Rabu, 17 April 2024

Kuncinya: Pengelolaan

Berita Terkait

Sebenarnya ada yang minta saya menulis tentang polemik Free Trade Zone (FTZ) dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Tapi saya tolak. Saya mencoba menganggap bahwa keduanya sama.

Saya kurang berani mengulasnya. Apalagi membanding-bandingkan keduanya. Kenapa? Ini sangat-sangat sensitif. Salah sebut saja bisa panjang urusannya. Bisa runyam. Saya juga tidak mau menyebut ada kepentingan tertentu di balik polemik ini, karena takut fitnah. Apalagi ini bulan puasa. Hehehehe.

Alangkah baiknya, saya tunggu saja ending-nya. Tidak mau berpolemik. Lebih baik hanya menjadi pendengar saja. Lagian, apapun yang diputuskan nantinya, adalah yang terbaik untuk kita semua.
Bagi saya, perdebatan soal FTZ dengan KEK itu soal sudut pandang. Dari si A, baiknya ini. Dari si B, baiknya itu. Tapi kalau sudah sama-sama ngotot, ya enggak bakalan ketemu.

Tapi secara keseluruhan, baik FTZ maupun KEK sama-sama bagus. Ada plus-minusnya. Kalau diibaratkan makanan, sama-sama enak. Lezat. Sama-sama baik untuk kemajuan negeri ini, khususnya Batam.

Persoalannya, dua-duanya bisa menjadi tidak baik. Bisa tidak produktif. Juga tidak bermanfaat. Atau justru merugikan kita semua. Kenapa demikian? Jika salah kelola. Kalau sudah salah demikian, dua-duanya jadi jelek.

Kalau tidak salah, sudah banyak yang belajar ke Batam. Kalau tidak salah lagi, beberapa negara yang “berguru” ke Indonesia, baik di Batam atau daerah lain, semuanya berhasil. Singapura, Malaysia, hingga Tiongkok pernah belajar ke Batam. Sekarang, Singapura, Johor, dan Hainan maju.

Menurut saya pribadi, FTZ dan KEK itu mirip-mirip dengan perusahaan. Salah kelola akan bahaya. Salah urus bisa pupus. Salah ambil kebijakan, tidak maju. Bisa-bisa bangkrut.
Sehingga, agar perusahaan itu bisa tumbuh, kuat, dan belaba, dibutuhkan orang-orang yang benar-benar mau kerja. Loyal, tangguh, dan berkemampuan. Satu visi dan memahami arah kebijakan perusahaan.

Pun demikian dengan FTZ atau KEK. (Lagi-lagi) kalau saya pribadi mengatakan, sama-sama bagus. Asal dikelola dengan baik. Kebetulan saya pernah tinggal di kawasan FTZ atau KEK. Batam yang saya tinggali sekarang adalah daerah FTZ, sementara di Kaltim saya pernah tinggal di sekitar KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan yang berada di Kabupaten Kutai Timur (Kutim).

Bagaimana rasanya? Mana yang paling enak? Manakah yang lebih maju?
Tidak perlu saya jabarkan lebih detail. Cukup umum saja. Yang pasti sama-sama kurang oke.
Selama tinggal di kawasan FTZ, saya justru merasakan biaya hidup dan barang-barang mahal. Padahal, katanya bebas pajak. Agak aneh memang. Tinggal di Balikpapan yang ada pajaknya, justru lebih murah.

Sedangkan tinggal di daerah KEK, persoalannya listrik dan air susah. Gersang pula. Bahkan, Kutim yang “memiliki’ KEK merupakan kabupaten termiskin ketiga di Kaltim berdasarkan data Badan Pusat Statistik.

Dengan demikian, saya memberanikan diri memberikan penilaian, bahwa yang sebenarnya terjadi adalah faktor salah kelola. Kalau dilihat konsep, baik FTZ maupun KEK bagus-bagus saja sih. So, selama dikelola dengan baik dan benar, apakah itu FTZ atau KEK, hasilnya akan baik. (*)

 

Guntur Marchista Sunan
Direktur Batam Pos

Update