batampos.co.id – Anggota Komisi IV DPRD Kota Batam, Safari Ramadhan memastikan iuran yang diwajibkan pihak sekolah dan komite merupakan pungutan liar (Pungli).
Pungutan yang dibebankan kepada siswa SMA dan SMK ini tak memiliki landasan hukum serta pertanggungjawan yang jelas.
“Tidak ada ketentuan yang mewajibkan,” ujar pria yang akrab disapa Safari ini kepada Batam Pos, Rabu (9/3).
Safari juga tak meyakini orang tua siswa menyepakati iuran yang harus dibayarkan setiap bulannya itu. “Saya juga mantan guru, jadi tahu. ini Pandai-pandai pihak sekolah dan komite saja,” kata Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Kota Batam ini.
Karenanya, iuran tak lebih dari proyek sekolah. Karenanya, Safari mempertanyakan sikap Kepala Dinas Pendidikan, Muslim Bidin yang memperbolehkan praktik ilegal ini disekolah negeri. “Berarti Disdik tak lepas dari ini (proyek sekolah),” katanya.
Dalam waktu dekat, Komisi IV akan memanggil Kadisidik, mempertanyakan alasan serta landasan pungutan sekolah. “Kalau diperbolehkan berarti legal, ada aturannya. Ini akan kita pertanyakan,”ungkapnya.
Terpisah, Ketua Komisi IV DPRD, Riky Indrakari mengatakan, pungutan yang dilakukan pihak sekolah merupakan pelanggaran. Keberadaannya jelas memberatkan orang tua siswa.
Menurutnya, meskipun program pemantapan tak dibiayai pemerintah. Bukan berarti harus dibebankan kepada siswa yang nilainya sama dengan pemantapan di lembaga pendidikan swasta.
Karena keberlangsungannya menjadi tanggungjawab sekolah. Pihak sekolah bisa melakukan berbagai cara, tanpa harus meminta pungutan.
“Kalaupun ada biaya, harusnya sukarela, sesuai kemampuan orangtua siswa.” kata Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.Sekolah tak boleh menentukan jumlah, serta mewajibkan pembayaran setiap bulan.
Terkait gaji honor, menurut Riky sudah dialokasikan melalui APBD, bahkan ada diantaranya yang menggunakan dana BOS. Namun tiga bulan terakhir, seluruh tenaga honor termasuk guru belum menerima gajian.
“Ini salah satu dampak belum dibayarkannya gaji honor,” kata Riky.
Harusnya menurut Riky, pemerintah tanggap dan segera membayarkan hak tenaga kontrak. Sehingga tak berdampak buruk terhadap layanan publik maupun pendidikan, akibat perbuatan menyimpang. “Guru juga punya kebutuhan,” katanya lagi. (hgt)