Jumat, 29 Maret 2024

Perda Mandul, Kebijakan Tumpul

Berita Terkait

Sejak 2001 hingga 2017, sudah 154 Peraturan Daerah (Perda) yang disahkan DPRD Batam. Sebagian berjalan, namun tak sedikit yang mandul. Meski begitu, usulan perda baru terus bertambah. Tahun ini saja ada 24 usulan.

Suara truk berukuran jumbo itu meraung-raung di ruas jalanan Marina City, Sekupang, pekan lalu. Truk beroda 10 itu bermuatan tanah untuk reklamasi lahan di samping Gedung Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes). Aktivitas itu berlangsung siang dan malam sehingga menimbulkan kerusakan jalan di kawasan Marina City. Padahal, jalan tersebut baru diperbaiki Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dua bulan lalu.

Warga yang tinggal di kawasan ini pun terusik. Ruas jalan yang biasa mereka lalui sebelumnya mulus menjadi rusak. Lubang menganga yang membahayakan keselamatan pengendara muncul di sepanjang jalan yang dilalui truk besar itu. Berdebu saat terik, berlumpur saat hujan.

Parahnya lagi, truk-truk pengangkut tanah itu tak bertutup. Sehingga tumpahan tanah dari truk sering berceceran dan menimbulkan debu yang mengganggu pengguna jalan lainnya.

Selain tak bertutup, roda mobil yang keluar dari tempat pengambilan tanah juga tak dibersihkan. Sehingga saat masuk ke jalan umum, sisa tanah yang melekat pada roda terlepas dan berceceran di sepanjang jalan yang dilalui.

Pemandangan serupa jamak dijumpai di berbagai wilayah di Kota Batam. Termasuk di ruas jalan yang berdekatan dengan kantor pemerintahan di Batamcentre. Truk tanah berukuran jumbo dengan leluasa melaju dan mengotori jalanan.

Keluhan masyarakat ke Pemerintah Kota Batam seperti angin lalu saja. Tak ada tanggapan, apalagi tindakan. Pemerintah Kota Batam terkesan memaklumi aktivitas itu dengan dalih pembangunan.

Lalu apakah tidak ada aturan yang mengatur setiap truk pengangkut bahan bagunan wajib menjaga kebersihan ruas jalan yang dilalui? Ternyata ada. Pemerintah Kota Batam dan DPRD Batam belajar dari negara tetangga Singapura yang memberlakukan aturan sangat ketat bagi kendaraan bangunan yang akan melalui jalan umum.

Di Singapura, setiap kendaraan proyek yang mengangkut bahan bangunan, sebelum masuk ke jalan umum, semua rodanya wajib dibersihkan sehingga tak tersisa tanah yang bisa mengotori jalanan. Truk juga wajib menggunakan penutup. Tak boleh ada bahan bangunan yang tercecer di jalan. Tonase truk juga dibatasi agar tak merusak jalan. Hasilnya, jalanan di Singapura tetap bersih, mulus, meski aktivitas pembangunan di negara itu terus berlangsung.

Belajar dari Singapura itulah, Pemko Batam dan DPRD Batam membuat Peraturan Daerah (Perda) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Di Bab II Pasal 2 ayat 3 disebutkan: “Setiap orang/badan hukum yang menggunakan kendaraan untuk mengangkut material bangunan guna kepentingan pembangunan wajib membersihkan roda kendaraan sebelum melewati jalan umum, memberikan penutup, dan wajib untuk membersihkan tanah yang diangkut apabila mengotori jalan.”

Di pasal 6 bahkan dipertegas larangan setiap orang/badan hukum mengotori dan merusak jalan.

Meski perda ini telah berusia 11 tahun, namun fakta di lapangan, mayoritas kendaraan proyek yang mengangkut bahan bagunan, khususnya untuk kepentingan reklamasi tidak berpenutup. Roda kendaraan juga tidak ada yang dibersihkan sebelum masuk ke jalan umum. Bahkan, bongkahan tanah yang berjatuhan ke badan jalan, juga tak dibersihkan.

