Kamis, 25 April 2024

KEK Diyakini Dongkrak Harga Properti

Berita Terkait

batampos.co.id – Kalangan pengusaha Batam kembali menyuarakan penolakannya terhadap rencana penerapan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Batam. Mereka menilai, implementasi sistem KEK akan berdampak negatif bagi ekonomi Batam, khususnya di sektor properti.

“Jika masuk KEK, harga properti akan semakin tinggi dan tidak akan terjangkau lagi,” kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Khusus Batam Achyar Arfan, Rabu (1/8).

Achyar menjelaskan, KEK Batam rencananya akan diterapkan inclave atau di kawasan tertentu. Tidak menyeluruh di Pulau Batam. Sementara jika KEK sudah diberlakukan, maka fasilitas Free Trade Zone (FTZ) di Batam otomatis akan hilang.

Sehingga harga-harga komoditi di luar wilayah KEK, termasuk properti, dipastikan akan melambung. Sebab nantinya jual beli properti akan dikenakan pajak. Seperti pajak pertambahan nilai (PPn) dan pajak pertambahan nilai barang mewah (PPnBM).

Dengan adanya pajak ini, Achyar yakin harga properti akan semakin tak terjangkau. Khususnya bagi para kelas pekerja atau buruh pabrik.

“Kenaikan itu sangat berpengaruh bagi para pembeli. Makanya perubahan FTZ menjadi KEK itu merugikan dunia usaha,” jelasnya.

Karenanya, Achyar berharap pemerintah dan semua pihak bijak dalam menyikapi wacana penerapan KEK di Batam ini. Sebab menurut dia, yang lebih penting saat ini adalah bukan sistemnya. Melainkan fasilitas dan insentifnya yang harus terus ditingkatkan agak mampu menarik lebih banyak lagi investasi ke Batam.

“FTZ dan KEK ini kan hanya judul-judul saja. Topik utamanya adalah bagaimana memberikan insentif untuk dunia industri Batam agar bisa bersaing,” jelasnya.

REI yang juga termasuk dalam keanggotaan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menyadari bahwa model FTZ masih merupakan model ekonomi yang cocok diterapkan di Batam.”Tinggal insentifnya saja diperbanyak agar semakin kuat,” ucapnya.

Ilustrasi properti | Dalil Harahap/Batam Pos

Pandangan ini, kata Achyar, sudah ia sampaikan saat rapat koordinasi antara pengusaha Batam dengan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta, Selasa (31/7) lalu.

“Kami apresiasi Pak Darmin karena mengikutsertakan properti dalam pembahasan ini,” ungkapnya.

Masukan-masukan dari seluruh pengusaha ditampung oleh Darmin untuk mempertimbangkan nasib Batam ke depannya. Apakah masih tetap menganut FTZ atau pindah ke model ekonomi.

Pemerintah, kata Achyar, diharapkan tidak hanya fokus pada urusan industri saja. Sebab meski menyandang gelar kota industri, nyatanya saat ini lahan permukiman lebih besar dari lahan industri. Menurut data REI, lahan permukiman sudah mencapai 28 persen, sementara lahan industri baru di angka 18 persen.

“Banyak masyarakat yang tinggal di Batam ini dan akan berdampak pada kehidupan mereka jika ada perubahan-perubahan,” katanya.

Ia menegaskan pemerintah jangan sampai salah menemukan formula. Karena jika salah, maka Batam hanya akan melangkah semakin mundur.

“Pemerintah juga punya utang. Sudah 18 tahun lamanya. Yakni utang regulasi yang mengatur kewenangan antara Pemko Batam dan BP Batam,” tegasnya.

Sedangkan Deputi V Badan Pengusahaan (BP) Batam Bambang Purwanto enggan mengomentari soal FTZ dan KEK ini.

“Dari BP yang berwenang untuk bicara adalah Pak Kepala (BP Batam),” jelasnya.

Ia mengatakan BP Batam sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah pusat akan ikut segala putusan.

“Apapun keputusan pemerintah pusat akan kami laksanakan,” ujarnya. (leo)

Update