Rabu, 24 April 2024

Mengenang Stephen Hawking

Berita Terkait

batampos.co.id – Stephen Hawking, salah seorang ilmuwan paling berpengaruh di era modern, meninggal dunia. Dia mengembuskan napas terakhir di kediamannya di Cambridge, Inggris, Rabu (14/3) dini hari.

Berita tentang kematiannya dikabarkan secara langsung oleh ketiga anaknya.
”Kami sangat berduka karena ayah kami telah berpulang hari ini.” Demikian bunyi pernyataan bersama yang dikeluarkan Lucy, Robert, dan Tim. ”Kecerdasan dan selera humornya telah menginspirasi orang-orang dari berbagai penjuru dunia,” tambah mereka.

Mereka tidak menyebut penyebab kematian Hawking. Tapi, selama berpuluh tahun Hawking menderita penyakit amyotrophic lateral sclerosis (ALS). Penyakit tersebut membuat fungsi pada sel saraf motorik penderita menurun. Bapak tiga anak itu didiagnosis menderita ALS sejak berusia 21 tahun.

Saat itu dokter sempat menyatakan bahwa usianya tinggal 2–3 tahun lagi. Dalam buku memoar yang dirilis 2013, My Brief History, Hawking mengaku bahwa saat itu dirinya tidak terima. Dia merasa semuanya begitu tidak adil dan hidupnya akan berakhir begitu saja. Padahal, dia baru saja menyadari potensi yang ada dalam dirinya.

Namun, diagnosis itu tidak terjadi. Perkembangan penyakitnya lambat sehingga membuatnya terus hidup hingga 55 tahun setelah diagnosis awal.

Hawking kian dikenal dunia setelah meluncurkan buku berjudul A Brief History of Time pada 1988. Buku tersebut bertenggger di daftar best seller Sunday Times selama 237 pekan. Saat itu Hawking menyatakan ingin menulis buku sains yang dijual di toko-toko buku di bandara. Karena itu, meski isi buku tersebut tentang sains, dia berusaha mengemasnya sedemikian rupa agar orang awam paham.

Untuk memastikan bahwa tujuannya tercapai, dia meminta para perawat yang menjaganya membaca buku tersebut lebih dahulu. ”Saya rasa mereka memahami sebagian besar isinya,” ujarnya kala itu.

Setelah berita kematiannya mencuat, buku tersebut kini menjadi salah satu yang paling diburu. Buku itu bahkan masuk daftar teratas best seller di Amazon. Bukan hanya itu, website milik The Motor Neurone Disease Association juga sempat error gara-gara tingginya traffic orang yang mendonasikan uangnya untuk lembaga tersebut. Hawking menjadi penyokong asosiasi itu sejak 2008.

Salah satu temuan terbesar Hawking adalah teori tentang radiasi yang dilepaskan lubang hitam akibat efek kuantum di dekat horizon peristiwa. Teori itu kemudian dinamai Radiasi Hawking.

Pada 1979 dia menjadi Lucasian Professor of Mathematics di University of Cambridge. Itu adalah posisi akademis paling prestisius di dunia.

Hawking tidak hanya terkenal di dunia akademis. Dia pernah tampil di berbagai acara televisi. Termasuk The Simpsons dan The Big Bang Theory. Perjalanan awal ketenarannya dan hubungannya dengan istri pertamanya juga difilmkan dengan judul The Theory of Everything. Film itu diperankan Eddie Redmayne.

”Dia adalah inspirasi sejati bagi saya dan jutaan orang lainnya di dunia,” ujar Benedict Cumberbatch yang memerankan Stephen Hawking di drama BBC.

Pada akhir 1990-an Hawking dikabarkan mendapat tawaran untuk dianugerahi gelar sebagai seorang kesatria. Namun, belakangan diketahui dia menolak tawaran itu karena tidak setuju dengan minimnya pendanaan kerajaan Inggris untuk sains.

