Jumat, 29 Maret 2024

Menarik Dolar Pekerja Asing

Berita Terkait

Potensi dana retribusi Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) di Batam relatif besar tiap tahunnya. Setiap tahun terkumpul Rp 30 miliar.

Ani Lestari, mendatangi Bank Negara Indonesia (BNI) di Batam Center, Selasa (23/4) lalu. Ani hendak membayar restribusi Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) setelah mendapat perintah bayar. Ia membawa serta dokumen-dokumen dan uang sebanyak 2.400 dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 33,6 juta. BNI adalah salah satu bank pemerintah yang ditunjuk oleh Kementerian Tenaga Kerja untuk pembayaran retribusi IMTA.

Uang sebanyak itu untuk pembayaran retribusi IMTA baru dua tenaga kerja asing (TKA) di salah satu perusahaan di Kawasan Industri Batamindo. Dua TKA itu berasal dari Swedia. Posisinya komisaris dan direktur. “Keduanya (TKA) baru, jadi ini pembayaran IMTA baru dan dibayarkan langsung ke bank yang ditunjuk,” ujar Ani Lestari staf perusahaan tersebut usai pulang bekerja, Kamis (24/5).

Ani tidak menemui banyak kendala untuk pengurusan dan pembayaran IMTA. Sebab, dokumen-dokumen persyaratan sudah terpenuhi. Hanya saja, ketika Ani menyerahkan uang, petugas bank tidak mau menerima uang kertas yang kurang mulus. Namun pada akhirnya bisa diselesaikan.

“Uangnya harus mulus, padahal kondisi uang seperti itu kami terima dari money changer. Setelah ketemu manajer bank, akhirnya bisa diselesaikan,” ungkap Ani.

Menurut Ani, retribusi IMTA baik yang baru maupun perpanjangan, dibayar oleh perusahaan yang mempekerjakan TKA. Retribusi untuk satu TKA sejumlah 1.200 dolar AS per tahun atau 100 dolar AS per bulan. Untuk retribusi IMTA baru dibayarkan ke Kementerian Tenaga Kerja. Sementara retribusi IMTA perpanjangan dibayarkan ke pemerintah daerah.

“Perpanjang IMTA ini lebih mudah dan cepat karena sudah ada input data sebelumnya. Terakhir saya mengurus perpanjangan IMTA tiga orang (TKA),” katanya saat ditemui di rumahnya.

Retribusi Perpanjangan IMTA adalah pungutan atas pemberian perpanjangan IMTA kepada pemberi kerja tenaga kerja asing. Perpanjangan IMTA adalah izin yang diberikan oleh gubernur atau bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk kepada pemberi kerja tenaga kerja asing sesuai ketentuan peraturan perundangan. Subjek Retribusi Perpanjangan IMTA meliputi pemberi kerja TKA.

Pembayaran retribusi IMTA oleh perusahaan yang mempekerjakan TKA dilakukan secara akumulatif dan kolektif. Menurut Ani, ada perusahaan yang membayar per enam bulan atau satu tahun. Bahkan ada yang lima tahun sekaligus.

“Ada yang bayar enam bulan saja karena pekerjaannya hanya enam bulan sudah selesai. Kalau bayar setahun dan ternyata pekerjaannya hanya enam bulan, rugi dong,” ujar dia.

Besarnya tarif retribusi perpanjangan IMTA ditetapkan paling tinggi sebesar tarif penerbitan IMTA yang ditetapkan dalam PP mengenai jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berlaku pada kementerian bidang ketenagakerjaan. Besarnya tarif Retribusi Perpanjangan IMTA ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Di Batam, retribusi perpanjangan IMTA diatur dalam Perda Nomor 4 Tahun 2013 tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing.

Perda ini berlaku setelah disahkan dalam rapat paripurna DPRD Kota Batam Februari 2013. Sesuai dengan Perda, mulai Maret 2013, TKA yang hendak memperpanjang IMTA diwajibkan membayar retribusi. Besarannya sama dengan Dana Pengembangan Keahlian dan Keterampilan (DPKK) atau juga sering disebut Dana Kompensasi Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang sebelumnya dibayarkan ke pemerintah pusat, yaitu 100 dolar AS per bulan.

Pada tahun itu, Disnaker Kota Batam mencatat jumlah tenaga kerja asing yang mengais rezeki di Batam sekitar lima ribu orang. Namun retribusi IMTA Kota Batam tidak bisa serta merta ditarik dari seluruh TKA. Sebab restribusi hanya ditarik dari TKA yang memperpanjang izin saja. Sementara TKA yang baru pembayarannya ke pusat.

ilustrasi

Retribusi IMTA masuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) Batam. Potensi pendapatan dari retribusi perpanjangan IMTA di Kota Batam mencapai Rp 25 miliar per tahun. Potensi ini mengacu pada jumlah TKA yang memperpanjang izin tahun 2012 yang jumlahnya 2.704 orang. Perhitungannya, jika 2.704 TKA dikalikan 100 dolar US per bulan maka dalam setahun diperkirakan potensi kas daerah yang masuk sekitar Rp 25 miliar per tahun.

