Jumat, 29 Maret 2024

Jangan Asal Tangkap Tanpa Solusi

Loper Koran Berusaha, Bukan Mengemis

Berita Terkait

batampos.co.id – Anggota Komisi IV DPRD Batam, Riky Indrakari menilai, penertiban loper atau penjual koran yang dilakukan Dinas Sosial (Dinsos) Batam tidak dibarengi solusi. Padahal mereka bukan termasuk penyakit sosial yang mengganggu ketertiban umum, seperti halnya pengemis dan anak jalanan.

“Mereka jual koran karena terpaksa. Harusnya yang dikejar itu solusi bukan bagaiaman cara mereka bisa ditertibkan. Yang terjadi sekarang kan seperti ini,” kata Riky di DPRD Batam, Jumat (23/2).

Menurutnya, jika alasan ingin menegakan perda, banyak perda yang seharusnya ditegakan sampai saat ini tidak berjalan. Seperti halnya perda ketertiban umum, yang dengan jelas melarang pengemis, anak jalanan minta-minta di persimpangan jalan. Begitu juga dengan rehabilitasi lokasi prostitusi.

“Artinya kalau mau tertibkan berikan solusi, selain itu jangan setengah-tengah. Jangan sampai penertiban ini tajam ke bawah tumpul ke atas. Mereka yang bekerja malah ditertibkan,” bebernya.

Terkait solusi pengemis dan anak jalanan sendiri, lanjut dia, DPRD jauh-jauh hari sudah meminta pemko untuk menganti UPT pembinaan anak jalanan menjadi BLUD. Sehingga ketika sudah menjadi BLUD, ia bisa bekerja sama dengan pihak ketiga untuk mencari sumber pendanaan, sehingga bergantung APBD.

“Hal ini sudah sejak periode lalu saya usulkan. Anak-anak jalanan, pengemis bisa dikirim ke sana untuk mengikuti pelatihan,” terang Riky.

Ia membandingkan Surabaya, dimana sampai saat ini sudah memiliki 17 sentral pelatihan. Bandingkan dengan Batam yang tak satupun punya sentral pelatihan. Riky mengakui, pola yang dilakukan pemerintah saat ini sama dengan melarang taksi online. Sementara disisi lain mereka butuh makan.

“Masyarakat kita yang harus kita lindungi apa yang menjadi kebutuhan mereka dipenuhi, bukan main tak boleh. Kalau memang harus ditertibkan, harus ada solusinya,” tegas Riky.

Sementara itu, Sekretaris Komisi IV Udin P Sihaloho menilai loper koran bukan penyakit sosial yang menggangu ketentraman masyarakat.

“Selama tak mengganggu ketentraman umum dan bisa menopang perekonomian khususnya untuk membiayai hidup mereka, seharusnya tak masalah. Yang saya tolak itu misalnya gelandangan dan pengemis,” tegas Udin.

Ia mengakui jika penertiban ini amanat perda, dinsos harus punya cara untuk mengatasi persoalan ini. Harus diberdayakan semaksimal mungkin.

“Jangan hanya sekedar dilarang. Mereka juga butuh dana, untuk menyekolahkan anaknya. Karena orang tuanya tak bekerja mereka jualan koran,” ucapnya.

ilustrasi

Walikota-Dinsos Beda Pendapat

Sementara itu, Wali Kota Batam Muhammad Rudi ketika ditanya soal aksi dari dinsos di bilangan Batamcenter mengatakan yang dilarang adalah anak-anak jualan koran karena memeperkejakan anak merupakan pelanggaran.

“Masa yang dewasa juga, nanti saya minta Kabidnya (Maudy) ketemu saya di Nongsa saat acara festival Jong,” kata dia.

Di Nongsa, Wali Kota justru mempersilakan wartawan sepenuhnya mepertanyakan ke Maudy.

“Jangan saya lagi ya,”pungkasnya.

Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial DSPM Batam Maudy Vera Mentang justru mengaku
bahwa aksi mereka menangkapi loper atau penjual koran itu adalah perintah wali kota.

“Ini aturan pemerintah, walikota yang tanda tangan itu, kami hanya laksanakan perda, enggak sembarang kami. Arahan pak wali, ya bersihkan,” katanya di Nongsa, Jumat (23/2).

Ia mengatakan, secara lisan Wali Kota juga memerintahkan DSPM untuk menjamin jalanan bebas dari ganguan sosial. Untuk itu tidak ada cara lain penertiban harus dilakukan, tidak terkecuali loper koran.

“Kami tidak tebang pilih. Tukang buah, tukang koran, pengemis, anak jalanan kami angkut. Bahkan WTS (Wanita Tuna Susila) di Jodoh, kami angkut,”paparnya.

Ia menilai, hal ini semata-mata untuk mendukung program pemerintah terkait kepariwisataan. Ia mengancam jika loper koran depatan lagi pihaknya akan mengirim ke Nilam Suri untuk dibina selam 15 hari.

“Jalan cantik kalau masih banyak yang bermasalah di jalan raya, nanti wisatwan tak mau ke datang. Orang-orang itu lagi tertangkap, bawa ke Nilam Suri,” imbuhnya.

Namun sayang penegakan Perda Nomor 6 tahun 2012 tentang Ketertiban Sosial ini tak merata. Seperti di bilangan Batuaji aktivitas musik yang kerap menganggu pasien di RSUD Embung Fatimah, hal ini terjadi menahun. Termasuk Pusat Rehabilitasi Sosial Non Panti yang kini bukan rahasia umum diubah jadi lokalisasi.

Maudy berkilah, pihaknya kini tak cukup anggaran. Untuk itu, pihaknya akan melakukan bertahap mulai dari jalan protokol.

“Mana prioritas kami dahulukan,”ucapnya

Soal mencari nafkah, ia mengkalim masih banyak cara. Penjulan koran bisa dititip di kios hingga toko. Dan pribadi loper koran, tukang buah dan lain-lain dapat diberi pelatihan. Ia menyampaikan kini ada tiga jenis pelatihan yang disediakan.

“Satu angkatan ada 20 orang. Pelatihan buat teralis untuk laki-laki, ibu-ibu bisa menjahit,” kata dia.(adi/rng)

Update