau ndak enak, dia (Yockie, red) ndak pakai kompromi, diganti aja sama mesin. Cuman, saya ngerti maksudnya dia bagus,” kata Ian.

Dia menduga, Yockie merasa bahwa rekaman suara yang pertama diambil tersebut tidak bagus sehingga diganti dengan suara keyboard. Meskipun Teddy marah-marah, akhirnya semua bisa menerima keputusan Yockie. Menurut Ian, aliran musik Yockie berakar pada musik klasik. Di album God Bless yang pertama pada 1975, Huma di Atas Bukit, aransemennya banyak dikerjakan Yockie. Begitu pula album Semut Hitam (1988) yang paling laris.

Orang yang paham musik pun akan langsung tahu warna musik Yockie dalam sebuah aransemen. Lebih dari seorang rekan satu grup, bagi Ian, Yockie sudah dianggap sebagai keluarga sendiri. Ian bercerita, Yockie-lah yang memboyongnya dari Malang ke Jakarta untuk bergabung dengan God Bless. Tidur pun, kadang dia bermalam di rumah Yockie. Begitu pula sebaliknya.

Yockie juga merupakan musisi lintas generasi. Terbukti, ketika diadakan konser untuk penggalangan dana bagi Yockie, yang tampil juga musisi lintas zaman. Salah satunya Rian Ekky Pradipta. Vokalis band D’Masiv itu memiliki kesan mendalam tentang sosok Yockie. Rian menyebut Yockie sebagai maestro dan inspirasinya dalam bermusik.

”Dari kecil, saya sudah mendengarkan karya-karya Om Yockie,” ujar vokalis 31 tahun itu. Antara lain album Badai Pasti Berlalu dan album Lomba Cipta Lagu Remaja (LCLR) yang dirilis pada 1978.

Rian terus mengikuti perjalanan bermusik Yockie ketika bersama God Bless. Kemudian membentuk Kantata Takwa bersama Iwan Fals dan Sawung Jabo. Yockie juga memberikan pengaruh besar dalam rock progresif di Indonesia.

Yockie Prayogo. FOTO : FEDRIK TARIGAN/ JAWA POS

”Menurut saya, pengalaman bermusik Om Yockie itu belum tentu ada yang menyamai,” papar Rian.

Yang paling berkesan buat Rian, Yockie bersedia mengisi elemen musik untuk lagu Mengetuk Pintu di album kelima D’Masiv. ”Yang saya tahu, Om Yockie sangat idealis dan pemilih untuk berkolaborasi,” ujarnya.

Semakin sore, makin banyak pelayat yang datang. Komedian Indro Warkop pun terlihat di antara kerumunan pelayat yang berpakaian serbahitam. Rupanya, Indro juga punya kenangan dengan Yockie. Saat masih kecil, seusia SD atau SMP, sekitar 1970, Indro bertetangga dengan Yockie.

”Jam 12-an malam, Ndro, Ndro. Saya waktu itu masih kecil, ingat dia suaranya berat banget, tukaran botol dan minta air es,” ungkap Indro, menirukan Yockie. Dia tidak tahu persis kenapa Yockie suka dengan air es. Tapi, pada 1970-an itu Yockie sudah sering pulang malam setelah main band.

Soal musik, Warkop DKI pun pernah menjalin kerja sama dengan God Bless saat masih ada Yockie. Warkop membuat parodinya. Selain Yockie, Ian Antono ikut terlibat. Bahkan, baju yang dipakai Warkop pun bekas personel God Bless.

”Awalnya Black Dog (lagu yang dinyanyikan Led Zeppelin, red), masuknya Suwe Ora Jamu. Jadi, setelah ada God Bless, kami Warkop Bless,” ujar Indro, lantas tersenyum.

Pada pukul 15.35, mobil ambulans yang membawa jenazah Yockie tiba di TPU Karet Bivak. Butiran air yang turun dari langit seolah ikut mengiringi kepergian Yockie. Kesehatan pria kelahiran Demak, 14 September 1954, itu memang menurun sejak menggelar konser bertajuk Yockie Suryo Prayogo in Rock: Menjilat Matahari pada 11 Oktober 2017 di The Pallas, SCBD, Jakarta Selatan. Meskipun sejak lama dia mengidap penyakit diabetes dan harus disuntik insulin.

Adelani Puput Ayuningtyas, putri kedua Yockie dengan Indah Soekotjo, menuturkan bahwa kondisi Yockie kembali drop pada Sabtu malam (3/2). Dia buang air besar disertai darah. Keluarga pun langsung membawa Yockie dari rumahnya di Bumi Serpong Damai (BSD) ke Rumah Sakit Pondok Indah Bintaro Jaya.

”Sampai di RS, tensi turun, jadi harus transfusi darah. Jadi, rawat inap. Hari Minggu tensi sudah naik menjadi 100, normal, jadi cukup baik,” ujar Ayu. Tapi, setelah melewati Minggu hingga kemarin pagi, kondisi Yockie tiba-tiba drop sampai kritis. Hingga akhirnya meninggal dunia pada pukul 07.35 WIB.

Ayu mengungkapkan, Yockie mengidap diabetes sudah lama. Tapi, komplikasi terakhir yang lebih parah adalah adanya sirosis di liver, lalu pendarahan di kerongkongan, dan adanya tumor di otak. Yockie pun sering keluar masuk rumah sakit. Di rumah pun, kondisinya juga lemah dengan aktivitas terbatas.

”Adik tiri saya bilang, dia (Yockie, red) dibelikan piano kecil untuk anak-anak. Dia coba main-main. Kondisi memang naik turun,” ungkap dia.

Yockie punya empat anak. Dari pernikahan dengan Indah Soekotjo, dia punya dua anak. Yakni Nara Putra Prayindra dan Adelani Puput Ayuningtyas. Sedangkan dari pernikahan dengan Tiwi Puspitasari, dia dikaruniai Reza Praditya Ramadhan dan Sarah Anjani Prabanda. Gerimis berubah menjadi hujan yang deras saat prosesi pemakaman Yockie. Ratusan pelayat tetap bertahan di bawah payung dari guyuran hujan. Sebagian lain berimpitan di dalam dua tenda putih itu. Doa mengalir deras bersamaan dengan air hujan sore itu. Selamat jalan, Yockie. (JUNEKA S. MUFID-NORA SAMPURNA, Jakarta)

 

Update