Jumat, 29 Maret 2024

Saya Lahir di Sini, Ingin Bantu Lombok Bangkit Lagi

Mengikuti Lalu M Zohri Pulang Kampung ke Lombok Utara

Berita Terkait

Lalu M. Zohri di antara keluarga dan tetangga di Lombok Utara kemarin. (F. Farid S Maulana/Jawa Pos)

Meski waktu istirahat bakal banyak tersita karena antusiasme yang menyambut, Lalu Muhammad Zohri tetap memilih tinggal di rumah masa kecilnya. ”Saya ingin ke pantai lagi, main bola dengan teman-teman,” katanya.

FARID S. MAULANA, Lombok Utara

TIBA-tiba saja keheningan menyeruak. Di dalam mobil berpenumpang sepuluh orang yang tengah melaju menuju Lombok Utara itu. Tak lama setelah Lalu Muhammad Zohri menyelesaikan kalimatnya. ”Saya lahir dan besar di sini, ingin ikut merasakan dukanya. Ingin bantu Lombok bangkit lagi,” kata juara dunia lari 100 meter U-20 itu.

Matahari begitu terik memanggang Lombok kemarin (31/8). Di kanan-kiri jalan tampak reruntuhan teronggok. Rentetan gempa yang mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), sejak 29 Juli lalu memang meluluhlantahkkan puluhan ribu bangunan. ”Dulu banyak rumah berjejer, sekarang bisa rata begitu,” ucap Zohri lagi sambil matanya tidak pernah lepas dari reruntuhan rumah dan tenda-tenda pengungsian di sepanjang jalan.

Jawa Pos berada di mobil yang sama dengan Zohri yang juga mengangkut empat atlet atletik asal NTB lainnya. Baik Fadlin, Sapwaturrahman, Andrian Yasin, maupun Yuliana, semuanya larut dalam keprihatinan yang sama dengan Zohri melihat Lombok sekarang ini.

Mobil terus melaju. Membawa para atlet yang baru saja tampil di Asian Games 2018 itu. Menuju kampung halaman Zohri di Desa Karang Pansor, Kabupaten Pemenang, Lombok Utara.

Ini kepulangan pertama Zohri setelah menang di Finlandia Juli lalu. Kemenangan yang melambungkan namanya. Yang membuat pemuda 18 tahun itu kebanjiran hadiah dari berbagai penjuru.

Namanya semakin melejit setelah bersama Fadlin, Bayu Kartanegara, dan Eko Rimbawan meraih medali perak Asian Games nomor 4 x 100 meter pada Kamis malam lalu (30/8). Sebelumnya Zohri juga jadi satu-satunya pelari Asia Tenggara yang berhasil menembus final 100 meter.

Karena itu Zohri sadar, kepulangannya bakal berbeda kali ini. Dia tidak akan lagi bisa seenaknya naik angkutan umum dari Bandara Internasional Lombok menuju kampung halaman. Tidak lagi bisa berjalan-jalan bebas ke pantai dan bermain dengan sahabat-sahabat kecilnya dulu ketika sampai di rumah. Popularitas membuatnya tak bisa sebebas dulu lagi.

Karena itu, sejak keberangkatan dari Bandara Soekarno-Hatta kemarin pagi, Zohri sengaja mencoba menutupi wajahnya. Anak bungsu di antara tiga bersaudara tersebut sedang tidak ingin dikerubungi orang-orang yang minta foto atau sekadar menyapa.

Sama sekali bukan karena sombong. Semata agar bisa beristirahat sejenak. Tenaganya masih sangat terkuras dalam final estafet beberapa jam sebelumnya. ”Tadi malam (Kamis malam, Red) saja baru pulang dari stadion (Gelora Bung Karno) jam berapa,” katanya kepada Jawa Pos.

Toh, upaya ”menyamar” itu gagal total. Di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta beberapa orang langsung mengenali. Minta foto dan mencubit-cubit tubuh putra pasangan Lalu Ahmad dan Saeriah yang sama-sama telah berpulang itu.

Padahal, saat itu dia tidak sendiri. Zohri tiba bersamaan dengan Fadlin, Sapwaturrahman, Andrian, dan Yuliana. Juga pelatih lompat jauh Indonesia Arya Yuniawan Purwoko. ”Sudah terkenal sekarang. Saya ikut bangga,” kata Fadlin melihat rekannya yang sebelas tahun lebih muda darinya tersebut sibuk dimintai foto oleh beberapa orang.

Kejadian serupa terulang setiba di Bandara Internasional Lombok di Lombok Tengah. ”Nak, saya bangga sama kamu. Hebat Zohri,” ujar Ketua Dispora NTB Hj Husnanidiaty Nurdin sembari menampar-nampar wajah Zohri gemas.

Zohri yang terlihat lelah pun kembali sibuk melayani foto. ”Ya, mau nolak tidak mau foto nanti dikira sombong. Capek, tapi disyukuri saja, yang penting saya pulang,” katanya kepada Jawa Pos saat sudah di dalam mobil yang melaju menuju Lombok Utara. Ketika rumah Zohri sudah tinggal selemparan batu lagi, mobil mendadak oleng. Orang-orang di sepanjang kanan-kiri jalan semburat ke luar rumah.

