batampos.co.id – Peredaran narkotika yang terus berkembang, kini tidak hanya di lingkungan pribadi saja tapi sudah ikut melibatkan keluarga. Seperti yang dilakukan terdakwa Ahmad Junaidi (suami) dan Yulia Suriani (istri), terhadap adik kandung Yulia, M.Fahur Rozy serta dua rekan adiknya, Dana dan Ardika.
Kelima terdakwa ini disidangkan di Pengadilan Negeri Batam atas barang bukti narkotika jenis sabu seberat 4,2 kilogram lebih, Senin (9/1).
Dalam sidang beragendakan pemeriksaan terdakwa itu, kelima terdakwa juga disidangkan bersama Rahmat bin Mansur yang merupakan terdakwa pertama kali ditangkap oleh petugas BNNP Kepri di depan Masjid Baiturrahman Baloi, Juli lalu.
Rahmat mengatakan, ia mendapat perintah dari Natsir (DPO) di Malaysia untuk mengambil barang dari Hafiz (DPO) di Sei.Harapan dan dibawa ke Hotel Formosa. Barang itu diketahui berupa sabu seberat 4,2 kilogram.
“Hanya dengan menjemput dan mengantar paket itu, saya dijanjikan upah RM 5.000 atau Rp 15 juta. Maka saya bersedia,” ujarnya.
Dalam perjalanan menuju Hotel Formosa, Rahmat dihentikan oleh petugas BNNP Kepri dan ditemukan barang bukti tersebut. Ditelusur lebih lanjut, terdakwa Dana dan Rozy sudah menunggu kedatangan Rahmat di Hotel Formosa. Namun Rahmat datang bersama petugas yang menangkapnya.
Diakui Dana dan Rozy, mereka mendapat perintah dari Yulia untuk menjemput sabu itu di Formosa. Sementara Yulia menjelaskan, perintah itu atas arahan suaminya (Junaidi) yang sedang berada di Palembang.
“Yang menjemput seharusnya adik saya (Rozy), Dana dan Ardika. Tapi karena Ardika kurang enak badan, mereka berdua saja yang pergi ke Formosa,” sebut Yulia.
Direncanakan, barang bukti sabu itu akan diteruskan ke Palembang oleh Rozy, Dana dan Ardika, sebagaimana sebelumnya pernah ketiga terdakwa lakukan. “Ini untuk yang kedua kalinya. Sebelumnya berhasil dibawa ke Palembang, dimana sabu itu disimpan dalam telapak sepatu,” ungkap Junaidi, sebagai dalang yang memerintahkan istri dan adik terdakwa.
Sementara bagi Junaidi, pekerjaan ini sudah untuk yang ketiga kalinya dilakukan bersama istrinya. “Setiap berhasil sampai di Palembang, saya dapat upah Rp 250 juta,” ujar Junaidi yang bekerja dalam jual-beli mobil di salah satu showroom di Batam.
Jumlah barang bukti yang berhasil dibawa ke Palembang itu mulai dari dua sampai empat kilogram.
“Di Palembang, barang itu akan saya serahkan ke Kak Cik (DPO). Dia yang memerintahkan dan memberikan upah kepada saya,” terang Junaidi lagi.
Ketika ditanyakan kepada istri terdakwa kenapa mau membantu pekerjaan suami yang jelas melanggar hukum ini, Yulia beralasan kebutuhan materi dapat terpenuhi. Sedangkan adik Yulia bersama dua rekannya mengaku, karena hidup bergantung pada kakaknya tersebut. Padahal, mereka tidak dijanjikan untuk mendapatkan upah. “Kami numpang di tempat kakak. Jadi mau tak mau ikuti perintah saja,” jawab Rozy.
Atas pemaparan keenam terdakwa, majelis hakim yang dipimpin Syahrial meminta JPU Ryan Anugrah untuk menyiapkan nota tuntutan. Dijadwalkan, tuntutan dibacakan setelah dua pekan. “Karena masing-masing terdakwa punya peran yang berbeda-beda, saya minta waktu dua minggu untuk menyelesaikan tuntutan para terdakwa yang mulia,” pinta JPU Ryan. (cr15)