Rabu, 17 April 2024

Rutin Bayar Iuran BPJS Kesehatan, Siti Nurbaya Nikmati Manfaatnya: Daging Tumbuh 400 Gram di Punggung dan Pahanya Berhasil Diangkat

Berita Terkait

Siti Nurbaya bersama cucunya Kesya menunjukkan kartu JKN-KIS-nya di rumah anaknya di Buana Vista 2 Batam Kota, Sabtu (25/8/2018). (Dokumentasi Muhammad untuk Batam Pos)

 

“Bagi saya menjadi peserta BPJS Kesehatan atau JKN-KIS tak sekadar kebutuhan, tapi juga ladang pahala. Sebab, tak hanya bermanfaat buat diri sendiri dan keluarga, tapi juga untuk masyarakat banyak,” kata Siti Nurbaya, peserta BPJS Kesehatan mandiri.

MUHAMMAD NUR, Batam

USIANYA tepat 70 tahun pada 26 Juni 2018 lalu. Namun wanita sembilan anak dan 17 cucu ini masih tampak segar. Senyumnya terus mengembang saat ditemui di rumah anak ketiganya di Perumahan Buana Vista 2 Nomor 123, Batam Kota, Batam, Kepulauan Riau, Sabtu (25/8/2018) lalu.

Wajar saja ia tersenyum, kini ia sudah merasa nyaman bergerak setelah daging tumbuh di punggung kanan dan di paha kanannya berhasil diangkat melalui operasi di Rumah Sakit Santa Elizabeth Batam Kota, delapan bulan lalu, tepatnya 22 Desember 2017. Daging tumbuh itu sudah 10 tahun di tubuhnya dan terus membesar.

“Berat daging tumbuhnya di punggung kanan 300 gram, di paha kanan 100 gram, jadi totalnya 400 gram, hampir setengah kilo,” sebutnya, sambil bermain dengan Kesya, cucu dari anak bungsunya.

Sebelumnya ia tak yakin daging tumbuh di dua titik di tubuhnya itu bisa dioperasi. Ia tak memiliki cukup dana untuk biaya operasi tersebut karena sudah pasti mahal. Apalagi ukuran daging tumbuhnya yang cukup besar.

Meski ia memiliki sembilan anak, namun ia tak ingin membebani anak-anaknya yang rata-rata hanya buruh pabrik di industri garmen di Batam, dan petani di Riau, Jambi, dan Bangka Belitung.

“Biaya hidup di Batam kan tinggi, kasihan kalau mereka harus menanggung biaya operasi saya,” ujarnya.

Ia juga ragu apakah BPJS Kesehatan mau menanggung biaya operasi yang sudah pasti mahal. Apalagi ia hanya terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan kelas dua. Itupun baru 26 Juni 2016 lalu kepesertaanya aktif.

Tak hanya itu, ia terdaftar di BPJS Muara Sabak, Kabupaten Tanjungjabung Timur, Provinsi Jambi. Jarak tempuh dari rumahnya di Parit 9, kelurahan Seitering, Kecamatan Nipah Panjang, cukup jauh, sekitar dua jam perjalanan menggunakan sepeda motor. Ia dan suami tak bisa mengendarai sepeda motor.

Belum lagi fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama di Puskesmas Nipah Panjang yang jaraknya memakan waktu empat hingga lima jam ke faskes lanjutan di Kota Jambi. “Saya sudah tua, jalanan jelek, berlubang semua, pasti sangat melelahkan,” ujarnya.

Memang masih ada anak laki-lakinya Muhammad Saleh yang tinggal sekampung dengannya yang selama ini membantu menguruskan kepesertaan BPJS-nya. Namun untuk keperluan operasi di Kota Jambi butuh waktu berhari-hari, sementara putra kedelapannya itu punya dua anak, satu masih bayi sehingga tak bisa ditinggal lama.

“Suami ada, tapi kasihan juga harus bolak balik dan belum tahu seluk beluk di Kota Jambi, kasihan nanti kelelahan, maklum sama-sama sudah tua, sama-sama lahir tahun 1948,” ungkapnya.

Siti akhirnya membiarkan daging tumbuh itu terus tumbuh di tubuhnya. Apalagi selama ini ia mengaku tak begitu merasakan sakit di area daging tumbuh itu. Hanya saja sangat menggangu ketika tidur. Susah telentang karena mengganjal di punggung kanan. Juga tak nyaman berjalan karena daging tumbuh di paha kanannya bergesekan dengan paha kirinya.

