Jumat, 29 Maret 2024

Lapas Barelang Over Kapasitas, Kamar Ukuran 4X6 Diisi 26 Orang

Berita Terkait

Lapas kelas II A Barelang Batam. Foto: Yofi Yuhendri/ Batam Pos
Lapas kelas II A Barelang Batam. Foto: Yofi Yuhendri/ Batam Pos

batampos.co.id – Ribuan warga binaan Lembaga Pemasyarakat (Lapas) kelas II A Barelang, Batam mengeluhkan kekurangan ruangan untuk tidur. Pasalnya sejak pemberlakuan peraturan pemerintah (PP) nomor 99 tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan, jumlah penghuni lapas semakin meningkat sementara kapasitas lapas yang berada di pinggir jalan Trans Barelang itu tak ditambah.

Dalam satu kamar di lapas yang dipimpin oleh Farhan Hidayat itu ditempati hingga 26 orang. Jumlah tersebut jauh dari jumlah daya tampung ideal yang hanya 7 orang perkamar. Imbasnya konflik sering terjadi di sesama penghuni kamar yang sama. “Napi yang tak bisa melawan terpaksa tidur di toilet. Benar-benar tidak manusiawi sekarang kami. Bayangkan 26 orang tidur dalam ruangan ukuran 4×6. Bagaiman bisa tidur. Duduk saja susah,” kata Ma salah satu penghuni salah satu kamar di blok B kepada koran Batam Pos (grup batampos.co.id) saat acara peringatan hari bakti Lapas ke 25 di dalam lapas Barelang, Sabtu (30/4).

Memang diakui napi kasus narkoba itu Lapas adalah tempat untuk menghukum bagi mereka yang melanggar hukum atau berbuat krimanal, namun itu tak berarti bahwa mereka harus diperlakukan tidak manusiawi seperti itu. “Ini wadah bagi kami untuk merenungkan kesalahan kami dan belajar untuk kembali menjadi orang baik, jangan kami dihukum dengan perlakuan yang tak manusiawi seperti ini. Hukuman yang lain kami tak protes. Tapi tolonglah, ini masalah serius,” kata Ma.

Jika pemerintah tak segera memikirkan masalah over kapasitas tersebut, kata Ma masalah lain bisa saja akan muncul di kemudian hari seperti perikaian antar sesama napi ataupun aksi berontak dari napi sendiri.

“Ya bagaimana lagi, sekarang saja, sudah sering konflik di dalam kamar rebutan tempat untuk tidur. Lama-lama bisa mengamuk semua napi karena tak tahan dengan kondisi seperti itu. Stres dengan hukuman ditambah lagi masalah interen sesama napi, bisa jadi baku bunuh satu sama lain. Itu yang saya pribadi takutkan. Saya sendiri sering mengalah dan tidur di toilet ketimbang harus berantem rebutan tempat untuk tidur,” katanya.

Senada disampaikan Rwh, penghuni kamar di blok C, kapasitas penghuni kamar yang berlebihan sudah menimbulkan konflik antara sesama beberapa penghuni kamar tersebut. “Dua minggu lalu ada yang berantem karena rebutan tempat untuk tidur,” kata Napi kasus pencurian dan kekerasan itu.

Meskipun mereka yang berantem ditempatkan di kamar isolasi, tapi kejadian serupa tidak bisa dicegat karena kondisinya memang tidak memungkinkan untuk hidup akur dalam lapas. Sistem siapa yang kuat dia yang berkuasa akhirnya kembali diterapkan. “Jadi serba salah sekarang. Penjara memang terkurung tapi tidak seharusnya kami diperlakukan seperti ini,” katanya.

Warga binaan mengaku tak menyalahkan pihak Lapas atas kejadian itu sebab pemicu dari ledakan jumlah penghuni lapas itu imbas dari penerapan PP 99 yang memangkas kebijakan pemotongan masa tahanan sebagian warga binaan yang layak mendapat remisi.”Akibat PP 99 itu, jumlah napi yang bebas tak seimbang dengan yang baru masuk. Perbandinganya bisa 1/10. Satu keluar 10 orang masuk. Gimana nggak penuh sementara kapasitas daya tampung tak ditambah. Minggu kemarin saja ada 30 orang masuk yang bebas hanya tiga orang,” ujar Rwh.

Kasi pembinaan dan didik (Binadik) Lapas Barelang Batam Luthfi Maulana, membenarkan adanya over kapasitas di dalam lapas tersebut. Saat ini jumlah napi mencapai angka 1.317 orang dengan perincian 72 wanita dan sisanya adalah pria. Dari total jumlah napi tersebut 71 persen didominasi napi kasus narkoba.

“Idealnya lapas ini hanya mampu tampung 400 an orang. Tapi mau gimana lagi, yang bebas berkurang, yang tambah semakin banyak ya meledaklah jumlahnya,” kata Luthfi.

Semenjak diberlakunya PP 99 tersebut, kata Luthfi memang jumlah napi yang bebas setelah kurang masa remisi berkurang. Jumlah napi yang bebas tak seimbang dengan napi yang baru masuk sehingga terjadi ledakan jumlah napi tersebut. “Ini bukan di sini saja (Lapas Barelang), hampir di seluruh Lapas seIndonesia mengeluhkan hal ini. PP 99 perlu dikaji lagi. Imbasnya cukup besar,” kata Luthfi.

Memang PP 99 tersebut mengatur untuk memperketat pemotongan masa hukuman bagi napi, namun itu tak efektif jika sebagai alasan untuk membuat efek jera bagi mereka yang melanggar hukum. “Sekalipun orang yang melanggar hukum itu dipenjara 10 atau 20 tahun, kalau tak ada niatnya untuk berubah, setelah bebas tetap saja dia kembali berbuat jahat, begitu sebaliknya, jika ada niat dari yang bersangkutan untuk tobat dan merubah diri, penjara setahunpun sudah cukup. Jadi kalau PP 99 itu dianggap langkah yang tepat untuk membuat pelaku kejahatan kapok, itu tidak tepat,” kata Luthfi.

Malah masalah yang akan muncul dengan pemberlakukan PP 99 tersebut. Sebab selain jumlah napi semakin bertambah, konflik-konflik dalam lingkungan lapas semakin berpontesi terjadi.”Belum dari segi anggarannya lagi,” tutur Lutfhi.

Sejauh ini sambung Luthfi memang situasi dalam lapas Barelang masih aman dan bisa terkendali dengan proses pengawasan dan pendekatan yang dilakukan petugas. Namun demikian, pihak lapas sendiri mengaku cukup kuatir dengan kondisi tersebut. Sebab hal-hal yang tak diinginkan bisa saja terjadi jika penghuni semakin hari semakin bertambah tanpa dibarengi dengan peningkatan kapasitas daya tampung dan petugas sipir.”Kalau ini dibiarkan terus, bisa berbahaya,” kata Luthfi.

Untuk itu sesuai harapan warga binaan di sana, Luthfi berharap agar pemerintah kembali merevisi PP 99 tersebut agar gejolak-gejolak kecil yang ada saat ini tidak menjadi masalah yang serius nantinya.”Bagaimanapun mereka (warga binaan) butuh reward. Kalau ada reward berupa remisi, semua napi akan berlomba-lomba untuk berbuat baik agar dapat remisi. Kalau remisi dihilangkan, tak ada alasan lagi bagi mereka untuk berbuat baik dalam lapas,” ujar Luthfi. (eja)

Update