Manis dan gurih adalah kesan pertama dirasakan setiap orang yang mencicipi camilan ringan khas asal Bunda Tanah Melayu. Camilan ringan ini memang makanan khas masyarakat Melayu Kabupaten Lingga, bukan dari daerah lainnya.
WIJAYA SATRIA, Lingga
Orang sekitar atau masyarakat Lingga menyebutnya keripik sagu lenggang. Sesuai dengan namanya, maka-nan berbahan dasar sagu itu berbentuk butiran. Untuk memberi rasa manis, adonannya dicampur gula merah cair. Setelah selesai diadon dan dicetak tipis, kepingan keripik tersebut digoreng.
Adalah Nurhayati, satu-satunya warga Dabo Singkep yang membuat keripik sagu lenggang. Perempuan yang juga menjabat sebagai ketua RT 03 di Kelurahan Dabo ini telah melestarikan makanan khas Lingga sejak belasan tahun silam.
Untuk memenuhi permintaan warga sekitar, Nurhayati menghabiskan bahan dasar sagu sebanyak 2 kilogram hingga 3 kilogram setiap harinya. Mengolah adonan, hingga menggoreng keripik dilakoni Nurhayati untuk membantu menambah penghasilan suaminya sebagai pemilik bengkel las.
Kepandaian Nurhayati membuat keripik khas Melayu Lingga ini bukan tiba-tiba. Dia mengaku dapat membuat keripik sagu lenggang setelah belajar dari temannya yang berdomisili di Daik Lingga.
“Kalau di Daik Lingga memang banyak warga yang masih membuat keripik khas Kabupaten Lingga ini,” ungkap Nurhayati sembari menggoreng keripik tersebut.
Wanita berkerudung itu juga memberikan sedikit rahasia agar keripik sagu lenggang ini memiliki citarasa yang gurih dan enak. Dia menyarankan agar mencetak adonan keripik setipis mungkin sehingga saat dalam proses peng-gorengan semua butiran sagu dapat digoreng dan menjadi gurih.
Sambil terus menggoreng, Nurhayati juga menceritakan kalau Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lingga pernah memesan ratusan keping keripik sagu lenggang kepada-nya. Saat itu, Pemkab Lingga akan mengikuti kegiatan pameran di Ban-dung. Salah satu makanan khas Lingga yang dipamerkan adalah keripik sagu lenggang.
“Pernah beberapa kali Pemerintah memesan keripik ke rumah saya ini. Untuk pameran kata mereka, beberapa kali saya ingat,” tuturnya.
Namun, Nurhayati mengaku kesulitan memasarkan keripik sagu lenggang. Sedangkan jika berharap pameran yang diikuti pemkab, tidak bersifat terus menerus. Nurhayati membuat keripik hanya memenuhi pesanan lokal dan beberapa kedai sekitar rumahnya.
Keripik sagu lenggang salah satu warisan masakan khas Bunda Tanah Melayu yang hampir terlupakan. Kondisi ini terlihat dari makin sedikitnya warga yang melestarikan masakan ini. Ditambah kurangnya bantuan untuk pemasaran keripik sagu lenggang.
Keripik sagu lenggang yang dibuat Nurhayati hanya ala-kadarnya dan mampu memenuhi permintaan lokal saja. Padahal potensi ekonomi dari penjualan keripik sagu lenggang yang gurih dan manis tersebut sangat tinggi.
Jika pemasaran makanan ringan ini bisa menembus luar Dabo Singkep, tentunya akan menjadikan makanan khas ini dapat terjaga dan meningkatkan ekonomi pelaku industri rumahan ini. ***