Rupanya Lombok diguncang lindu lagi. Yang belakangan diketahui berkekuatan 5,1 skala Richter. Itu gempa susulan yang sudah kesekian ratus lagi. Yang meninggalkan jejak trauma begitu dalam pada warga pulau yang sejatinya indah itu. ”Diberi ucapan selamat datang saya,” ujarnya lantas tersenyum.

Tapi, kekhawatiran itu segera berganti kegembiraan. Begitu warga tahu mobil yang membawa Zohri telah tiba. Sekitar 300 meter dari rumahnya, banner-banner dukungan dan ucapan selamat datang untuknya pun terlihat. Beberapa anak kecil langsung berlari mengejar mobil yang ditumpangi Zohri sembari membawa bendera Indonesia berukuran kecil di tangan. Mereka meneriakkan namanya yang lantas hanya disambut senyum oleh yang punya nama.

Suasana kian meriah ketika mobil berhenti tepat di depan gang menuju rumahnya. Gang tersebut sudah penuh warga. Tua, muda, pria, dan wanita, entah tetangga dekat atau yang tidak mengenal Zohri, semua berkumpul. Mereka pun langsung berebut mendekat ketika sosok yang dinantikan itu turun dari mobil. Ada yang mencoba memaksa untuk berfoto.

Ada pula yang sekadar berusaha bersalaman. Teriakan ”Zohri…Zohri” pun terdengar kian keras. Zohri meresponsnya dengan senyum dan lambaian tangan. Sembari berjalan menuju rumahnya dari ujung gang. Kurang lebih sepanjang 20 meter. ”Iya halo, terima kasih,” ucapnya berkali-kali menyambut sapaan para tetangga atau kawan masa kecilnya.

Sampai di depan rumah, Zohri tampak sedikit tertegun. Rumah masa kecilnya yang dulu begitu bersahaja kini sudah sangat berubah. Rumah tersebut sudah sangat cantik. Berbahan dasar kayu jati, tampak begitu nyaman walaupun hanya berukuran 5 x 7 meter.

Zohri pun langsung masuk diantar beberapa tentara angkatan darat yang turut merenovasi rumah. Satu per satu ruangan, mulai dapur, kamar mandi, hingga tempat tidur, dilihatnya. ”Jadi bagus sekali,” ucapnya lirih.

Tapi, Zohri tidak bisa lama-lama menikmati rumah ”baru”-nya itu. Warga yang merangsek masuk cukup banyak sehingga rumah kecil tersebut langsung penuh. Beberapa tentara yang berusaha mencegah dilarang Zohri. ”Tidak apa-apa, semua tetangga saya,” tuturnya.

Beberapa pengurus PB PASI (Persatuan Atletik Seluruh Indonesia), termasuk sang Ketua Umum Muhammad Bob Hasan, sempat mengajak Zohri pindah sementara. Agar dia bisa beristirahat. Sebab, rumahnya sudah demikian sesak. Tapi, Zohri menolak. Dia ingin tinggal di rumahnya sampai waktunya kembali ke Jakarta pada 9 September mendatang. ”Saya ingin lihat kondisi sekitar rumah setelah gempa, masjid, keluarga,” ujarnya.

Zohri sempat meminta maaf kepada keluarga dan tetangga karena tak sempat membawa oleh-oleh. Tapi, dengan tetap berada di rumah, dia berharap bisa sedikit menghibur mereka yang sedang berduka karena gempa. ”Ya, semoga tidak sedih lagi, bisa bangkit lagi,” harapnya.

Tiap kali sang adik menelepon sejak gempa besar pertama mengguncang Lombok pada 29 Juli lalu, Baiq Fazilah selalu berusaha menenangkan. Bahwa keluarga dan tetangga di Karang Pansor baik-baik saja. Bahwa rumah yang telah direnovasi dan minimarket yang baru dibangun sebagai buah kesuksesannya di Finlandia tak mengalami kerusakan. ”Saya melarang dia pulang. Biar berkonsentrasi penuh ke Asian Games,” kata kakak tertua Zohri itu.

Setelah tugas dituntaskan Zohri dengan merebut perak, Baiq lega sang adik akhirnya bisa pulang. ”Dia sempat telepon jangan ada sambutan. Tidak enak kondisi sedih setelah gempa. Tapi, mau bagaimana lagi, warga tidak bisa dibendung keinginannya,” jelas Baiq.

Suasana ramai warga itu, ungkap sang kakak, bukanlah yang pertama. Hampir setiap hari, meskipun Zohri tidak ada di rumah, banyak warga yang datang untuk sekadar melihat kondisi rumah pahlawan baru Indonesia di bidang olahraga itu. ”Ada yang dari Jakarta, Surabaya, Bali. Dari pagi sampai sore datang terus,” katanya.

Baiq berharap Zohri tetap seperti sosok yang dikenalnya dulu. Pendiam dan pemalu. Serta suka bermain di pantai bersama sahabat-sahabat kecilnya. ”Jangan sombong. Tetap semangat terus, jangan mudah menyerah,” tuturnya.

Dan memang demikianlah Zohri. Selain berkumpul kembali dengan keluarga, yang sangat dia rindukan di kampung halaman adalah kesempatan bercanda bersama sahabat-sahabat masa kecilnya. ”Saya ingin main ke pantai lagi. Main bola sama teman-teman lagi,” ucapnya. (*/c9/ttg)

Update