Sabtu, 20 April 2024

Terpaksa Membeli Pertalite

Berita Terkait

Papan pengumuman premium dalam pengantaran terpasang | Cecep Mulyana/Batam Pos

batampos.co.id – Sulaiman, 41, menggeber motor matic-nya meninggalkan SPBU Tanjunguncang setelah mengetahui bahan bakar (BBM) Premium kosong, Rabu (11/4) siang. Sedikit laju, ia mengarahkan motornya ke SPBU Simpang Basecamp, Batuaji, Batam. Namun ketika tiba, antrean sudah mengular. Ramai pengguna motor menunggu giliran mendapatkan Premium hingga luar area SPBU.

Sulaiman terpaksa berkeliling mencari Premium lantaran keberatan dengan harga BBM dengan oktan tinggi seperti Pertalite. Harganya jauh lebih mahal dibandingkan Premium. Apalagi Peramax Turbo. Harga Premium di batam Rp 6.450 per liter. Sementara Pertalite Rp 8.150 per liter. Sedangkan harga Pertamax Turbo Rp 10.200 per liter. Untuk jenis Pertamax, di Batam hanya tersedia Pertamax Turbo saja.

“Mahal. Tak cukup uang saya kalau beli Pertamax Turbo,” ucap warga Tanjunguncang ini saat antre di SPBU Simpang Basecamp, Batuaji.

Sepuluh kilometer dari Simpang Basecamp, kondisi serupa terjadi. Di SPBU Sekupang Premium kosong. Sebagian pengendara motor mencari ke tempat lain. Namun sebagian terpaksa beralih ke Pertalite bahkan Pertamax Turbo agar kendaraan tetap bisa melaju. Salah satunya, Nowo, 37.

Pria yang bekerja di Sekupang ini, menyebutkan sebelumnya motornya menggunakan Premium. Tetapi selama beberapa pekan ia merasakan sulitnya mendapat Premium. Akhirnya ia beralih ke Pertalite. Pengeluarannya pun bertambah. Sebab, paling tidak, dalam sepuluh hari kendaraannya menghabiskan 50 liter Pertalite. Artinya, pengeluarannya untuk BBM saja sebanyak Rp 407.500 per minggu atau Rp 1.222.500 sebulan.

“Tidak ada jalan lain selain tetap membeli Pertalite atau Pertamax Turbo agar bisa beraktivitas” katanya.

Alfandi, 27, juga mengungkapkan keberatannya. Pria yang tinggal di Batuaji ini menuturkan jika membeli Premium Rp 15 ribu, tangki motornya bisa penuh. Namun jika membeli Pertalite seharga Rp 15 ribu, tangki motor tidak penuh. “Jadi pengeluaran untuk BBM pasti bertambah,” ujarnya.

Di pusat kota, pemandangan yang sama tampak di SPBU Simpang Regata, Batamcenter. Di jalan masuk SPBU terpampang plang pengumuman Premium kosong dan dalam tahap pengiriman. Sejumlah pengendara yang berniat mengisi premium terpaksa beralih ke Pertalite.

“Stok kami habis, pengiriman Premium memang agak telat. Biasanya baru dikirim sore hari,” terang Dadang Mai Asdinata, Manajer Operasional SPBU Simpang Regata, Batamcenter, Senin (9/4).

Dia berharap Pertamina bisa tegas dan tepat waktu menyalurkan Premium. Sebab ketidakpastian berdampak juga terhadap nama baik SPBU. “Kalau memang (Premium) mau dihilangkan, ya lebih baik dihilangkan. Daripada kosong begini, seolah-olah dari kami yang salah,” ucapnya.

Menurut Dadang Mai Asdinata, penyaluran Premium dari Pertamina juga terbatas. Pihaknya hanya mendapat jatah 8-16 kiloliter (KL) setiap harinya. Pada Senin, Rabu, dan Kamis, hanya mendapat 8 KL pada sore hari. Sementara pada Selasa, Jumat, dan Sabtu, jatah premium bisa 16 KL.

“Padahal kebutuhan Premium sampai 24 KL dan kami memiliki tangki yang bisa memuat Premium hingga 32 KL. Namun pasokan Premium dijatah 8-16 KL,” ungkapnya.

