Kamis, 18 April 2024

Status FTZ Batam Dipertahankan, Industri Tak Wajib Relokasi Pabrik ke KEK

Berita Terkait

batampos.co.id – Pemerintah pusat terus menggesa pembantukan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Batam. Namun begitu, status Batam sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (Free Trade Zone/FTZ) tetap akan dipertahankan.

“Pengusaha tidak diwajibkan mengubah kawasan FTZ menjadi KEK,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution usai acara di Hotel Radisson Batam, Jumat (13/4).

Darmin mengatakan, industri yang selama ini berada di kawasan FTZ Batam tidak harus merelokasi pabriknya ke lokasi KEK, jika kelak sudah ditentukan titiknya. Walaupun, kata Darmin, fasilitas dan insentif di KEK akan lebih banyak dan menguntungkan bagi pengusaha.

“Tapi jangan cemburu kalau fasilitas KEK lebih bagus. Karena pastinya lebih bagus,” katanya.

Ia mencontohkan salah satu kemudahan yang diberikan kepada industri di KEK. Menurut dia, produk hasil industri KEK bisa dipasarkan di daerah lain di Indonesia yang statusnya daerah pabean. Seperti Jakarta, Surabaya, Medan, dan daerah lainnya di Indonesia.

Sementara produk FTZ hanya bisa dipasarkan di daerah sesama non pabean (FTZ) atau diekspor ke luar negeri. “Menjadi tidak menarik dia (FTZ, red). Masak barang dari Singapura boleh, barang dari Batam tidak boleh (dipasarkan di Indonesia),” katanya.

Selain itu, dengan fasilitas FTZ pengusaha hanya mendapatkan insentif berupa bebas pajak pertambahan nilai (PPn) dan bea masuk. Sedangkan industri di KEK akan mendapat fasilitas bebas semua pajak.

“Jadi tolong dibanding-bandingkan, kalau saya bilang lebih menarik KEK,” kata Darmin.

Hanya saja, Darmin enggan menjawab saat ditanya kapan KEK Batam akan diberlakukan. Ia hanya menegaskan, pengusaha tidak perlu memperdebatkan status FTZ atau KEK di Batam.

“Yang mau tetap di FTZ silakan. Tidak wajib masuk ke KEK,” katanya.

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam Jadi Rajagukguk sependapat jika status FTZ Batam tetap dipertahankan meskipun kelak KEK Batam sudah berlaku. Sebab sesuai Undang Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang FTZ Batam, masa FTZ Batam berlaku selama 70 tahun sejak diundangkan.

“Jadi harus ada kepastian mengenai FTZ dan KEK ini. Karena menurut saya untuk merelokasi sebuah industri ke KEK itu sangat mahal. Bisa triliunan (rupiah),” katanya.

Hal senada disampaikan Penasihat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Abidin Hasibuan. Menurut dia, pelaksanaan FTZ Batam tidak bisa dianggap sebagai penyebab kelesuan ekonomi di Batam saat ini.

Menurut dia, yang perlu dilakukan pemerintah saat ini adalah membuat pengusaha aman dan nyaman. Sebab saat ini banyak pengusaha yang hengkang dari Batam dan memilih merelokasi usahanya ke Thailand maupun Vietnam karena situasi di Batam tak lagi kondusif. Di antara penyebabnya adalah maraknya demo buruh menuntut kenaikan upah yang terjadi setiap tahun.

“Menurut saya ada oknum yang menuntut UMK tidak manusiawi. Ini yang membuat perusahaan hengkang,” katanya.

Yang paling ekstrem menurutnya adalah ketika ada demonstrasi buruh, ada perusahaan yang dipaksa tutup dan tidak beroperasi. Ia berharap pemerintah bisa memperhatikan masalah-masalah perburuhan di Batam.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution (tiga darikiri) bersama Mentri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Kementrian perindustrian, Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo, Gubernur Kepri Nurdin Basiru, kepala BP Batam lukita Dinasyah Tuwo dan Wakil Walikota Batam Amsakar Achmad memberikan keterangan pada acara rapat Kooordinasi Pemerintah, pemerintah daerah dan Bank indonesia di Hotel Radison, Jumat (13/4). F Cecep Mulyana/Batam Pos
Dorong Orientasi Ekspor

Sementara Bank Indonesia (BI) menetapkan empat langkah dalam mempercepat pengembangan industri berorientasi ekspor di Batam, Bintan, dan Karimun (BBK). Keputusan tersebut disepakati dalam Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Bank Indonesia di Hotel Radisson Batam, Jumat (13/4).

“Baik industri padat karya maupun berteknologi tinggi termasuk industri hilir,” kata Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, kemarin.

Selain itu perluasan akses pasar komoditas manufaktur serta penyediaan kawasan industri diyakini dapat mendorong berkembangnya industri nasional. Makanya untuk mewujudkan hal tersebut, ada empat langkah yang akan segera diterapkan pemerintah. Pertama adalah mendorong berkembangnya industri berorientasi ekspor di daerah melalui pemberian kemudahan perizinan dan insentif fiskal.

“Caranya adalah dengan mempercepat OSS (online single submission, red), penyediaan insentif fiskal berupa kegiatan ekspansi bisnis, industri pionir, e-commerce ,dan lain-lain,” paparnya.

Kedua adalah dengan menurunkan biaya logistik industri domestik melalui peningkatan kapasitas dan efisiensi infrastruktur konektivitas, air, dan listrik. Caranya adalah mempercepat realisasi rencana pengembangan Pelabuhan Batuampar, Tanjungsauh, dan Bandara Hang Nadim.

“Dan pembangunan instalasi air dan transmisi listrik,” katanya.

Ketiga adalah dengan memperkuat sumber daya manusia untuk mendukung penyediaan tenaga kerja dengan kemampuan yang sejalan dengan kebutuhan perkembangan teknologi dan otomasi proses produksi. Caranya adalah dengan penguatan kerja sama antara dunia industri dengan lembaga pendidikan untuk menyediakan pelatihan di lokasi produksi.

Dan langkah keempat adalah memperluas pasar ekspor industri nasional dengan menambah kerja sama perjanjian perdagangan bilateral dan multilateral (Free Trade Agreement dan Preferential Trade Agreement) dengan tetap mempertimbangkan kepentingan nasional.

“Caranya adalah dengan mempercepat proses negosiasi perjanjian kerja sama dengan pasar besar antara lain Indonesia European Union Cepa dan menjajaki dengan pasar-pasar baru non tradisional,” kata Agus. (ian/leo)

Update