Jumat, 29 Maret 2024

Nunggak SPP, Siswi SMK Muhammadiyah Batam Ngaku Dilarang Ikut UN, Pihak Sekolah Membantah

Berita Terkait

batampos.co.id – Seluruh siswa kelas tiga SMA/SMK sederajat di Batam kini tengah bersiap menghadapi ujian nasional (UN) pada Senin (4/4) mendatang. Namun tidak bagi Khairani. Siswi SMK Muhammadiyah Batam ini terancam tak bisa ikut UN karena dilarang pihak sekolah. Penyebabnya, pelajar yatim piatu itu masih menunggak pembayaran SPP.

Selain menunggak sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP), Khairani juga belum membayar biaya pemantapan UN. Sehingga total tunggakan yang harus dibayar senilai Rp 4 juta. Jika tunggakan itu tak dilunasi, maka Khairani tak diizinkan ikut UN di sekolahnya.

“Sekolah memperbolehkan ikut UN asal ada kepastian kapan tunggakan itu dibayar,” kata Khairani, Jumat (1/4).

Bersama neneknya Siti Aisyah, 78, pelajar jurusan Teknik Komunikasi Jaringan (TKJ) ini sebenarnya sudah berupaya keras untuk melunasi tunggakan itu. Keduanya sudah pontang-panting mencari pinjaman. Tekat Khairani cuma satu, ia harus ikut UN tahun ini. Namun sayang, mereka hanya mampu mengumpulkan uang sebesar Rp 500 ribu dari pinjam sana-sini.

Anak asuh Lembaga Amil Zakat (LAZ) Masjid Raya Batam ini juga sudah mengadu ke pengurus LAZ Batam. Namun pihak LAZ Masjid Raya tak mampu membantu Khairani melunasi semua tunggakannya itu.

“Katanya (kas) LAZ lagi kosong,” kata remaja yang mengaku belum pernah melihat wajah ayah kandungnya ini.

Oleh LAZ Masjid Raya, Khairani diarahkan agar mengadukan persoalan ini ke DPRD Batam. Ditemani tetangganya, Endang, kemarin (1/4) Khairani mendatangi Komisi IV DPRD Batam.

Dia menceritakan, sikap tidak adil pihak sekolah ini bukan yang pertama kalinya ia dapatkan. Sebelumnya, dia sering mendapatkan perlakuan tak menyenangkan dari pihak sekolah dan guru jika ia telat membayar SPP.

Kata Khairani, selama ini SPP-nya ditanggung LAZ Masjid Raya Batam. Namun jika LAZ telat membayar atau mentransfer uang SPP ke sekolah, dia dipanggil oleh gurunya dan dipermalukan di depan teman-temannya.

“Ini pelajar yang belum membayar SPP,” kata Khairani menirukan ucapan gurunya, pada suatu ketika.

Tak hanya itu, saat ikut ujian semester, seorang guru juga merampas lembar soal Khairani. Guru itu melarangnya ikut ujian semester karena Khairani belum membayar SPP.

Khairani juga menceritakan, perlakuan diskriminatif pihak sekolah ini pernah dia rasakan sejak menjadi siswi SMPN 44. Bahkan sampai saat ini pihak SMPN 44 masih menahan ijazahnya karena Khairani masih memiliki sejumlah tunggakan biaya sekolah. Totalnya sekitar Rp 18 juta.

“Katanya gratis, pas mau ambil ijazah harus bayar Rp 18 juta,” tutur wanita yang ditinggal mati ibunya ketika masih SD ini.

Sekolah Membantah

Pihak Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Muhammadyah Batam di Batuaji membantah sekolah melarang Khairani ikut UN karena yang bersangkutan masih menunggak SPP. Pihak sekolah juga menilai langkah Khairani yang mengadukan masalah ini ke DPRD Batam merupakan tindakan yang berlebihan.

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMK Muhammadiyah Batam, Agus, membenarkan Khairani memiliki tunggakan senilai Rp 4.110.000. Tunggakan itu terdiri dari uang SPP mulai September 2015 sebanyak Rp 2.445.000 dan sisanya adalah tunggakan administrasi sekolah.

Namun demikian, Agus menegaskan pihak sekolah sama sekali tak mengeluarkan larangan kepada Khairani untuk tidak mengikuti UN tahun ini.

“Itu tidak benar. Kalau lah kami mau (melarang UN) sudah dari dulu waktu ujian semester atau ujian akhir sekolah (UAS),” kata Agus, kemarin (1/4).

Agus mengakui, selama ini pihak sekolah sudah berkali-kali mengeluarkan peringatan kepada Khairani agar segera melunasi tunggakan itu. Namun Agus kembali menegaskan, peringatan itu bukan berarti larangan ikut UN.