Akhirnya pada November 2017 lalu, ia memutuskan ke Batam bersama suaminya Daeng Patapa. Di Batam ada empat anaknya. Niat awalnya memang ingin operasi karena jarak rumah sakit dari rumah anak-anaknya tak begitu jauh. Transportasi lancar dan banyak pilihan rumah sakit.

Namun ia enggan mengungkapkan niatnya untuk operasi ke anak-anaknya. Selain tak ingin membebani, ia juga sudah tergolong risiko tinggi karena usianya sudah masuk 70 tahun. “Dengar-dengar bahaya operasi di usia tua begini,” katanya.

Namun, daging tumbuh di dua titik itu semakin mengganggu kenyamanannya beraktivitas. Akhinya niat operasi itu ia sampaikan ke putra ketiganya Hasanuddin yang tinggal di Perumahan Buana Vista 2. Udin, sapaan Hasanuddin kemudian mengumpulkan adik-adiknya untuk merembukkan rencana operasi tersebut.

“Sebelumnya saya tak tahu kalau ibu sudah jadi peserta BPJS Kesehatan karena kita tinggal di provinsi berbeda, dan saya tak menduga BPJS sudah masuk sampai ke kampung-kampung,” ujar Udin.

Keempat anaknya akhirnya sepakat dan mendukung ibunya untuk segera operasi menggunakan BPJS Kesehatan. Namun persoalan kemudian muncul, ibunya terdaftar di BPJS Muara Sabak, Tanjung Jabung Timur, Jambi.

Anak keempatnya, Muhammad, akhirnya mencoba mencari tahu ke kenalannya di kantor BPJS Kesehatan Batam Centre. Sang kenalan menganjurkan agar faskes ibunya dipindahkan saja ke Batam. “Dia bilang kalau ada kendala dia siap bantu, jadi saya agak tenang,” ujar Muhammad yang ditemui di tempat yang sama dengan Siti.

Dengan membawa kartu BPJS sang ibu, KTP, dan Kartu Keluarga, Muhammad lalu datang ke kantor BPJS Kesehatan Batam. Ia ikut antrean setelah mengisi formulir. Ia juga ingin memastikan sendiri apakah layanan BPJS Kesehatan benar-benar cepat dan mudah atau sulit dan lambat.

“Awalnya saya membayangkan pasti ribet, ternyata tidak. Begitu giliran antrean, hanya sekitar lima menit selesai, lama antrenya saja karena memang ramai. Syukurnya lagi, ibu saya selalu bayar iuran bulanan tepat waktu jadi lancar,” ujar Muhammad.

“Saya sempat telepon kenalan saya di BPJS Kesehatan, saya bilang tak usah dibantu karena sudah beres, cepat sekali,” ujarnya, lagi.

Yang membuat Muhammad bahagia, tanpa ditanya petugas di konter pelayanan malah bertanya kepadanya apakah butuh berobatnya cepat atau tidak? Sebab, kartu BPJS yang langsung diganti menjadi Kartu JKN-KIS yang model ATM, baru bisa aktif sekitar satu bulan kemudian.

“Saya jawab butuh cepat. Langsung saya dibuatkan selembar pengantar yang bisa digunakan untuk langsung berobat, tanpa menunggu masa aktif kartu JKN-KIS-nya itu. Yang penting tak menunggak pembayaran. Kaget saya, ternyata dipermudah,” kenang Muhammad.

Tanpa menunggu waktu lama, ia langsung membawa ibunya ke faskes tingkat pertama di Klinik Harapan Kita Puri Legenda, Batam Kota. Dengan selembar surat pengantar itu, pihak klinik melayani. Dokter klinik yang memerisa ibunya akhirnya memberikan surat rujukan ke spesialis bedah. Muhammad memilih RS Santa Elizabeth Batam Kota karena dekat dari rumahnya dan rumah kakaknya.

Di RS Elizabeth ia ditangani dr Fredy Rustam Damanik, SpB. Namun ibunya tak bisa langsung naik ke meja operasi sebab harus menjalani rangkaian pengecekan kesehatan secara menyeluruh karena tergolong risiko tinggi. “Dokter Fredy bilang, yang tergolong risiko tinggi itu ada dua, anak-anak dan orang yang sudah tua, jadi harus dipastikan semua aman baru operasi,” ujar Muhammad.

Tes kesehatan yang dilalui antara lain, tes darah di laboratorium RS Elizabeth, tes penyakit dalam oleh dokter spesialis penyakit dalam, tes jantung oleh dokter spesialis jantung, dan tes kondisi daging tumbuh yang akan diopersi tersebut oleh dokter spesialis bedah. “Alhamdulillah semuanya sehat, sehingga bisa operasi,” ujar Muhammad.