Ironisnya Pemerintah Kota Batam jarang melakukan penindakan. Padahal, di perda itu juga diatur soal sanksi. Yakni kurungan tiga bulan atau denda Rp 50 juta.

Masih di perda yang sama, juga diatur larangan perseorangan atau badan usaha membuang atau menumpuk limbah/sampah di jalan, di jalur hijau, taman dan tempat umum. Dilarang membakar limbah/sampah di jalan, jalur hijau, taman dan tempat umum. Dilarang membuang air besar dan kecil serta meludah di jalan, jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum. Dilarang menjemur, memasang, menempatkan atau menggantungkan benda-benda di jalan/pinggir jalan, jalur hijau, taman, tempat umum, muka toko, dan pagar halaman.

Kemudian ada larangan membuat bangunan dengan mendinding, mengatap dengan layar-layar, tikar-tikar, kain-kain, dan kertas-kertas atau barang-barang sejenisnya di jalur hijau, taman dan tempat umum. Begitupun larangan merusak, mengambil atau memindahkan tutup got, selokan atau saluran lainnya serta komponen pelengkap taman, serta masih banyak lagi larangan lainnya.

Namun semua hanya tinggal larangan. Penegakan hukum terhadap pelanggar perda ini bisa disebut nyaris tidak ada.

Kondisi ini membuat masyarakat berkesimpulan bahwa perda yang dibuat menggunakan dana rakyat itu mandul.

Tak hanya Perda Ketertiban Umum yang disebut mandul, masih banyak Perda lainnya yang juga mengalami nasib sama. Antara lain; Perda Nomor 10 Tahun 2009 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar di Kota Batam; Perda Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pencegahan, Penanggulangan, dan Pemberantasan Penanggulangan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Aditif (NAPZA) Lainnya.

ilustrasi

Kemudian ada Perda Nomor 11 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah yang sebagian itemnya tidak jalan. Perda Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang. Perda Terumbu Karang, dan masih banyak lagi.

Perda-perda yang berjalan efektif hanya perda wajib. Antara lain terkait dengan APBD, APBD-P, Laporan Penggunaan APBD, dan perda wajib lainnya.

Data yang diperoleh dari DPRD dan Pemko Batam, sejak 2001 sampai 2017 DPRD Batam telah mengesahkan 154 perda. Pada tahun pertama, sejak DPRD Batam terbentuk merupakan tahun produktif. Saat itu, DPRD Batam menghasilkan 20 perda. Namun memang kebanyakan perda yang mengatur persiapan pembangunan. Termasuk pembentukan organisasi di DPRD dan Pemko Batam.

Lalu pada tahun 2002, DPRD Batam melahirkan enam perda. Tahun 2003 ada lima perda, 2004 lima perda, 2005 lima perda, 2006 sembilan perda, 2007 ada 17 perda, 2008 lahir empat perda, 2009 ada 14 perda, 2010 enam perda.

Kemudian tahun 2011 ada 13 perda, 2012 ada delapan perda, 2013 ada 12 perda, 2014 ada tujuh perda, 2015 lima perda, tahun 2016 ada 10 perda, dan tahun 2017 lima perda.

Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapem Perda) DPRD Batam, Tumbur M Sihaloho tak menafikan banyaknya perda yang lemah, kurang sosialisasi, dan bahkan tak jalan. Bahkan, sebagai anggota DPRD Batam, ia mengaku ada beberapa perda yang tak ia ketahui.

“Misalnya Perda Terumbu Karang, saya baru tahu ada perdanya. Apalagi masyarakat luas. Ini harus ada sosialisasi,” katanya, pekan lalu.

Tumbur bahkan menyebutkan beberapa perda yang mandul. Di antaranya Perda Ketertiban Sosial, Perda Ketertiban Umum, Perda Sampah, Perda tentang Narkoba, Perda Kawasan Tanpa Rokok, dan masih banyak lagi.

