Jumat, 29 Maret 2024

102 Anak Disabilitas Butuh Perhatian

Berita Terkait

batampos.co.id – Orangtua yang memiliki anak penyandang disabilitas di Kabupaten Anambas, banyak yang belum mengetahui cara merawat anak disabilitas. Jika dibiarkan maka sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak tersebut.
Ini dikarenakan merawat anak penyandang disabilitas membutuhkan perawatan yang berbeda.

Ini diketahui saat Unit Pelayanan Sosial Keliling (UPSK) dari Provinsi turun ke sejumlah lokasi di Anambas. Seperti Tarempa, Matak, Desa Nyamuk dan sejumlah desa lainnya. Mereka menemukan penyandang disabilitas yang belum men­dapatkan terapi.
Dari hasil pendataan, di Anambas terdapat 102 anak penyandang disabilitas. 37 anak tunadaksa, 5 anak tunanetra, 22 anak tunarungu wicara, 13 anak tunagrahita, dan 25 anak cacat ganda yakni cacat fisik dan mental.

Beberapa dari mereka ada kondisinya tidak terlalu parah, tapi banyak juga yang kondisinya parah dan hanya bisa berbaring saja. “Lebih parah lagi di Anambas sampai saat ini belum ada SLB (sekolah luar biasa),” ujar Emilda, ketua Forum Komunikasi Keluarga Anak Dengan Kecacatan (FKKADK) Provinsi Kepri Senin (28/5).

Padahal, jika orangtua penyandang disabilitas mengerti, maka disabilitas pada anak bukan penghambat masa depan anak. Anak disabilitas sama seperti anak pada umumnya.
Salah satunya untuk memeroleh hak keberlangsungan hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
“Ini sesuai amanat Konvensi Hak Anak maupun Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak,” ungkapnya lagi.

Pada dasarnya, pelayanan dan rehabilitasi sosial anak disabilitas merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga. Pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial pun, memiliki pusat rehabilitasi untuk penyandang disabilitas agar mereka dapat memiliki kemampuan yang diharapkan. Sayangnya, pemahaman keluarga dan lingkungan sekitar, lagi-lagi menjadi kendala dalam merealisasikan hal ini.

Ia mencontohkan saat melakukan UPSK di Matak yang menemukan penyandang disabilitas tuna rungu yang memiliki kebiasaan menjahit. Pihak keluarga pun terkesan enggan mengizinkan anaknya dikirim ke pusat rehabilitasi setelah ditawarkan.
“Memang untuk merubah pola pikir masyarakat ini tidak mudah. Perlunya motivasi dan pemahaman kepada keluarga penyandang disabilitas ini juga merupakan hal penting,” bebernya.

Menurutnya, FKKADK bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman orang tua, keluarga dalam memerikan pelayanan terhadap anak disabilitas.
Ini terbentuk saat Kementerian Sosial bersama Dinas Sosial Provinsi Kepri mengundang para orang tua penyandang disabilitas pada tahun 2010. “Intinya, kita tak ingin ada anak disabilitas salah penanganan,” ujar Emilda.(sya)

Update