Namun masalah kemudian muncul ketika sudah ditetapkan jadwal operasinya yakni 22 Desember 2017. Sang ibu rupanya takut dibius total, sementara operasi daging tumbuh di bagian punggung harus bius total. “Saya takut tak bangun lagi,” kata Siti.

Muhammad kemudian menyakinkan ibunya bahwa hasil uji kesehatan lainnya ibunya layak dioperasi. Selain itu, manajemen BPJS Kesehatan sudah setuju menanggung seluruh biayanya. Ini kesempatan berharga, sebab jika ditunda umur terus bertambah sehingga risiko makin tinggi. Sang ibu akhirnya mau dan pada 22 Desmber 2017 ia dioperasi.

Operasi berjalan lancar, daging tumbuh di punggung kanan berhasil diangkat. Setelah beberapa jam, ibunya siuman lalu keluar dari ruang operasi menuju ruang perawatan. “Daging tumbuh itu dikasikan dokter, saya timbang 300 gram, bentuknya gumpalan lemak menempel di daging. Kata dokter itu tergolong tumor, tapi jinak,” ujar Muhammad, sambil menunjukkan foto gumpalan danging tumbuh yang berhasil diangkat.

Daging Tumbuh seberat 300 gram yang berhasil diangkat dari punggung kanan Siti Nurbaya saat operasi 22 Desember 2017 lalu di RS Santa Elizabeth Batam Kota. (Dokumentasi Muhammad untuk Batam Pos)

Sang ibu setelah siuman tak henti-hentinya mengucap syukur. “Alhamdulillah, setelah sekitar 10 tahun akhirnya daging tumbuh itu berhasil diangkat. Terimakasih BPJS, terimakasih dokter,” ujar sang ibu.

Tiga hari kemudian dia diperbolehkan pulang. Selanjutnya rawat jalan. Untuk membuka jahitan, dokter Fredy merekomendasikan cukup di faskes tingkat pertama di klinik Harapan Kita Puri Legenda agar tak perlu antre lagi di RS.

Sekitar satu bulan lebih, luka bekas operasi sembuh. Siti kembali meminta pengantar dari faskes tingkat pertama ke faskes lanjuutan RS Santa Elizabeth Batam Kota untuk operasi kedua, mengangkat daging tumbuh di bagian paha kanan.

“Saya sengaja minta tak bersamaan karena takut ibu tak bisa jalan, jadi di punggung dulu baru operasi daging tumbuh di paha kanan,” kata Muhammad.

Operasi kedua tak dibius total lagi. Hanya separoh badan. Bagian pinggang ke bawah. Operasi juga berjalan sukses. Daging tumbuh yang di paha beratnya sekitar 100 gram berhasil diangkat. “Jadi totalnya 400 gram, hampir setegah kilo,” kata Muhammad.

Saat ditemui di rumah anaknya Sabtu (25/8/2018), Siti menunjukkan bekas operasi di punggung dan pahanya. “Alhamdulillah sudah sembuh semua,” ujarnya.

Siti dan empat anak-anaknya yang ditemuai di rumah masih terus mengucap syukur dan terimakasih ke BPJS Kesehatan karena mulai dari mutasi faskes hingga semua biaya ditanggung BPJS Kesehatan.

“Saya yang tanda tangan, total dua kali operasi biayanya sekitar Rp 14 jutaan lebih. Itu baru di faskes lanjutan, belum termasuk di faskes pertama di klinik. Semua ditanggung BPJS,” ujar Muhammad.

Menarinya lagi, saat ia kembali ke kampung halamannya di Parit 9, Sungai Tering, Nipah Panjang, Tanjab Timur, setelah operasi dan sembuh tiga bulan berikutnya, Siti sempat mengeluhkan kondisi kedua matanya. Air matanya terus menetes dan perih. Beberapa tahun lalu ia memang pernah operasi katarak di Jambi.

Ia sempat bingung ketika akan berobat ke RS di Jambi. Sebab, faskesnya tingkat pertama maupun lanjutan terdaftar sudah terlanjur mutasi ke Batam. “Alhamdulillah, anak saya Muhammad Saleh yang di Jambi melapor ke kantor BPJS di Sabak, ternyata tetap bisa dilayani di faskes pertama maupun lanjutan. Akhirnya saya bisa cek kesehatan mata yang biayanya ditanggung BPJS Kesehatan,” ujar Siti.

Hal ini juga dibenarkan anaknya saat dihubungi, Minggu (26/8/2018) malam. Ia mengakui saat sama sekali tak ada kendala. BPJS selalu memberikan kemudahan dimanapun akan berobat.

