Selasa, 23 April 2024

Sepakat Tolak UMS

Berita Terkait

Ribuan buruh melakukan aksi demo di perwakilan Gubernur di Graha kepri, Senin (7/5). aksi unjuk rasa yang dilakukan buruh ini bertujuan untuk mendesak Gubernur Kepri, Nurdin Basirun untuk meneken Upaha Minimum Sektor Kota (UMSK) Batam yang sudah diserahkan beberapa waktu lalu. | Cecep Mulyana/Batam Pos

batampos.co.id – Gonjang-ganjing penetapan upah minimum sektoral (UMS) benar-benar memusingkan pengusaha. Mereka sepakat menolak penerapan UMS karena dianggap akan semakin memberatkan beban pengusaha.

“Momennya tidak tepat. Kita lagi fokus pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Apalagi saat ini sudah mendekati lebaran,” kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Batam, Muhammad Mansur, Senin (7/5).

Ia meminta pembahasan mengenai UMS harus ditunda. Karena tidak memberikan dampak apapun di saat ekonomi masih lesu seperti saat ini.

“Belum lagi gonjang-ganjing pembahasan FTZ menuju KEK ini. Pengusaha bisa bingung,” jelasnya.

Untuk saat ini, tingkat hunian hotel di Kepri pada Maret mengalami sedikit penurunan dibanding bulan sebelumnya. Dari 58,78 persen turun hingga 55,61 persen.

Sedangkan jumlah wisman yang berkunjung ke Batam selama periode Januari hingga Maret 2018 berjumlah 446.615 orang. Jumlahnya lebih baik dari periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai 367.926 orang.

Mansur juga mengakui memang sudah perubahan lebih baik dibanding tahun lalu. Namun hal tersebut belum menunjukkan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan sektor pariwisata di Batam.

Untuk karyawan hotel, Mansur menegaskan pendapatan yang diperoleh selama sebulan sudah jauh melebihi pendapatannya dari UMK. Penyebabnya adalah service charge money.

“Tiap karyawan hotel sudah menerima uang service charge dalam jumlah yang lumayan. Sudah melebihi gajinya lagi,” paparnya.

Ia memaparkan untuk karyawan hotel-hotel bintang tiga kebawah bisa menerima uang tips sebanyak Rp 500 ribu per bulan. Lalu untuk hotel-hotel besar bisa menerima hingga Rp 1 juta per bulan. Dan untuk resort bisa menerima hingga Rp 2 juta per bulan. Namun semuanya tentu saja bergantung pada jumlah kunjungan tamu. Semakin banyak maka hasil maksimal bisa diperoleh.

“Tunjukkanlah jiwa kebesaran itu untuk menjaga agar ekonomi tetap kondusif. Nanti kalau ekonomi sudah membaik, kenaikan bisa dipertimbangkan lagi,” ungkapnya.

Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri OK Simatupang proses penetapan UMS sedari awal memang sudah menyalahi peraturan yang tertuang dalam PP 78/2015.

“Pertama pembahasan mengenai UMS itu boleh ada atau tidak. Dan kedua sektor unggulan belum ditetapkan sesuai anjuran PP tersebut,” katanya.

Saat ini, pemerintah tidak mungkin lagi menetapkan sektor galangan kapal atau shipyard sebagai unggulan karena saat ini tengah terpuruk.

“Semua dibilang unggulan, padahal shipyard lagi terpuruk. Prosesnya itu harusnya bicara dulu dengan pelakuknya, baru setelah sepakat langsung bisa negosiasi UMS,” paparnya.

Kalangan buruh diminta jangan menuntut yang macam-macam untuk saat ini. Sebagai gambaran, di Kawasan Industri Batamindo kemarin (7/5) disesaki oleh 3.000 pencari kerja. Mereka bahkan rela digaji murah dibawah UMK asalkan bisa mendapatkan pekerjaan.

“Ini hari ada 3.000 orang cari kerja. Di sisi lain serikat buruh malah minta upah sektoral. Mereka harusnya jangan egois. Kondisi yang ada sekarang ini sudah mulai bagus, jangan diganggu lagi,” paparnya.

Ketika pengusaha industri sudah merasa terganggu dengan beragam demo dari buruh, maka mereka bisa kehilangan kesabaran.

“Nanti kalau sudah tak senang, mereka tak butuh pekerja dan akan lakukan automasi. Robot yang akan digunakan bila itu terjadi,” jelasnya.

Sedangkan Sekretaris Batam Shipyard Offshore Association (BSOA) Novi Hasbi menegaskan pihaknya menolak penerapan UMS. Namun ia enggan menjelaskan alasan penolakan tersebut.

“Kajian dan ulasannya sudah banyak dibahas di media. Kalau alasannya pasti sudah mengerti mengapa. Poin utamanya kami tidak bersedia jika UMKS 2018 Batam diimplementasikan,” pungkasnya. (leo)

Update