Kamis, 25 April 2024

Tuntutan Nelayan Tak Diakomodir

Berita Terkait

batampos.co.id – Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Kepulauan Anambas menilai pansus DPRD Kabupaten Kepulauan tentang nelayan tak akomodir tuntutan HNSI dan tidak komitmen terhadap kesepakatan awal. Dalam setiap kali pertemuan dengan masyarakat, Pansus selalu mengatakan dengan lantang akan ajak HNSI, tapi ternyata kenyataannya tidak demikian.

Contohnya, ketika monitoring di Kecamatan Palmatak dan kecamatan Siantan Timur, HNSI diajak turun ke lapangan, bahkan sampai ke tingkat Provinsi HNSI masih diajak. Namun untuk monitoring di Kecamatan Jemaja dan Jemaja Timur serta kecamatan Siantan Selatan, bahkan hingga ke Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pansus sudah tidak lagi melibatkan perwakilan HNSI.

“Waktu monitoring di Kecamatan Jemaja dan Jemaja Timur, bahkan setelah ke Kementerian Kelautan dan Perikanan, kami tidak tahu, kami tahunya dari pihak Kementerian, bukan dari pansus,” ungkap Sekretaris HNSI Anambas Dedy Syahputra ketika konferensi pers di gedung posyandu melati Tarempa kemarin.

Yang membuatnya kurang tidak setuju dengan pansus, ketika HNSI menjelaskan ada pengeboman ikan di Anambas, justru pernyataan Pansus malah melemahkan. Karena pengeboman ikan bukan terjadi baru-baru ini tapi kejadiannya sudah lama. “Kita punya bukti kalau kejadiannya baru satu bulan yang lalu, tapi dilemahkan, karena menurutnya sudah terjadi sejak beberapa tahun lalu,” ungkapnya lagi.

Pihaknya menduga pansus bekerja tidak serius. Oleh karena itu pihaknya akan bertindak sendiri asalkan tidak melanggar aturan perundangan-undangan yang berlaku.

Ketua harian HNSI Anambas M. Yusup, mengungkapkan menurutnya kerja pansus hanya menghabiskan uang saja tapi hasilnya tidak ada. “Dari awal komitmen untuk bersama-sama menyelesaikan masalah ini tapi separuh jalan mereka berubah haluan. Kami kecewa,” ungkapnya.

Anggota HNSI lainnya Edi londo, menjelaskan jika keberangkatan Pansus ke Kementerian Kelautan dan Perikanan sama sekali tidak ada koordinasi dengan HNSI. “Awal kekecewaan kami, kami tak mau nelayan berprasangka buruk pada HNSI. Bukan kami kucing-kucingan tapi Pansus yang kucing-kucingan,” jelasnya.

Dikatakannya jika pansus terlahir karena permintaan HNSI tapi setelah monitoring berjalan separuh, selanjutnya HNSI tak ajak lagi. Menurutnya, ada hal yang sangat penting yakni masalah perizinan yang perlu diperiksa. Menurutnya ada dugaan manipulasi data kapal. “Kapal yang terlihat itu bukan kapasitas 30 GT, tapi dipastikan lebih dari 30 GT bahkan sampai 100 GT, kapal-kapal itu dilengkapi freezer,” jelasnya.

Masalah berikutnya yakni wilayah tangkap seharusnya diatas 12 mill, tapi kenyataannya kapal pukat mayang mencari ikan sampai ke tepi bahkan 0 mill. “Nelayan lokal cari ikan sampai puluhan mill sementara mereka dengan jaringnya mencari ikan di tepi,” ungkapnya.

Oleh karena itu ada baiknya supaya mereka tidak sembarangan labuh jangkar tapi harus ada labuh sentral. Hal ini menurutnya pihak berwenang dapat lakukan pengecekan izin kapal pukat mayang itu. Seperti surat layak operasi (SLO) dan ijin berlayar. “Kalau mereka tidak ada SLO dan tidak ada Surat ijin berlayar berarti mereka maling. Tapi sayangnya, masalah perizinan tak disentuh oleh Pansus,” jelasnya.

Sementara itu ketua Pansus Penanganan Nelayan Rocky Hasudungan Sinaga, menjelaskan jika pihaknya sudah mengajak dan mengikut sertakan HNSI. Seperti di Kecamatan Palmatak dan kecamatan Siantan Timur.

Diakuinya sebelum melakukan monitoring ke Jemaja dan Jemaja Timur, pihaknya langsung menyampaikan hasil monitoring karena masalah ini harus secepatnya disampaikan ke Provinsi. Sehingga tidak harus menunggu monitoring di daerah lain dilakukan.

“Kalau setiap saat harus ajak HNSI, untuk apa Pansus dibentuk. Masalah ajak atau tidak, mereka sudah diajak ke Siantan Timur dan Palmatak. Kalau setiap saat diajak anggaran tidak ada karena tidak dianggarkan sebelumnya,” ungkapnya. (sya)

Update