“Misalnya untuk Perda Sampah. Penindakan sudah tidak terdengar saat ini. Laut kita banyak sampahnya, tetapi yang buang sampah tidak pernah ditindak,” katanya.

Demikian halnya dengan ketertiban sosial, banyak pengemis dan anak jalanan yang berkeliaran di perempatan jalan. Tetapi Pemerintah Kota malah menertibkan warga yang bekerja mencari nafkah seperti loper koran.

“Ada anak-anak yang jualan koran untuk bantu-bantu uang sekolah. Ini justru harus didukung dengan memberikan pelatihan. Ini malah yang pengemis yang tidak ditertibkan. Satpol PP harus tegas,” katanya.

Akademisi dari Universitas Putra Batam Dr Gita Indrawan mengatakan sebanyak apapun produk hukum yang dihasilkan (perda) tidak akan efektif jika tidak dieksekusi. Gita melihat titik lemah ada di eksekutif selaku eksekutor perda yang dihasilkan. Dalam hal ini Pemko Batam dan organisasi perangkat daerah (OPD) yang bersangkutan.

“Kalau dewan kan hanya melaksanakan fungsi legislasi. Usulan masuk dan disetujui masuk Prolegda ya dibahas. Selanjutnya setelah disahkan, eksekusi pelaksanaanya ada di Pemko Batam. Komitmen melaksanakan dan mengontrol pelaksanaan perda itu di tangan eksekutif,” tegasnya.

Wali Kota Batam Rudi juga mengakui ada perda yang tak jalan optimal. Ia menegaskan, setiap perda yang disahkan, memang sejatinya harus dilaksanakan. Pelaksanaannya ada di OPD, sesuai perda masing-masing. Baik itu di tingkat kepala dinas, kepala badan, kepala kantor, dan OPD bersangkutan lainnya.

Selaku wali kota, Rudi tetap mendorong OPD untuk melaksanakan perda yang ada. OPD memiliki tanggungjawab untuk melaksanakan amanah yang diberikan, termasuk realisasi dari perda yang telah disahkan dan dinyatakan berlaku. Jika ada kendala, OPD memiliki kewajiban mengkomunikasikan dengan dirinya agar ia bisa mencarikan jalan keluar.

“Kalau perda usulan kami tak jalan, maka OPD harus menjelaskan kenapa tak jalan, silakan tanya mereka. Tapi kalau usulan teman kita di DPRD, suruh jugalah mereka awasi biar OPD-nya jalan. Ya bagi-bagi kerjalah kita ini,” ujar Rudi, Kamis (22/2).

Ketua Bapem Perda DPRD Batam, Sukaryo, juga mengakui banyak perda yang dihasilkan DPRD Batam yang tak jalan atau mandul. Penyebabnya beragam, mulai dari keterbatasan anggaran untuk sosialisasi dan penegakan hukum, hingga kinerja pelaksana perda di tingkat OPD.

Jika terkait anggaran, Sukaryo meyakinkan, sejatinya bisa diatasi dengan cara mengusulkan anggaran di setiap pembahasan tahun anggaran. Baik itu di APBD murni maupun di APBD Perubahan. Jika usulan tersebut rasional dan memang anggaran mencukupi, serta sejalan dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD), sudah tentu akan disetujui.

“Yang menyusun anggaran kan mereka (Pemko) juga, kita di dewan ini cuma ikut membahasnya bersama,” ujarnya.

Namun, Sukaryo menegaskan, usulan perda mau datang dari Pemko maupun DPRD Batam, setelah disahkan, pelaksanaannya tetap ada di Pemko Batam melalui OPD yang bersangkutan.

“Wali kota-lah yang bisa menekan OPD agar menjalankan perda itu. Eksekusi ada di tangan Pemko Batam,” tegasnya.

