Sabtu, 20 April 2024

Ketua DPRD Batam: Pajak Hiburan Memungkinkan Ditunda

Berita Terkait

batampos.co.id – Ketua DPRD Kota Batam, Nuryanto menyebutkan, penerapan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pajak Daerah memungkinkan ditunda. Namun demikian, harus ada kajian yang mendalam. Sehingga tidak berdampak pada perencanaan pendapatan daerah Kota Batam.

“Makanya ketika ada permintaan penundaan dari pengusaha hiburan. Saya mendisposisikan untuk ditindaklanjuti komisi 2. Apa hasilnya itu yang akan kita rekomendasikan kepada Pemerintah Kota Batam,” kata Nuryanto, Senin (9/4).

Diakunya karena aturan tersebut sudah dalam bentuk Perda, tentu tidak akan mudah direvisi serta memerlukan waktu yang panjang. Namun begitu pemerintah daerah juga harus melihat dari sisi situasi ekonomi Batam, yang dikhawatirkan akan berimplikasi terhadap usaha pengusaha hiburan.

“Misal di perda 35 persen. Kira-kira bisa gak jangan segitu dulu. Kalau ekonomi bagus baru dijalankan. Makanya harus dikaji dulu,” paparnya.

Disisi lain, ia melihat pengusaha hiburan tidak bisa serta merta datang ke DPRD dan meminta agar perda tersebut ditunda. Apalagi melihat perda yang sudah disahkan dibiayai dari APBD Batam. Sehingga untuk menjalankannya perlu pertanggungjawaban dari lembaga eksekutif dan legislatif.

“Kalau saya yang penting masyarakat senang dan bisa berjalan. Tapi ingat, harus ada kanjian,” tegas Nuryanto.

Ketua Komisi II DPRD Batam, Edward Brando mengatakan, revisi perda tidak akan mudah dan memakan waktu lama, karena harus melalui tahapan harmonisasi perda. Selain itu, ia belum bisa mengambil keputusan penundaan. Sebab, belum ada dasar dari pemko terkait penundaan perda tersebut.

“Segala sesuatu keputusan harus didasari sesuatu yang kuat. Persoalan naik turun itu hanya keputusan akhir,” kata Edward saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dinas Pariwisata Kota Batam dan Badan Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Batam.

foto: cecep mulyana / batam pos

Ia melihat, harus ada data valid terkait penundaan pajak hiburan. Sehingga DPRD Batam sebagai lembaga eksekutif bisa mempertanggungjawabkan. “Kenapa dia harus ditunda, dibatalkan naik harus ada data, dasarnya apa. Saya pikir hal ini tidak bisa dipaksakan untuk ditunda,” terang dia.

Senada, anggota Komisi II DPRD Batam, Uba Ingan Sigalingging melihat, pemko harus menjalankan perda tersebut. Ia juga menilai perwako perda pajak hanya sebagai diskresi agar merubah struktur APBD. “Gelper tutup itu bukan acuan. Harus ada dasar yang jelas untuk jadi acuan,” tegasnya.

Ia melihat terlalu beresiko untuk melakukan penundaan. “Yang jelas bila dilakukan penundaan minimal setahun. Bagaimana dengan struktur APBD kita yang telah direncanakan. Tentu akan ada sejumlah program pemerintah yang tertunda,” tegas Uba.

“Makanya pertemuan tadi tak ada keputusan. Kita ingin pemko memberikan dasar yang bisa dipertanggungjawabkan,” jelasnya. (rng)

Update