***

Wakil rakyat pun meminta Pertamina tidak menahan penyaluran Premium ke SPBU di Batam. Anggota Komisi II DPRD Batam, Uba Ingan Sigalingging menyebutkan saat ini beberapa SPBU kekurangan pasokan Premium. Sementara, BBM yang tersedia seperti Pertalite harganya terus naik sesuai pergerakan harga minyak dunia.

“Kalau saya melihatnya ini sudah mengarahkan masyarakat menggunakan Pertalite,” kata Uba, Jumat (6/4).

Kondisi ini, kata Uba, sangat merugikan masyarakat. Dari sisi pilihan, masyarakat tidak punya alternatif lain, sebab, Premium sudah sangat sulit dicari. Sementara dari sisi ekonomi, tak semua mampu membeli BBM nonsubsidi seperti Pertalite dan Pertamax Turbo.

“Padahal prinsipnya masyarakat tetap harus diberi pilihan, dengan menyediakan Premium di SPBU,” ujar dia.

Bila mengacu regulasi, kata Uba, pengguna BBM jenis Pertalite adalah jenis kendaraan tertentu. Namun ia melihat kecendrungan Pertamina memaksakan masyarakat menggunakan Pertalite. Seharusnya, kata dia lagi, Pertamina bisa memahami hal tersebut dengan menjaga pasar. Bukan memaksakan kepada seluruh masyarakat, karena kemampuan ekonomi masyarakat berbeda-beda.

Apalagi melihat kondisi pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat belum bagus. Hal ini, lanjutnya, sangat dikhawatirkan akan berimbas kepada meningkatnya inflasi. “Kalau kuota dibatasi sama saja dipaksakan. Jangan masyarakat ditambah susah. Makanya secepatnya kita RDP panggil Pertamina,” tegasnya.

Anggota Komisi II DPRD Batam lainnya, Sallon Simatupang pun menuntut tanggung jawab Pertamina untuk mengatasi langkanya Premium di sejumlah SPBU di Batam. “Sebab, 80 persen masyarakat di Batam ini masih menggantungkan BBM Premium untuk menjalankan kendaraannya,” ujar Sallon, Jumat (6/4).

Sallon meminta transparansi Pertamina soal pasokan Premium untuk kebutuhan masyarakat Batam. Menurutnya transparansi adalah kunci utama menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Sebab ini bukan pertama kalinya terjadi di Batam.

“Kalau Pertamina serba tertutup sampai berapa seharusnya kuota BBM Premium agar bisa mencukupi kebutuhan masyarakat Batam. Kalau itupun tak dibuka selebar-lebarnya ke publik, bagaimana kami bisa tahu berapa pastinya jumlah kuota yang mencukupi untuk masyarakat di Batam,” ujarnya

Ketua DPRD Batam, Nuryanto, juga angkat bicara. Ia menegaskan, Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas oleh pemerintah menyalurkan Premium harus segera mengklarifikasi jumlah alokasi Premium dan kebutuhan yang sebenarnya.

“Saya pikir ini harus disampaikan transparan. Kalau memang dikurangi, penyebabnya apa. Harus jelas,” tegas Ketua DPRD Batam, Nuryanto, Rabu (11/4).

Nuryanto melihat hal ini sebagai strategi Pertamina untuk secara tidak langsung memaksa masyarakat beralih ke Pertalite. Padahal, jika mengacu pada aturan yang berlaku, masyarakat harus diberi pilihan. Jadi, baik Premium, Pertalite atau Pertamax wajib disediakan tanpa mengurangi kuota dan kebutuhan di daerah.

“Biarlah masyarakat memilih. Kalau dipaksa dengan cara dikurangi jelas tidak tepat,” sebut Nuryanto.

Sementara Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Batam (YLKB), Fachri Agusta, juga meminta pihak Pertamina lebih terbuka soal kuota Premium untuk Batam. Sebab menurutnya, Pertamina tidak pernah berani transparan mengungkapkan kuota premium untuk Batam.

“Ini masyarakat yang jadi korban oleh ulah ketidaktransparan Pertamina dalam hal pasokan BBM jenis Premium,” terangnya.