Pada tahun 2013 jumlah TKA yang berkerja di Batam dan memperpanjang izin mencapai 2.878 orang. Realisasi penerimaan retribusi perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) 2013 di Batam mencapai Rp 26 miliar. Sementara tahun 2014, Pemerintah Kota Batam menaikkan target menjadi Rp 31 miliar. Target itu terpenuhi. Bahkan sepanjang tahun 2014 total pemasukan mencapai Rp 33 miliar.

Kemudian dana IMTA yang berhasil dikumpulkan Pemko Batam selama 2015 sebesar Rp 35 miliar. Tahun berikutnya, pendapatan IMTA Kota Batam pada 2016 mencapai Rp 34 miliar. Sementara pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2017, IMTA menyumbang Rp 34 miliar. Pendapatan itu diperoleh dari TKA yang memperpanjang IMTA sebanyak 2.511 orang. Nah, pada tahun ini, ditargetkan dengan nilai yang sama.

Disnaker Kota Batam mencatat ada 541 Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP) yang bekerja dan melakukan perpanjangan izin di Batam sepanjang Januari-Maret 2018. Jumlah ini mengalami penurunan dibanding periode yang sama tahun 2017 lalu yang mencapai 640 orang.

“Dari Januari hingga Maret yang baru masuk. Ada 507 tenaga kerja asing pria, dan 34 orang tenaga kerja asing wanita,” ujar Kepala Disnaker Kota Batam, Rudi Sakyakirti, Sabtu (26/5) lalu.

Dari data Disnaker, TKA yang memperpanjang izin bekerja di Batam sejak 2013 sampai Maret 2018 ini, sebagian besar bekerja di bidang industri, perdagangan, serta perhotelan. Ada juga yang bekerja di bidang pertanian, kehutanan, perikanan, pertambangan, listrik, gas, air, dan bekerja di perusahaan angkutan, pergudangan, komunikasi, keuangan, hingga asuransi.

“Dari 6.834 perusahaan yang terdaftar di Disnaker, ada 6.341 TKA, sedangkan tenaga kerja lokal sebanyak 374.448 orang,” jelas Rudi.

Kabid Promosi, Data, dan Informasi Investasi DPM-PTSP Kota Batam, Verbian Hidayat Syam, mengungkapkan bagi TKA yang memperpanjang IMTA, maka masing-masing TKA tersebut wajib membayar biaya sebesar USD 100 per bulan. “Biaya itu disetor langsung ke rekening kas daerah melalui Bank Riau Kepri,” ujar Verbian di Batam Center, Jumat (25/5) lalu.

Berdasarkan perhitungan ini, dari 541 TKA yang mengadakan perpanjangan IMTA selama triwulan pertama 2018, Pemerintah Kota Batam telah berhasil mengumpulkan Rp 757.400.000 per bulan. “Untuk IMTA mengalami peningkatan. Dalam kurun waktu tiga bulan ini, setelah kami mendata ulang, ada peningkatan,” ujar Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Batam, Gustian Riau.

Gustian Riau mengatakan, target untuk IMTA tahun ini memang tidak jauh berbeda dari tahun lalu. Dia yakin target tersebut bisa tercapai. Kalau pun tidak tercapai tidak akan jauh dari target. “Di 2018 ini kami menargetkan Rp 34 miliar dana retribusi dari IMTA ini. Tapi melihat tren sekarang, target ini bisa saja kami turunkan menjadi Rp 32 miliar,” ujar Gustian.

ilustrasi

Menurutnya, tren saat ini, dana retribusi IMTA didapatkan bukan dari para TKA yang murni mengajukan perpanjangan lagi. Tetapi Dinas Penanaman Modal dan PTSP turun langsung menjemput bola, sekaligus memeriksa langsung pekerja asing yang curang, yang menggunakan visa turis untuk bekerja. “Ada temuan, langsung kami suruh mengubah visa kerja, dan bayar retribusi,” ungkapnya.

Tak hanya itu, perubahan lainnya mengenai retribusi ini juga terjadi. Misalkan, kalau dulu perpanjangan izin ini wajib dibayar satu tahun. Namun sekarang, sudah berlaku mulai satu bulan, tiga bulan, enam bulan, hingga 12 bulan.