“Kuncinya satu, jangan menunggak iuran. Mau dilayani dengan baik, tunaikan kewajiban lebih dahulu. Ibu saya bukti hidup yang merasakan manfaatnya,” tegas Saleh.

Siti juga membenarkan, ia dan suaminya Daeng Patapa tak pernah absen membayar iuran bulanan yang besarnya masing-masing Rp 51 ribu. Suami istri jadi Rp 102 ribu per bulan untuk kelas 2. Tak hanya dia dan suaminya, sembilan anaknya beserta suami atau istrinya dan 17 cucunya juga jadi peserta BPJS Kesehatan (JKN-KIS).

“Suami saya walaupun tak pernah menggunakan BPJS Kesehatan untuk berobat, tapi tak pernah berhenti bayar iuran. Kami niatkan untuk membantu orang lain yang membutuhkan. Gotong-royong untuk kesehatan semesta. Jadi jangan ragu jadi peserta BPJS Kesehatan. Manfaatnya banyak dan ini ladang pahala. Menariknya, orang yang kita bantu tak pernah kita tahu siapa sehingga kita jauh dari sikap ria (sikap ingin dipuji, red),” ujar Siti, mengakhiri.

Di tempat terpisah, Kepala Bidang Kepesertaan dan Pelayanan Pelanggan BPJS Kesehatan Batam, Maucensia Septiana N mengatakan, membayar tepat waktu memang sangat dianjurkan karena banyak yang membutuhkan bantuan perawatan.  “Jangan sampai lewat dari tanggal 10 setiap bulannya,” ujarnya.

Ia mengakui BPJS terus melakukan inovasi untuk memberi kemudahan pelayanan. Antara lain, memperbanyak fasilitas tempat pembayaran, sehingga semakin mudah diakses, bisa mendaftar secara online lewat ponsel dengan mengunduh aplikasi JKN-KIS di Playstore, bisa mengecek status pembayaran secara online, dan lainnya.

Namun, jika memang terlanjur menunggak, BPJS tetap memberikan keringanan. Selain tetap dilayani di faskes tingkat lanjutan, juga ada keringanan pembayaran denda.

“Kita memberikan waktu 3×24 jam sebelum keluar RS untuk membayarkan iuran yang tertunggak,” katanya.

Maucensia juga meyakinkan, faskes tak boleh menolak pasien. Ketentuan itu diatur di Permenkes 28/2015. Bahkan, jika seorang pasien datang dan lupan membawa kartu JKN-KIS-nya, tepat harus langsung dilayani. Keluarga pasien punya waktu 3×24 jam untuk menunjukkan kartu JKN-KISnya itu.

“Pokoknya pasien harus ditangani dulu,”  ujar Maucensia. Namun jika berobat di faskes tingkat pertama, kepesertaan wajib aktif.

Hal ini juga dibenarkan Kepala Bidang Penjaminan Manfaat Rujukan BPJS Kesehatan dr Retri Flori HS. “Benar, keluarga pasien diberi waktu melunasi tunggakan dan denda 3 x 24 jam,” ujar dokter Ori, sapaan akrab retri Flori.

Kalaupun tenggat waktu 3×24 jam peserta BPJS Kesehatan  tak dilunasi tunggakan, pihak keluarga atau pihak rumah sakit bisa berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan untuk mencari jalan keluar terbaik. “Intinya, kita akan terus memberikan kemudahan dan pelayanan terbaik. Jadi kami juga berharap peserta patuh membayar iuran,” ujar Ori.

Kepala Bidang Perluasan Peserta dan Kepatuhan BPJS Batam, Robert juga menggugah peserta BPJS Kesehatan agar membayar tepat waktu. “Jangan baru tergopoh-gopoh saat sakit dan butuh pelayanan BPJS Kesehatan,” ujarnya.

Ia menyebutkan umumnya yang menunggak peserta mandiri yang kurang mampu. Namun solusi ini bisa diatasi dengan melibatkan pemda. Umumnya Pemda punya alokasi anggaran untuk membantu pembayaran iuran peserta BPJS Kesehatan bagi yang kurang mampu.

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Batam, Zoni Anwar Tanjung menambahkan, ada solusi terbaik jika pemda mau, yakni meniru apa yang dilakukan Pemprov Nangroe Aceh Darussalam (NAD) yang menanggung semua iuran BPJS Kesehatan warganya, sehingga tak ada lagi yang menunggak pembayaran. BPJS Kesehatan dan mitra faskesnya juga bisa fokus memberi pelayanan terbaik. “Kesehatan masyarakat ini tanggungjawab bersama,” ujar pria yang pernah menjadi Kepala BPJS Kesehatan Cabang Langsa, Aceh Utara ini. ***

Update