Jumat, 29 Maret 2024

Era Percaloan Tanah di Batam Berakhir

Berita Terkait

Dam Baloi dilihatdari udara. Foto: dokumentasi PT ATB
Dam Baloi dilihatdari udara. Foto: dokumentasi PT ATB

batampos.co.id – Badan Pengusahaan (BP) Batam akan resmi memberlakukan tarif baru Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) pada 18 Oktober 2016 nanti. Saat yang bersamaan, BP Batam juga akan memberlakukan lagi perizinan alokasi lahan dan perpanjangan UWTO.

Deputi III BP Batam, Eko Santoso Budianto mengatakan kenaikan UWTO berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 148  Tahun 2016 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum (BLU) BP Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas tersebut, maka BP Batam sudah memiliki patokan untuk menentukan tarif baru sehingga masyarakat bisa meminta alokasi lahan lagi.

“Betul. Untuk alokasi baru, BP Batam akan lakukan melalui mekanisme lelang elektronik. Ini juga menjamin azas keterbukaan dan tata kelola yang baik,” ujarnya, Sabtu (8/10/2016).

Tarif UWTO baru tidak lagi dihitung berdasarkan tarif per wilayah, namun berdasarkan tarif batas atas dan bawah. Contohnya tarif UWTO lama untuk permukiman tertinggi adalah di Nagoya dengan nilai Rp 51 ribu per meter, maka sekarang tarif UWTO untuk permukiman paling rendah adalah Rp 17.600 per meter dan termahal adalah Rp 3.416.000 per meter.

Eko mengatakan pengenaan tarif batas atas yang fantastis itu disebabkan karena ada laporan berdasarkan data Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di sejumlah tempat mencapai nilai Rp 10 juta.

“Dan bahkan berdasarkan laporan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), nilai transaksi per wilayah ada yang mencapai Rp 13 juta,” ungkapnya.

Namun, Eko belum bisa menjelaskan berapa tarif masing-masing perwilayah karena BP Batam masih menyusun kebijakan baru terkait tarif baru ini.

“Tunggu saja. Kami tidak bisa menyusun kebijakan secara sembrono. Makanya nanti akan keluar dalam bentuk Peraturan Kepala BP Batam,” katanya.

Menurut Eko, kenaikan tarif UWTO berdasarkan tarif atas dan bawah ini diharapkan dapat menutup banyak ruang atau celah yang dapat dimanfaatkan oleh calo lahan. Dukungan sistem online juga mempermudah hal tersebut. “Yang pasti era percaloan akan usai,” ungkapnya.

Terkait kontra yang mengatakan seharusnya objek yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti UWTO harus dibahas lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat, Eko mengatakan hal itu tidak perlu.

“Memang tidak perlu lewat jalur itu. Ibarat anda punya tanah mau disewakan, apakah anda harus lewat DPRD dulu untuk menentukan tarif sewanya?” ujarnya.

Kenaikan tarif UWTO baru ini tak disetujui oleh pengusaha-pengusaha di Batam yang tergabung dalam Kamar Dagang Industri (Kadin) Batam. Ketua Kadin Batam, Jadi Rajagukguk mengatakan sebelum pengajuan ke Menteri Keuangan beberapa bulan lalu, sudah seharusnyua mendapat persetujuan dari DPRD Batam dan Kepri.

“Sama seperti pelayanan publik, seperti tarif listrik, dan tarif air yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus mendapat persetujuan dari perwakilan rakyat,” ujarnya.

Sekarang, pihaknya menunggu respon dari DPRD Batam dan Kepri.”Apalagi Ketua DPRD Kepri termasuk anggota Dewan Kawasan,” ujarnya. (leo)

Update