Selasa, 19 Maret 2024

BP Batam Memanfaatkan Lahan Tidur Shipyard

Berita Terkait

Sejumlah kapal terparkir dikawasan galangan kapal Tanjung Uncang Batuaji.
F Cecep Mulyana/Batam Pos

batampos.co.id – Badan Pengusahaan (BP) Batam akan memanfaatkan lahan tidur milik pengusaha galangan kapal untuk ditawarkan kepada calon investor. Kebijakan ini merupakan upaya BP Batam mengatasi keterbatasan lahan bagi investasi baru di Batam.

“Kami ingin berdiskusi dengan shipyard karena banyak lahan nganggur di lahan shipyard,” ucap Kepala BP Batam Lukita Dinarsyah Tuwo.

Lukita mengatakan, selama ini banyak calon investor yang datang dan berencana menanamkan modalnya di Batam. Namun rencana investasi tersebut kerap batal karena terkendala ketersediaan lahan.

Lukita menyebut, jumlah alokasi lahan industri di Batam saat ini memang terbatas. Hanya sekitar 16 persen dari total lahan yang tersedia. Jumlah tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan lahan untuk permukiman yang mencapai 28 persen.

Meski begitu, Lukita menekankan kebijakan pemanfaatan lahan tidur ini harus melalui diskusi dan kerja sama dengan para pengusaha shipyard. Sebab alokasi lahan ke pengusaha shipyard tersebut sudah melalui perjanjian dan terikat perjanjian sewa lahan selama 30 tahun dengan BP Batam.

“Tapi sekarang banyak shipyard yang tak aktif. Makanya banyak lahan menganggur,” kata Lukita.

Ia berharap, langkah BP Batam ini mendapat respon positif dari kalangan pengusaha shipyard pemilik laha tidur. “Mari kita diskusi untuk kepentingan industri,” katanya.

Terpisah, Ketua Batam Shipyard Offshore Association (BSOA) Sarwo Edi mengatakan pihaknya tidak keberatan dengan rencana BP Batam tersebut. Namun ia berharap, pemanfaatan lahan tidur tersebut harus diprioritaskan untuk investasi yang berhubungan dengan seksor shipyard.

“Kami tak menolak. Tapi jika mau bekerja sama, bidang usaha investornya harus yang ada hubungannya dengan shipyard,” tegasnya.

Contohnya, kata Edi, investor yang mau membuat pabrik komponen kapal seperti baling-baling atau cat kapal.

Menurut Edi, permintaan tersebut tidak berlebihan. Sebab saat dialokasikan kepada para pengusaha galangan kapal, lahan-lahan tersebut masih berupa perairan atau laut. Sehingga pengusaha sendiri yang melakukan pematangan dan reklamasi hingga menjadi lahan jadi seperti saat ini.

“Kami itu keluarkan investasi besar untuk bangun shipyard,” ucapnya.

Terpuruknya shipyard saat ini, kata Edi, merupakan siklus normal. Makanya ia meminta kepada pemerintah daerah agar jangan menambah beban pengusaha shipyard dengan menaikkan upah minimum sektoral (UMS).

“Jangan naikkan gaji terus. Kontrollah harga kebutuhan di pasar,” harapnya. (leo)

Update