Selasa, 19 Maret 2024

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati: Jangan Bikin Masyarakat Resah

Berita Terkait

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat kuliah umum di Gedung AAC, Dayan Dawood, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh, Kamis (5/1).
foto: ISHAK MUTIARA/RAKYAT ACEH

batampos.co.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta elite politik tidak terjangkit paranoia maupun kekhawatiran berlebihan dalam menanggapi pemberitaan utang. Dia menilai perhatian politisi dan beberapa ekonom mengenai kondisi utang sungguh luar biasa.

“Dikatakan luar biasa karenakan isu ini dibuat dan diperdebatkan seolah-olah Indonesia sudah dalam kondisi krisis utang sehingga masyarakat melalui media sosial juga ikut terpengaruh dan sibuk membicarakannya,” terangnya dalam keterangan yang diterima JawaPos.com di Jakarta, Jum’at (23/3).

Sri Mulyani mengatakan terkait utang, para stakeholder perlu mendudukkan masalah agar masyarakat dan elite politik tidak terjangkit paranoia maupun kekhawatiran berlebihan yang menyebabkan kondisi masyarakat menjadi tidak produktif.
Ilustrasi mata uang rupiah dan USD

Ilustrasi mata uang rupiah dan USD (DOK. ISSAK RAMADHAN/JAWAPOS.COM)

“Perhatian elite politik, ekonom dan masyarakat terhadap utang tentu sangat berguna bagi Menteri Keuangan selaku Pengelola Keuangan Negara untuk terus menjaga kewaspadaan agar apa yang dikhawatirkan yaitu terjadinya krisis utang tidak menjadi kenyataan,” jelasnya.

Namun, bila sorotan masalah utang adalah untuk membuat masyarakat resah, ketakutan dan menjadi panik, serta untuk kepentingan politik tertentu, maka upaya politik destruktif seperti ini sungguh tidak sesuai dengan semangat demokrasi yang baik dan membangun.

“Mari kita mendudukkan masalah utang dalam konteks seluruh kebijakan ekonomi dan keuangan negara karena utang adalah salah satu instrumen kebijakan dalam pengelolaan keuangan negara dan perekonomian,” ujarnya.

Sri Mulyani menegaskan utang bukan merupakan tujuan dan bukan pula satu-satunya instrumen kebijakan dalam mengelola perekonomian. Dikatakan bahwa dalam konteks keuangan negara dan neraca keuangan Pemerintah banyak komponen lain selain utang yang harus juga diperhatikan.

“Dengan demikian kita melihat masalah dengan lengkap dan proporsional. Misalnya sisi aset yang merupakan akumulasi hasil dari hasil belanja Pemerintah pada masa-masa sebelumnya,” ungkapnya.

Diungkapkan bahwa nilai aset tahun 2016 (audit BPK) mencapai Rp 5.456,88 triliun. Nilai ini belum termasuk nilai revaluasi yang tengah dilakukan.

“Nilai ini masih belum termasuk nilai hasil revaluasi yang saat ini masih dalam proses pelaksanaan untuk menunjukkan nilai aktual dari berbagai aset negara mulai dari tanah, gedung, jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit, dan lainnya,” terangnya.

Hasil revaluasi aset tahun 2017 sekitar 40 persen terhadap aset negara menunjukkan bahwa nilai aktual aset negara telah meningkat sangat signifikan sebesar 239 persen dari Rp 781 triliun menjadi Rp 2.648 triliun, atau kenaikan sebesar Rp 1.867 triliun.

“Tentu nilai ini masih akan diaudit oleh BPK untuk tahun laporan 2017. Kenaikan kekayaan negara tersebut harus dilihat sebagai pelengkap dalam melihat masalah utang karena kekayaan negara merupakan pemupukan aset setiap tahun termasuk yang berasal dari utang,” tuturnya.

(ce1/uji/JPC)

Update