Pujian untuk Hawking datang dari berbagai pihak. Mulai Perdana Menteri Inggris Theresa May, salah seorang pendiri Apple Steve Wozniak, puluhan koleganya sesama ilmuwan, NASA, dan para artis. Mereka memuji dedikasi dan kecemerlangan pemikirannya.

”Kita telah kehilangan sosok yang memiliki pemikiran besar dan semangat yang luar biasa,” ujar penemu World Wide Web Tim Berners-Lee.

Sosok Penyayang

Ilmuwan yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di atas kursi roda itu dikenal sebagai sosok penyayang dan romantis. Dia kerap memuji mantan istrinya, Jane Wilde, saat keduanya masih bersama. Dari pernikahannya bersama Wilde-lah Hawking memperoleh tiga anak.

Belakangan lewat buku memoirnya diketahui bahwa gara-gara penyakitnya, dia harus bekerja ekstrakeras untuk berkarya. Ketika penyakit Hawking kian buruk, Wilde menjadi semakin depresi hingga mereka akhirnya memutuskan untuk berpisah pada 1995. Saat itu Wilde takut Hawking akan segera meninggal. Dia ingin ada laki-laki lain yang bisa mendukungnya dan anak-anaknya.

Berpisah dari Wilde, Hawking menikahi Elaine Mason yang merupakan perawatnya. Dulu mantan suami Mason menciptakan alat bantu bicara electronic voice synthesizer. Alat itu membantu Hawking berkomunikasi. Setelah sebelas tahun bersama, pernikahannya yang kedua juga bubar. Meski mengalami banyak prahara rumah tangga, Hawking dikenal sangat mencintai keluarganya.

”Dia pernah berkata bahwa semesta tidak terlalu berarti jika itu bukanlah rumah untuk orang-orang yang Anda cintai. Selamanya, kami akan merindukannya.” Demikian bunyi penggalan pernyataan tiga anak Hawking seperti dilansir BBC.


Ilmuwan Indonesia Berduka

Duka setelah muncul kabar meninggalnya fisikawan dunia Stephen Hawking juga dirasakan peneliti LIPI. Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI yang juga peneliti fisika Laksana Tri Handoko mengatakan kabar meninggalknya Hawking jelas menjadi kehilangan bagi komunitas ilmuan.

“Termasuk komunitas ilmuan kita di LIPI,” katanya usai peluncuran Indonesia Science Expo (ISE) 2018 di kantor LIPI, Rabu (14/3).

Handoko menjelaskan Hawking adalah sosok yang unik. “Kalau orang hebat banyak,” katanya.

Tetapi jika orang hebat sekaligus penyandang disabilitas yang agak parah menurutnya jarang terjadi. Secara keilmuan Handoko tidak meragukan kapasitas seorang Hawking.

Meskipun mendalami fisika, Handoko mengatakan riset yang dia tekuni topiknya tidak terjalu jauh dengan topik riset Hawking. Meskpun begitu juga tidak berarti sama persis. Dia mencontohkan risetnya yang hampir sama dengan bidang Hawking adalah soal kosmologi secara umum. Menurut Handoko masalah komologi sampai sekarang menjadi topik riset yang hot.

“Karena banyak misteri yang belum terpecahkan,” jelasnya.

Peneliti Pusat Penelitian Informatika LIPI Suharyo Sumowidagdo menceritakan tahun pertama kuliah fisika di Universitas Indonesia, dirinya langsung kepincut dengan buku karya Stephen Hawking yang berjudul A Brief History Of Time. Pada saat itu Haryo mengatakan baru pertama keluarga buku tersebut dalam edisi terjemahan bahasa Indonesia dengan judul Riwayat Sang Kala.

“Buku itu salah satu inspirasi saya. Buku yang mengenalkan dengan fisika, dan membuat semakin cinta fisika,” katanya.

Pada masa itu, Haryo mengatakan akses informasi tidak seberagam sekarang. Sehingga buku karya Stephen Hawking tersebut menjadi salah satu sumber belajarnya. (wan/sha/c10/ang/jpg)

Update