Kalau Pertamina tak ingin dicurigai masyarakat mempermainkan kuota atau pasokan BBM premium di Batam, kata Fachri, hendaknya Pertamina membuka data alokasi dan kuota Premium ke Batam.

“Tolong jabarkan sejelas-jelasnya. Sebab, kondisi dan fakta di hampir semua SPBU, selalu saja BBM jenis Premium kosong” ujar Fachri lagi.

Fachri malah lebih tegas menilai kelangkaan BBM jenis premium di beberapa SPBU di Batam adalah unsur kesengajaan pihak Pertamina. “Saya yakin ada unsur kesengajaan dari Pertamina. Masyarakat sengaja diarahkan dan dipaksakan beralih menggunakan BBM non subsidi jenis pertalite,” ujar Fachri.

***

Foto. Dalil Harahap/Batam Pos

Area Manager Communication and Relations Pertamina MOR 1 Sumbagut Rudi Arifianto menampik adanya pengurangan pasokan Premium di Batam. Menurutnya, penyaluran BBM jenis Premium di SPBU se-Batam sudah dilakukan Pertamina sesuai kebutuhan masyarakat. Pengiriman Premium ke SPBU lancar. Jadi seharusnya tak ada lagi kelangkaan Premium.

Rudi menyebutkan, pasokan BBM ke SPBU di Batam normal, tak terkecuali distribusi Premium yang dipasok setiap pagi, atau paling lambat siang hari. Dia membantah hanya dilakukan pada sore hari saja. Namun saat ditanya penguragan pasokan ke SPBU dari sebelumnya 24 kiloliter (KL) per hari menjadi 8-16 KL per hari, Rudi enggan berkomentar.

Dia malah menegaskan SPBU tidak boleh membeda-bedakan atau mengkhususkan penjualan BBM jenis Premium hanya untuk sepeda motor saja atau hanya untuk mobil. Semua masyarakat harus dilayani sama. Tidak boleh ada pelarangan atau pembedaan.

“Namun saya menyarankan untuk kendaraan-kendaraan pribadi, baik mobil maupun sepeda motor, seyogyanya menggunakan BBM berkualitas tinggi sesuai dengan anjuran spesifikasi dari pabrikan,” ujarnya melalui pesan singkat.

Ia kemudian mewanti-wanti, apabila ada SPBU yang curang atau berbuat nakal saat pendistribusian atau penjualan BBM ke masyarakat, Pertamina akan memberikan sanksi tegas.

“Intinya, kalau SPBU berbuat curang hingga berdampak menyulitkan masyarakat dalam mendapatkan BBM jenis apapun itu, itu merupakan pelanggaran yang harus kami berikan sanksi untuk pembinaan. Pengelola atau pemilik SPBU harus optimal memberikan layanan BBM ke masyarakat,” ujarnya.

Namun sepekan kemudian, Pertamina akhirnya menambah pasokan bahan bakar minyak jenis Premium ke sejumlah SPBU di Kota Batam. Dari 16 KL menjadi 24 KL per hari. Di antaranya ke SPBU Regata Batamcenter dan SPBU Batuaji.

“Untuk di SPBU kami, Pertamina menambah pasokan Premium dalam dua hari ini sebanyak 8 KL. Tapi pengantaran tak bisa ditentukan waktunya, biasanya siang hari, terkadang juga sore hari,” ujar pengelola SPBU Simpang Regata, Dadang Mai Asdinata kepada Batam Pos, Kamis (12/4) sore.

Di SPBU di kawasan Batuaji, Pertamina juga menambah pasokan premium dari 16 KL menjadi 24 KL dalam beberapa hari ini. “Sabtu kemarin, kami dipasok premium 28 KL. Memang Pertamina mulai menambah pasokan premium. Tapi pengantarannya tak tentu, terkadang siang hari baru datang, kadang juga sore,” ujar Agus, pengelola SPBU di Batuaji.

Agus mengakui belakangan ini penggunaan Premium memang sangat tinggi. Setelah pasokan datang, hanya hitungan tiga sampai lima jam, stok Premium ludes terjual. Tetapi memang di SPBU tempatnya bekerja belum menjual Pertalite. Hanya Pertamax Turbo saja. Itupun jumlahnya sedikit sekitar 7 KL saja per hari.