Menurut Agus, peringatan (waring) pihak sekolah itu dinilai masih wajar. Sebab sejak September 2015, Khairani belum membayar SPP. Bahkan Khairani dinilai tidak punya itikad baik untuk membayarnya.

“Ya itu wajarlah, dimanapun sekolahnya kalau dicuekin sama sekali begitu pasti ada warning-nya,” kata Agus.

Di SMK Muhammadiyah, kata Agus, bukan hanya Khairani yang mengalami persoalan ini. Ada beberapa siswa lain yang menunggak pembayaran SPP dan mendapatkan teguran dari sekolah. Namun mereka memiliki kemauan uantuk membayar tunggakan itu meskipun dengan cara mencicilnya.

“Berbeda dengan dia (Khairani, red). Hampir setahun ini sama sekali tak ada kabar. Neneknya memang sudah datang kasih tahu, tapi ya kami juga tak mungkin dong membiarkan begitu saja, makanya diingatkan lagi. Bukan melarang dia untuk ikut UN seperti yang diadukan itu,” bebernya.

Sementara pihak Pondok Pesantren An Ni’mah yang menaungi SMPN 44 Batam di Dapur 12, Sagulung, juga membantah aduan Khairani tersebut. Pimpinan Pondok Pesantren An Ni’mah Dapur 12, Arianto, mengatakan aduan itu tidak benar. Dia bahkan kaget jika nominal tunggakan disebut mencapai angka Rp 18 juta.

“Yang ada hanya tunggakan uang makannya (selama di pondok pasantren) tapi tak sebanyak itu pak,” kata Arianto.

Arianto mengakui, sampai saat ini ijazah Khairani memang masih ditahan pihak sekolah sekolah. Namun pihaknya mau memberikan ijazahnya dengan syarat siswa dan orangtua atau wali yang bersangkutan datang langsung mengambil ijazahnya dengan cara baik-baik. Bahkan pihak pesantren tidak akan menagih tunggakan uang makan Khairani. “Tapi sejak tamat, mereka tak pernah datang. Bagaimana mau kasih ijazah ini,” ujarnya.

Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Batam, Muslim Bidin, mengaku akan menindaklanjuti persoalan Khairani ini. Menurut dia, Disdik akan menelusuri latar belakang keluarga Khairani.

“Kami akan cari tahu, apakah benar dia tidak mampu,” kata Muslim.

Namun dia menegaskan, seluruh siswa wajib ikut UN. “Soal biaya belakangan. Yang penting siswa ujian dulu,” katanya.

LAZ Beri Bantuan

Lembaga Amil Zakat (LAZ) Masjid Raya Batam (MRB) memberikan uang Rp 500 ribu langsung ke SMK Muhammadiyah Batuaji, Jumat (1/4). Dana itu untuk membantu melunasi tunggakan SPP Khairani.

“Uang itu diterima bendahara sekolah M Romadhon,” kata Direktur LAZ MRB, Ustaz Syarifuddin.

Syarif mengatakan, bantuan itu diberikan lantaran Siti Aisyah – nenek Khairani, datang ke LAZ dan mengajukan permohonan dana. Wanita yang berprofesi sebagai tukang pijat keliling itu meminta bantuan sebesar Rp 900 ribu. Permohonan itu diajukan hampir sebulan lalu, Kamis (3/3). Dan LAZ baru meluluskan kemarin karena mereka membutuhkan waktu untuk melakukan survei.

“Jatuhnya, dia itu pemohon baru,” ujarnya.

Nama Khairani, menurut Syarif, sebenarnya sudah lama berada dalam database LAZ MRB. Ia sempat tinggal di Rumah Anak Asuh (Ruas) LAZ MRB di daerah Batuaji. Waktu itu, Khairani baru duduk di bangku SMK Muhammadiyah.

Ketika tinggal di asrama tersebut, segala kebutuhan sekolah Khairani ditanggung LAZ MRB. Mulai dari makan dan minum, uang jajan, dan uang SPP, hingga transportasi tambahan jika sekolahnya berada jauh dari jalan raya. Sayang, Khairani memutuskan keluar dari RUAS ketika naik kelas XI.

Namun, meskipun tidak tinggal lagi di RUAS, Khairani tetap terdaftar sebagai penerima program beasiswa teladan dari LAZ MRB. Setiap bulan, LAZ MRB rutin memberikan uang SPP. Hingga kemudian berhenti total di tanggal 17 Juni 2015.

“Total dana yang sudah kami serahkan untuk dia itu Rp 1,535 juta,” kata Syarif lagi. (hgt/eja/ska/ceu/cr14/cr17)

Update