***

Meski menyadari banyak perda yang tak berjalan maksimal bahkan terkesan mandul, namun ternyata semangat Pemko Batam dan DPRD Batam untuk menghasilkan perda baru terus bertambah. Terbukti tahun ini ada 24 usulan Rancangan Perda (Ranperda) yang sudah masuk Program Legislasi Daerah (Prolegda) DPRD Batam. Jumlah ini terbanyak sepanjang sejarah keberadaan Pemko dan DPRD Batam. Sebagian besar usulan dari Pemko Batam (14 usulan), selebihnya 10 Ranperda inisiatif DPRD Batam. (Selengkapnya lihat grafis).

Dari 10 usulan Perda DPRD Batam itu, ada beberapa usulan yang urgensinya dipertanyakan. Antara lain: Ranperda Sistem Pelatihan dan Peningkatan Produktivitas Kerja; Ranperda Rukun Tetangga dan Rukun Warga/Pemberdayaan Lembaga Kemasyarakatan; Ranperda Pembangunan Ketahanan Keluarga; Ranperda Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah, dan Ranperda Penyelenggaraan Lintas Sektoral Pembangunan Kepemudaan.

“Mestinya setiap usulan perda dijelaskan ke publik apa urgensinya. Jangan sekadar untuk memenuhi kuota perda yang dihasilkan setiap tahunnya,” ujar akademisi dari Politeknik Negeri Batam, Muhammad Zainuddin.

Zainuddin yakin jika usulan perda itu mendesak karena memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maka sudah menjadi kewajiban Pemko Batam dan DPRD Batam untuk memenuhinya.

Namun, seberapapun penting perda itu tak cukup. Kandidat doktor ini juga menilai pentingnya ketersediaan anggaran. Sebab, satu perda membutuhkan dana yang besar. Butuh dana untuk kajian, studi banding ke berbagai daerah bahkan negara lain, dan butuh panitia khusus (pansus).

“Sosialisasi juga butuh anggaran, jangan sampai perda yang terkait publik malah tak diketahui publik,” katanya.

Tak kalah pentingnya, implementasi. Zainuddin menilai, tak ada gunanya banyak perda jika tak jalan atau mandul. Hanya buang-buang anggaran. Itu sebabnya, ia menyarankan setiap perda yang akan disusun, benar-benar diperhatikan apakah bisa diimplementasikan di lapangan atau tidak.

“Makanya butuh kajian akademis yang mendalam dengan melibatkan pihak yang kompeten dari sisi keilmuannya. Bukan sekadar menghadirkan akademisi saat pembahasan sebagai syarat saja,” katanya.

Menanggapi hal ini, Ketua Bapem Perda DPRD Batam Sukaryo mengklaim semua Ranperda yang masuk ke DPRD Batam sudah melalui kajian. Semua ada urgensinya.

Ia mencontohkan Ranperda Pembangunan Ketahanan Keluarga yang diusulkan DPRD Batam. Salah satu yang melatarbelakangi adalah tingginya angka perceraian di Kota Batam. Setiap tahun puluhan ribu pasangan bercerai.

“Kami melihat perlu kehadiran pemerintah daerah untuk mencegah agar tidak banyak yang bercerai. Seperti apa perannya, itulah yang akan dituangkan di perda itu nanti,” ungkap Sukaryo.

Wakil Ketua Bapem Perda DPRD Kota Batam Tumbur Sihaloho menambahkan, ada beberapa Ranperda yang sudah mendesak dan memang harus segera disahkan. Salah satunya Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima; Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil; Ketahanan Pangan; dan Rencana Induk Pariwisata.

“Pedagang kaki lima harus ditata. Tidak asal gusur tanpa ada solusi. Makanya kita berharap perda ini menjadi sangat penting,” katanya.

Sementara itu, Ketua Pansus Ranperda Aset Daerah Udin P Sihaloho mengkritik Bapem Perda DPRD Kota Batam yang terlalu bernafsu di awal memproyeksikan 24 Ranperda. Dari awal ia sudah yakin, sebagian besar Prolegda tersebut tidak akan bisa disahkan.

“Saya pastikan tidak akan bisa diselesaikan itu,” katanya. (nur/ian/uma)

Update