“Ada yang sudah bayar satu tahun, terus minta dikembalikan lagi karena sudah habis kontrak kurang dari satu tahun. Itu wajib kami bayarkan,” jelas Gustian.

Gustian juga mengungkapkan adanya perlambatan dalam perpanjangan IMTA yang disebabkan beberapa hal, seperti adanya TKA yang memutuskan pindah perusahaan mesti belum genap satu tahun bekerja atau karena perusahaan tutup. Kemudian, adanya perusahaan yang hanya mempekerjakan TKA selama tiga bulan.

“Ini yang membuat lambat, mereka pindah-pindah, bukannya per tahun, sehingga harus didata ulang. Sebab masa IMTA yang kadaluarsa, akan kita pulangkan ke negara asal,” sebut Gustian.

Ia mengingatkan agar perusahaan tidak mengganti TKA yang memiliki tenaga ahli tanpa adanya penganti. “Jangan seenaknya menganti, harus ada kaderisasi,” ujarnya.

Menurut dia, saat ini BPM-PTSP bersama instansi terkait Dinasker Kota Batam juga tengah fokus untuk mengawasi TKA yang bekerja menggunakan visa mingguan. Jika nantinya ditemukan, maka TKA itu akan diberikan sanksi sesuai Perda Ketenagakerjaan, begitu juga dengan perusahaan yang mempekerjakan.

“Sejauh ini belum ada kita temukan, tapi kita dapat informasi itu (penggunaan visa mingguan). Nah setiap minggu kita pasti mendatangi perusahaan-perusahaan untuk melihat ini. Insyallah personil kita cukup,” terang Gustian.

Anggota Komisi IV DPRD Batam Riki Indrakari mengatakan, jumlah tenaga kerja asing yang melakukan perpanjangan izin kerja di Batam relatif hampir sama setiap tahunnya. Meski memang data validnya agak berbeda antara Disnaker Kota Batam dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. “Angka TKA ini menurut saya lebih valid di kementerian,” katanya.

Menurut Riki, retribusi IMTA ini sangat membantu APBD Kota Batam. Khususnya untuk menekan angka pengangguran di Batam. “Pelatihan yang kita lakukan menampung banyak calon pekerja. Dan ini sangat penting untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja lokal,” katanya.

***

Berdasarkan data Disnaker Kota Batam, jumlah TKA yang memperpanjang IMTA di Batam pada 2013 sebanyak 2.878 orang. Kemudian pada tahun 2014 berkurang menjadi 2.729 orang dan pada 2015 sebanyak 2.613 orang TKA. Sementara tahun 2016, jumlahnya mencapai 2.700 TKA. Lalu TKA yang memperpanjang IMTA tahun 2017, sebanyak 2.511 orang.

Jumlah ini belum termasuk TKA yang baru bekerja di Batam, sebab permohonan awal ke Kementerian Ketenagakerjaan, dan TKA yang bersifat sementara. Rudi Sakyakirti mengungkapkan sepanjang tahun 2016 terdapat 6.775 TKA yang bekerja di Batam dan luar Batam. TKA di Batam, lanjutnya, memang ada dua kategori. Yakni TKA yang hanya bekerja di Batam, dan TKA yang bekerja di Batam dan luar Batam seperti di Tanjungpinang, Karimun, hingga Kalimantan.

“Yang (bekerja) di Batam saja ada 1.119 TKA,” sebut Rudi.

Menurutnya, TKA yang bekerja di Batam dan luar Batam memegang jabatan yang berbeda-beda. Di antaranya tenaga profesional sebanyak 2.981 TKA, teknisi 1.097 TKA, manajer 1.058, penasihat atau konsultan 731, direksi 485, supervisor 383, dan komisaris 40 TKA.

“Tapi secara global (Batam dan luar Batam) kebanyakan berasal dari Cina,” sebut dia beberapa waktu lalu.

Pada tahun yang sama, DPM PTSP mencatat TKA berdasarkan perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) didominasi warga asal Singapura dan India. Selain dua negara itu, TKA yang mendominasi bekerja di Batam adalah TKA dari Malaysia, Tiongkok, dan Filipina.

“Dari tahun ke tahun, pekerja Singapura dan India berada di urutan pertama perpanjangan IMTA di Batam,” ujar Gustian Riau.

Menurutnya, TKA yang bekerja di Batam umumnya datang dari 42 negara. Kondisi tahun 2016, juga terlihat pada tahun 2017 lalu. Sebagian besar TKA datang dari Singapura, India, Malaysia, Filipina, Tiongkok, Inggris, Jepang, Bangladesh, dan juga negara lainnya.

