Jumat, 29 Maret 2024

Dewan Pertanyakan Bunga Dana Reklamasi Pascatambang

Berita Terkait

Salah satu lahan pascatambang di Sei Carang Tanjungpinang masih terlihat gersang karena belum dilakukan penghijauan. F. Yusnadi/batampos.co.id

batampos.co.id – Legislator Komisi II DPRD Kepri, Onward Siahaan mendesak Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepri membuka ke publik besaran bunga dana jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang yang selama bertahun-tahun disimpan di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang ada di Kabupaten/Kota di Kepri.

“Kita dukung sikap tegas Pemprov mengambil alih dana tersebut beserta bungan,” ujar Onward Siahaan, Rabu (27/6) di Tanjungpinang.

Politisi Partai Gerindra juga meminta Dinas ESDM Kepri menjelaskan secara detail, apakah dana reklamasi pascatambang yang selama ini tertanam di BPR hanya dititipkan atau didepositokan. Pihaknya yakin dana itu didepositokan sehingga dana Rp 233 miliar tersebut sudah menghasilkan bunga yang cukup karena telah disimpan di bank bertahun-tahun.

“Kita tidak ingin ada permainan yang menguntungkan pihak-pihak tertentu,” tegas Ownard.

Atas dasar itu, Onward meminta ESDM Kepri harus hati-hati dan teliti. Artinya tidak serta merta menerima pemindahan dana tersebut dari Kabupaten/Kota ke Provinsi Kepri. Harus dipastikan apakah sudah masuk bunganya atau hanya pokoknya saja diberikan. Ia juga berharap, ESDM Kepri bisa memberikan penjelasan detail ke DPRD Kepri, khususnya komisi yang membidangi soal keuangan.

“Semakin cepat dijelaskan akan semakin baik. Sehingga tidak menimbulkan prasangka yang tidak-tidak,” kata Onward.

Diberitakan sebelumnya, Enam Kabupaten/Kota di Provinsi Kepri bersama Pemprov Kepri sepakat menuntaskan polemik dana reklamasi pascatambang sebesar Rp 233 miliar. Titik temu tersebut dituangkan dalam perjanjian komitmen yang melibatkan Kabupaten/Kota, Pemprov Kepri, dan perusahaan tambang.

Sementara itu, Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepri, Amjon mengatakan dana reklamasi pascatambang sebesar Rp 233 miliar masih mengendap di sejumlah Bank Perkreditan Rakyat yang ada di Kabupaten/Kota di Kepri.

Dana ini menjadi sorotan serius Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena sudah dua kali menjadi temuan BPK. Bahkan KPK sudah memberikan peringatan agar dana tersebut segera dipindahkan ke provinsi yang memiliki rekening bank pemerintah.

“Kita dideadline oleh KPK, bahwa persoalan pemindahan dana reklamasi pascatambang harus tuntas tahun ini. Kalau tidak KPK akan bergerak,” ujar Amjon.

Seperti diketahui, regulasi tentang dana reklamasi dan pascatambang diatur di PP No.78 Tahun 2010. Regulasi turunannya berupa Peraturan Menteri No. 7 tahun 2014, tentang pelaksanaan reklamasi dan pascatambang pada kegiatan usaha Mineral dan Batubara.
Reklamasi sendiri diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.

Sedangkan kegiatan pascatambang adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah pertambangan. Setiap pemegang Izin Usaha Pertambangan atau Izin Usaha Pertambangan Khusus wajib menyetor uang jaminan reklamasi ke Pemda untuk kepentingan reklamasi area bekas tambang.

Tak hanya jaminan reklamasi, pemegang Izin Usaha Pertambangan atau Izin Usaha Pertambangan Khusus juga wajib menyetorkan dana jaminan pascatambang sebagai jaminan untuk melakukan kegiatan Pascatambang. Dua jenis dana itulah yang kini mengendap di sejumlah BPR di daerah.
Sesuai regulasi baru dimana kewenangan perizinan pertambangan dipegang Pemerintah Provinsi, maka dua jenis dana itu yang selama ini disimpan Pemda tingkat dua di BPR harus dikembalikan ke provinsi.

Kebijakan mengendapkan dana tersebut di BPR juga dinilai salah karena BPR bukan bank pemerintah, meski beberapa BPR milik Pemda. Bagi pemerintah pusat, bank pemerintah yang diakui adalah Bank Mandiri, BTN, BRI, dan BNI. Bukan BPR, meski BPR itu milik daerah. (jpg)

Update