Sabtu, 20 April 2024

Alokasi Lahan Baru di Batam Tunggu PMK Tarif Baru UWTO

Berita Terkait

R.C Eko Santoso Budianto, deputi III BP Batam. Foto: Iman Wachyudi/batampos.co.id
R.C Eko Santoso Budianto, deputi III BP Batam. Foto: Iman Wachyudi/batampos.co.id

batampos.co.id – Deputi III BP Batam, RC Eko Santoso Budianto menegaskan proses permohonan alokasi lahan baru dan perpanjangan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) masih menunggu terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai tarif UWTO yang baru.

“Jika nanti kami proses dengan tarif yang lama, pasti akan ada implikasi hukum. Bisa kena pidana korupsi terkait hilangnya potensi keuangan negara. Makanya dihentikan sambil menunggu terbitnya PMK mengenai tarif UWTO yang baru,” katanya, Senin (26/9/2016).

Eko mengungkapkan proses pembayaran UWTO lama sebelum pengajuan tarif baru sudah diproses dan mencapai sekitar 60 permohonan.

“Pembayaran tarif UWTO lama jelas bisa dibuktikan sebelum perubahan tarif diajukan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu),” ungkapnya.

Setelah proses pengajuan kenaikan tarif UWTO baru ke Kemenkeu dilakukan, maka mau tak mau para pemohon harus menunggu keluarnya tarif baru.

Alasannya sederhana karena BP Batam ingin memberikan kepastian hukum. “Supaya nanti ketika muncul lagi surat tagihan tarif UWTO yang baru, pemohon tidak terkejut lagi,” jelasnya.

Eko juga mencoba meluruskan keluhan pengusaha properti yang mengaku bisnisnya terhambat karena terhentinya perizinan lahan di BP Batam.

“Di kantor lahan ada delapan perizinan lahan. Yang dihentikan itu ya perpanjangan tarif UWTO dan permohonan alokasi lahan baru karena menunggu PMK mengenai tarif UWTO baru,” jelasnya.

Sedangkan proses perizinan lainnya seperti penerbitan dokumen rekomendasi, dokumen legalisir, dokumen Izin Peralihan Hak (IPH), dokumen balik nama Penetapan Lokasi (PL), dokumen endorse UWTO dan dokumen Surat Perjanjian (SPJ) dan Surat Keputusan (Skep) tetap berjalan.

Eko kemudian menampilkan infogram terkait enam perizinan yang tetap berjalan. Untuk dokumen rekomendasi ada total 1.023 berkas yang masuk, 990 sudah siap dan 33 sedang proses. Kemudian ada 1.095 dokumen legalisir, semuanya sudah selesai diproses.

Sedangkan dokumen endorse UWTO, ada 1.104 berkas yang masuk, 1.086 sudah selesai dan 18 dalam proses. Untuk dokumen balik nama PL, ada 3.672 berkas masuk, 3.567 sudah selesai dan 105 berkas sedang proses.

Selanjutnya, untuk dokumen pengganti yang hilang, ada 149 total berkas yang masuk, 129 sudah selesai dan 20 tengah proses. Dan untuk dokumen IPH, ada 10.859 berkas, 10.586 sudah selesai dan 273 tengah proses.

“Jadi, definisi stagnan itu yang mana. Saya punya datanya,” imbuh Eko.

Terkait permohonan alokasi lahan yang baru, kedepannya BP Batam mesti melakukan verifikasi komprehensif terlebih dahulu sebelum memberikan izin alokasi. Verifikasi ini meliputi tumpang tindih lahan, tata ruang/peruntukan, status hutan, status Hak Pengelolaan Lahan (HPL), topografi lahan, PMK atau tarif UWTO, dan temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Selain itu, sambil menunggu keluarnya tarif UWTO yang baru, BP Batam juga tengah mempersiapkan mekanisme lelang. Karena alokasi lahan baru akan melewati proses lelang.

Hingga berita ini diturunkan, ada 5.452 berkas masuk, 2.325 sudah dipastikan akan ikut lelang, 1.384 tengah diverifikasi terkait status lahannya, dan 1.743 berkas ditolak.

Verifikasi ini sangat diperlukan karena setelah melakukan kajian, ada pemohon yang meminta alokasi lahan di hutan lindung, daerah tangkapan air, dan di areal DPCLS (Hutan yang memiliki cakupan luas dan bernilai strategis).

“Jika ada yang minta lahan disana, ya berkasnya ditolak. Apalagi jika area DPCLS yang harus melewati persetujuan DPR,” ungkap Eko.

Eko juga mengungkapkan sistem pengalokasian lahan akan diubah. “Kalau dulu kami yang jual gambar, investor yang matangkan, bangun, dan gusur penduduk rumah liar, maka kedepannya tidak lagi,” jelasnya.

Untuk alokasi lahan baru, BP Batam akan matangkan lahan, HPL disiapkan, menggusur penduduk liar. Hal-hal tersebut akan dilakukan BP Batam.

“Kami akan matangkan lahan, jadi investor tinggal bangun saja. Jadi jangan heran itulah makanya tarif UWTO akan naik,” jelasnya.

Selanjutnya, Eko juga bicara tentang monitoring progress lahan. Ia mengatakan latar belakang reformasi lahan dimulai dari persoalan-persoalan diantaranya maraknya tumpang tindih lahan akibat masing masing juru ukur memiliki titik nol masing masing, pengalokasian lahan di hutan lindung atau tangkapan air, dan pelayanan kepada masyarakat terkait pengelolaan dokumen.

“BP Batam memiliki terobosan dengan konsep new land management system terdiri dari batam single windows, info grafis lahan, proses digitalisasi pengalokasi baru, tracking system, dan sebagainya agar dapat memberikan kemudahan akses database lahan yang clean and clear,” jelasnya.

Pengembangan sistem digitalisasi nantinya ditujukan kepada pemohon alokasi yang diberi waktu tujuh hari untuk mengurus persyaratan. Jika tidak memenuhi, maka akan dibatalkan oleh sistem secara otomatis. Persyaratan tersebut dintaranya bayar UWTO, uang jaminan pembangunan, menandatanani perjanjian, dan lainnya. (leo)

Update