“Kalau tahun ini, trennya lebih banyak dari Singapura, Malaysia. Cina juga banyak. Trennya sudah berubah memang. Kalau dulu banyak TKA yang jadi direktur perusahaan, pengusaha dan ahli profesional, kalau sekarang banyak yang sudah buruh kasar istilahnya. Tidak long term lagi,” jelasnya.

Rudi mengatakan, TKA yang akan bekerja ke Indonesia harus sesuai peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker). Misalnya, tenaga profesional, teknisi, manajer, konsultan, direksi, supervisor, hingga komisaris. Karena sistemnya transfer ilmu, jadi TKA yang bekerja nanti memberikan ilmu dan pengalaman kerja mereka kepada tenaga kerja lokal.

“Sedangkan untuk lainnya tetap dipegang oleh tenaga kerja lokal,” sebut mantan Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) Kota Batam ini.

Data dari Imigrasi Batam tercatat, pada tahun 2015, jumlah orang asing pemegang izin tinggal berdasarkan ITAS, ITAP, ITK, dan Dahsuskim, sebanyak 12.173 orang. Pada tahun 2016 meningkat menjadi 12.809 orang. Kemudian pada tahun 2017, turun menjadi 9.189 orang. Sementara hingga Maret 2018, sebanyak 2.412 orang.

Menurut Kepala Imigrasi Kelas I Batam, Lucky Agung Binarto, TKA yang masuk ke Indonesia, khususnya di Batam, bukanlah tenaga kerja teknis lapangan. Tetapi tenaga ahli dengan kapasitas setingkat manajer, advisor, direksi, dan komisaris. Jadi TKA tidak mudah begitu saja datang bekerja di Indonesia tanpa keahlian.

“Kemudahan yang diberikan pemerintah itu ya bukan mudah tanpa persyaratan. Jadi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang TKA, hanya menyederhanakan proses birokrasinya, bukan persyaratannya,” katanya.

***

Retribusi IMTA sejatinya adalah program Kementerian Tenaga Kerja. Namun Pemerintah Kota Batam melihat program itu sangat bagus untuk diterapkan karena Batam merupakan kota industri dan perbatasan antara Singapura dan Malaysia. Pada akhir 2012, pemerintah menerbitkan PP Nomor 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Dengan PP itu, pemerintah daerah bisa menarik langsung retribusi TKA dan mengelola uangnya. Pemerintah Kota Batam menyambut PP itu dengan optimistis dan langsung menyusun Perda IMTA.

Penyusunan Perda IMTA realtif sangat singkat. Hanya memakan waktu satu bulan setelah dikaji. Perda itu kemudian disahkan awal Februari 2013 dalam sidang paripurna di DPRD Kota Batam. Dengan disahkannya Perda itu, Kota Batam menjadi kota pertama di Indonesia yang melahirkan Perda tentang Retribusi Izin Memperkerjakan Tenaga Asing (IMTA). Selanjutnya, April 2013, Perda sudah diterapkan.

Sesuai Perda Kota Batam Nomor 4 tahun 2013, sekurang-kurangnya 70 persen dari penerimaan retribusi perpanjangan IMTA harus dialokasikan untuk pelaksanaan pengembangan keahlian dan keterampilan tenaga kerja lokal. Hanya saja ada ketentuan bahwa 70 persen itu baru berlaku setelah lima tahun Perda diterapkan.

Anggota Komisi IV DPRD Batam Ricky Indrakari meminta supaya Pemko Batam mengalokasikan 70 persen atau sekitar Rp 24 miliar dana untuk sertifikasi calon pekerja dengan leading sector oleh Disnaker.

Gustian Riau menyebutkan, dana retribusi IMTA diserahkan ke Disnaker untuk realisasi pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan kepada tenaga kerja lokal, khususnya Tenaga Kerja Indonesia pendamping TKA.

“Iya. Dana IMTA itu memang digunakan untuk peningkatan kemampuan tenaga kerja di Batam, dan juga untuk pelatihan warga pencari kerja,” ujar Kepala Disnaker Batam, Rudi Sakyakirti membenarkan.

Rudi mengklaim, pelatihan ini telah mereka laksanakan. Tujuannya untuk meningkatkan kompetensi pekerja sesuai dengan bidang kerja yang bersangkutan. Diharapkan, dengan peningkatan kemampuan maka pekerja lokal dapat menggantikan posisi TKA di perusahaan-perusahaan.

Selain itu, dana IMTA juga digunakan untuk sertifikasi profesi berstandar internasional. Sertifikasi perlu untuk meningkatkan kemampuan tenaga kerja lokal sehingga bisa menggantikan posisi TKA. Sertifikasi juga mengangkat derajat tenaga kerja lokal karena keahliannya diakui sehingga gajinya pun bisa meningkat. (uma/cha/yue/she/ian)

Update