Sabtu, 20 April 2024

Revolusi Digital, Puluhan Pekerjaan akan Hilang

Berita Terkait

batampos.co.id – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) memperingatkan bahwa beberapa bidang pekerjaan akan semakin tergerus dengan datangnya revolusi industri 4.0. Atau era digitalisasi industri.

Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Binalattas) Kemenaker, Bambang Satrio Lelono, mengatakan berbagai penelitian dari beberapa lembaga terkemuka seperti Oxford, McKensie, Global Institut maupun International Labour Organization memang memprediksi 50 persen pekerjaan akan hilang.

”Tetapi perlu diketahui juga, akan muncul pekerjaan-pekerjaan yang saat ini belum ada,” katanya di Jakarta, Senin (16/4).

Pekerjaan-pekerjaan tersebut di antaranya adalah resepsionis, tukang kayu, desain tiga dimensi, pengolah semikonduktor, teller bank, travel agents, juru masak fast-food dan operator mesin.

“Jenis pekerjaan seperti ahli las, staf akuntan, operator mesin, supir truk dan ahli mesin bakal mulai tersingkir. Padahal jumlah supir truk di Indonesia ada sekitar 6 juta,“ katanya.

Sementara pekerjaan-pekerjaan seperti pemeliharaan dan instalasi, mediasi, medis, analis data, manajer sistem informasi, konselor vokasi, analis dampak lingkungan akan bertumbuh. Khususnya periode antara tahun 2021 hingga tahun 2025.

Sementara periode selanjutnya, yakni antara tahun 2026 hingga tahun 2030, jenis pekerjaan perancang, pemograman kecerdasan buatan, perancang dan pengendali mesin otomasi, perancang software dan game online akan terus bertumbuh dan dibutuhkan.

Saat ini, kata Bambang, permasalahan di Indonesia adalah di sektor hulu, yakni pendidikan. Saat ini, pendidikan di indonesia masih dihadapkan pada permasalahan berupa mismatch. Yakni ketidaksesuaian antara output pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja.

”Menurut data ILO, hanya 37 persen dari total output pendidikan di Indonesia yang well match,” jelas Bambang.

Selain itu, pendidikan vokasi masih rendah. Dari total sistem pendidikan di Indonesia, baru 5,6 persen di antaranya yang berbasis vokasi. ”Sementara di negara-negara maju, prosentase pendidikan vokasi 50 persen, 50 persennya keilmuan dan akademik.” ungkapnya.

Meski demikian, Bambang mengatakan tidak perlu khawatir dan minder menghadapi revolusi industri 4.0. Yang penting terus melakukan peningkatan skill agar bisa sesuai dengan kebutuhan bidang-bidang pekerjaan di masa depan.

Teller melayani warga yang menukar uang pecahan, Rp1000, 2000, 5000, 10.000 dan 20.000 | Dalil Harahap/Batam Pos

Meskipun banyak pekerjaan hilang, Bambang menyebut banyak juga yang telah beralih pada pekerjaan-pekerjaan baru. Bambang mencontohkan kecepatan perkembangan Tokopedia.

Beberapa bulan lalu, jumlah merchandise di Tokopedia masih sebanyak 2 juta. Tapi belakangan jumlah tersebut meningkat tajam menjadi 2.700.000 merchandise. “Berarti ada 700 ribu orang yang mulanya tidak bekerja, menjadi bekerja,“ jelasnya.

Sementara itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga berusaha untuk memetakan arah revolusi dunia industri untuk mendapatkan gambaran pekerjaan-pekerjaan baru yang dibutuhkan.

“Sehingga angkatan kerjanya bisa dipersiapkan,” kata Ngakan Timur Antara, kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin.

Meski demikian, dalam negeri, kata Ngakan, dunia riset belum ditopang oleh anggaran yang mumpuni. Indonesia hanya mengalokasikan 0.3 persen dari produk domestik bruto (PDB) untuk riset, pembangunan, dan pelatihan.

“Tahun 2030 nanti kita targetkan 2 persen dari PDB,” jelas Ngakan. (tau/JPG)

Update