batampos.co.id – Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Dewan Kawasan (DK) Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) tidak memasukkan DPRD Kepri maupun Batam sebagai anggota DK. Hanya gubernur dan wali kota Batam yang masuk. Bahkan, dalam pembahasan sususnan anggota DK, DPRD Batam sama sekali tak dimintai pendapatnya. Kondisi ini membuat sejumlah anggota dewan meradang.
“Niat Pak Jokowi mungkin baik, tapi salah prosedural,” kata Onward Siahaan, anggota DPRD Kepri, Selasa (8/3/2016).
Menurutnya, dalam pasal 6 UU Nomor 36 tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2000 tentang Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas disebutkan bahwa susunan keanggotaan DK Batam harus diusulkan oleh Gubernur bersama-sama DPRD.
“Tapi dalam Keppres Nomor 8 tersebut susunan DK Batam dibentuk tanpa melibatkan DPRD Kepri,” ujarnya.
Onward menjelaskan, usulan susunan anggota DK Batam ini harus dibahas secara kelembagaan di DPRD Kepri bersama Gubernur Kepri. “Bukan hanya dengan pimpinan atau ketua DPRD. Jadi ini cacat hukum,” kata Onward lagi.
Wakil Ketua DPD Gerindra Provinsi Kepri ini mengatakan selama ini DPRD Kepri memang belum pernah membahas atau mengusulkan nama-nama dalam keanggotaan DK Batam.
“Kalau keputusan pimpinan DPRD, ada mekanisme tersendiri yakni melalui Rapim. Kalau keputusan DPRD harus tetap melalui paripurna. Dan paripurna tentang ini, belum pernah dilakukan. Bahkan dibahas pun belum pernah,” katanya.
Demikian halnya dengan adanya pembentukan tim anggota DK di masa transisi. Ini juga sama sekali tidak ada diatur dan disebut dalam Keppres. Dan ini harus diantisipasi.
Onward menambahkan, keputusan yang tidak mengikutkan daerah seolah memunculkan rezim Orde Baru yang sentralistik. Padahal sesuai dengan UU Nomor 23 tentang Otonomi Daerah, harusnya kewenangan juga diberikan ke daerah.
“Kalau saya lihat, semua seakan diambil alih oleh pusat. Lalu bagaimana dengan otonomi daerah,” katanya.
Hal senada disampaikan anggota DPRD Kepri, Rudy Chua. Dia menyebut, selama ini DPRD Kepri belum pernah dilibatkan dalam pembahasan DK Batam.
Untuk itu, kata Rudy, sidang paripurna membahas DK Batam yang diagendakan pekan depan di DPRD Kepri dinilai tak berguna lagi.
“Suatu aturan tidak mungkin merunut mundur. Mau dimasukkan di paripurna hari Senin besok pun itu tidak mungkin. Karena di dalam Keppres Nomor 8 itu disebutkan ‘telah diusulkan’. Bagaimana mungkin dibilang ‘telah diusulkan’ tapi belum melalui kesepakatan bersama di sidang paripurna,” ungkap Rudy.
Pada poin B Keppres Nomor 8/2016 dinyatakan bahwa Gubernur dan Ketua DPRD Kepri telah mengusulkan susunan keanggotaan DK Batam sesuai dengan ketentuan pasal 6 ayat 2. Masih di pasal yang sama, bunyi BAB III Kelembagaan pasal 6 ayat 1 dinyatakan Presiden RI menetapkan anggota DK Batam di daerah. Lalu ketua dan anggota DK ditetapkan oleh Presiden atas usulan dari Gubernur bersama-sama DPRD.
“Coba cermati, ‘bahwa Gubernur dan Ketua DPRD Kepri telah mengusulkan’, tapi di bab selanjutnya bukan dinyatakan Ketua DPRD, tapi DPRD. Artinya DPRD sebagai kelembagaan, yang usulannya baru bisa keluar setelah paripurna. Tapi, kami belum pernah melangsungkan paripurna tentang usulan ini bukan?” ungkap Rudy.
Atas dasar itu, Rudy menilai Keppres Nomor 8 Tahun 2016 ini cacat hukum dan rentan digugat. Yang bisa digugat oleh orang banyak, kata Rudy, adalah keabsahan hukum dari Keppres yang diberlakukan ini. Yang mana dalam ayat penimbangnya harus ada usulan dari gubernur dan DPRD secara kelembagaan, bukan ketua saja dan harus ada sidang paripurna terlebih dahulu dalam mengusulkan keanggotaannya.
Taba Iskandar, Ketua Pansus Pengembangan Kawasan Batam juga menyayangkan sikap Jokowi yang terkesan terburu-buru. Keberadaan DPRD seakan tidak dipedulikan.
“Atau memang sudah ada kompromi di sini, saya tidak tahu,” katanya.
Selama ini, kata Taba, DPRD tidak pernah membahas mengenai nama-nama yang akan menjadi anggota DK Batam. Makanya ketika disebutkan di Keppres bahwa Gubernur dan Ketua DPRD sudah mengusulkan nama, hampir semua anggota pansus kaget.
“Sudah jelas di undang-undang disebut, bahwa diusulkan oleh DPRD. Bukan ketua DPRD. Artinya mekanismenya harus melalui paripurna,” katanya.
Menurut Taba, harusnya pemerintah pusat jangan lagi menganut sistem Orde Baru, di mana semua menjadi keputusan pusat. Tidak memperhatikan dan memberikan hak kepada daerah.
“Ini seperti Orde Baru. Semua suka-suka pusat. Ini sangat cacat hukum,” katanya.
Menurut Taba, sebelum mengeluarkan Keppres, seharusnya Presiden mendudukkan kelembagaan Pemko dan BP Batam. Kewenangan dua instansi itu, selama ini menjadi masalah.
“Ini bukan didudukkan, langsung saja mengeluarkan keputusan. Ini sangat disayangkan,” katanya.
Sementara Ketua DPRD Kota Batam, Nuryanto, tak kalah berang. Apalagi DPRD Batam sama sekali tak dilibatkan dalam susunan DK Batam.
Karenanya, minggu ini pihaknya akan mengumpulkan pimpinan komisi serta alat kelengkapan DPRD Kota Batam. Apa sikap yang akan diambil DPRD Kota Batam. “Kita akan mengkristalkan, apa yang menjadi keputusan DPRD. Menentukan sikap menindaklanjuti ini,” kata Nuryanto.
Menurut Nuryanto, dalam UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, DPRD salah satu lembaga yang mewakili masyarakat. “Yang berhubungan dengan masyarakat ya DPRD, menampung aspirasi dan keluh kesah (masyarakat)” katanya. (bp/jpgrup)