***

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM), Pertamina ditugaskan untuk memasok Premium ke luar wilayah Jawa, Madura, dan Bali (Jamali). Adapun besarnya alokasi dan volume penugasan penyediaan dan pendistribusian Jenis BBM Khusus Penugasan ditetapkan oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).

“Penyediaan dan pendistribusian atas volume kebutuhan tahunan jenis BBM tertentu dan jenis BBM khusus dilaksanakan oleh badan usaha melalui penugasan oleh badan pengatur,” bunyi Pasal 4 dan Pasal 19 Perpres ini.

Pada tahun 2016, menurut data BPH Migas alokasi jenis BBM Khusus Penugasan(JBKP) atau Premium untuk Kepri sebanyak 384.380 KL. Namun realisasi penyaluran sebanyak 332.293 KL. Kemudian pada tahun 2017, alokasi untuk Kepri sebanyak 369.695 KL. Sementara realisasi penyaluran sebanyak 264.523 KL. Sebagian besar alokasi itu untuk Batam.

Sesuai data BPH Migas lagi, alokasi jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Premium, di wilayah Batam pada 2016 sebanyak 261.515 KL. Namun realisasi penyalurannya oleh Pertamina hanya 219.026 KL atau 83,75 persen. Sementara pada 2017 alokasi penetapan BPH Migas sebanyak 250.222 KL dan realisasi penyaluran hanya 149.582 KL atau sekitar 59,87 persen. Saat itu, Pertalite sudah mulai populer Batam.

Kemudian, berdasarkan Keputusan Kepala BPH Migas tentang Alokasi Volume Penugasan dan Penyalur PT Pertamina untuk melaksanakan Penyediaan dan Pendistribusian jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan Tahun 2018, alokasi volume penugasan pada Pertamina yang diberikan untuk melaksanakan penyediaan dan pendistribusian tahun ini sebesar 7,5 juta kiloliter (KL) untuk seluruh kabupaten/kota di wilayah Indonesia. Ini artinya ada penurunan alokasi, sebab tahun 2017 alokasinya 12,5 juta kiloliter.

BPH Migas, seperti yang kutip Jawa Pos (grup Batam Pos), menyebutkan dengan alokasi sebanyak itu semestinya tidak ada kelangkaan Premium. Namun faktanya, BPH Migas menemukan adanya kelangkaan Premium di sejumlah daerah di Indonesia, terutama di luar Jamali. Temuan BPH Migas pada Maret lalu mengungkapkan adanya kelangkaan Premium di Lampung dan Riau serta menyusul di beberapa wilayah lainnya di Indonesia.

Anggota Komite BPH Migas Hendry Ahmad berpendapat bahwa kelangkaan terjadi karena masalah penyaluran BBM. Ia menduga ada dua hal yang perlu menjadi perhatian, yakni upaya pengurangan pasokan Premium sehingga kuotanya tetap terjaga hingga akhir tahun dan juga SPBU yang lebih memilih untuk menjual BBM nonsubsidi.

“Indikasi di lapangan ada dua situasi yang terjadi, pertama ada beberapa wilayah yang karena kekhawatiran tidak cukup sampai akhir tahun mereka berusaha mengurangi. Kedua, dari SPBU sendiri karena margin premium lebih kecil dari Pertalite atau Pertamax,” sebut Anggota Komite BPH Migas, Hendri Ahcmad di kantornya, Rabu (7/3/).

Lebih lanjut Hendry menyebutkan margin pendapatan yang diperoleh dari penjualan BBM nonsubsidi memang lebih besar, yakni Rp 400. Sementara margin pendapatan untuk BBM jenis Premium hanya Rp 280. Adapun margin tersebut sudah disepakati Pertamina selaku badan usaha dengan pemerintah.

Belakangan, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menyentil Pertamina terkait masalah yang sama. Arcandra menyebut berdasarkan data yang diperiksa oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), telah terjadi pengurangan pasokan Premium di sejumlah daerah.

“Terjadi pengurangan pasokan di beberapa wilayah Indonesia dan kita lihat datanya dan ini benar datanya ada,” kata Arcandra di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (9/4). (uma/gas/rng/une/yui)

Update