Senin, 18 November 2024

Jangan Sampai Uang Rp 132 Miliar untuk Negara Hangus

Berita Terkait

batampos.co.id – Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang kembali menggelar sidang terhadap terdakwa Yon Fredi alias Anton, Dirut PT Lobindo, atas dugaan kasus tindak pidana penggelapan, terhadap hasil galian bauksit milik PT Gandasari Resorces senilai Rp 728 juta di Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Lobindo, di bukit II, Kampung Duyung, RT 03, RW 03, Kelurahan Sei Enam Darat, Bintan Timur, Kabupaten Bintan tahun 2013 lalu, Selasa (17/1).

Sidang kali ini pun dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli di bidang pidana yaitu Chairul Huda dari Universitas Muhammadiyah, Jakarta, yang memberikan keterangan sesuai dengan keterangan atau pendapatnya dibilang hukum yang dikuasainya.

Dalam keterangan Cairul Huda menyebutkan, penggelapan diatur dalam pasal 372 KUHP. Yang termasuk penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain sebagian atau seluruhnya, di mana penguasaan atas barang itu sudah ada pada pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara sah.

“Delik penggelapan harus memenuhi unsur-unsur pokok dan sesuai dengan pasal 372 KUHP penggelapan adalah perbuatan mengambil barang orang lain,” katanya.

Disinggung tentang kasus perdata dengan pidana dalam objek yang sama, Chairul menyebutkan, jika perkara perdata sedang berlangsung dan perkara pidana juga berlangsung maka perkara pidana harus dihentikan terlebih dahulu menunggu keputusan perkara perdata selesai.

“Perkara pidana bisa dihentikan apabila objek yang sama dipermasalahkan dan harus diskorsing hingga menunggu keputusan perdata selesai,”ungkapnya.
Usai meminta keterangan dari saksi ahli, hakim melanjutkan pemeriksaan terdakwa, Yon Fredi alias Anton. Dalam keterangannya, terdakwa menjelaskan, luas lokasi tambang sekitar 301,7 hektare yang dimiliki oleh PT lobindo dan Pt Ganda Sari ada perjanjian kerja sama yang dibuat di notaris tanggal 26 November 2010 lalu.

“Dalam perjanjian juga dibuat PT Lobindo yang melakukan penambangan Bauksit dan membayar fee kepada PT Gandasri sebesar 3 dolar,” katanya.

Anton menyebutkan, dalam pertengahan tahun PT Gandasari meminta untuk menambang, PT Lobindo memberikan kuasa dengan syarat membayar 5 juta dolar US sebagai goodwill dan fee 2 dolar pertonase.

Terbit surat kuasa 12 mei 2013, untuk mengerjakan dan mengelola tambang, ada penambangan PT Gandasari, namun bukan PT Ganda Sari yang melakukan penambangan melainkan PT Wahana yang melakukan penambangan.

“Saya cabut surat kuasa tanggal 3 Juni 2013, pencabutan karena tidak sesuai dengan perjanjian yang mana yang menambang dan pembagian fee tidak diberikan dan tidak melakukan reklamasi,” jelasnya.

Setelah itu, kata Anton, pihak PT Lobindo berniat membeli kembali setengah milik PT Gandasari dan mengadakan pertemuan di Jakarta, sepakat membeli setengah lahan seharga RP 50 miliar dan diberi waktu tiga bulan untuk melunasi pembayaran. Dengan membayar di awal sebesar Rp 5 miliar dan akan diangsur perbulannya sebesar Rp 15 miliar.

“Setelah membayar 5 miliar, dikasih untuk melakukan penambangan, namun setelah baru menambang dua hari anak pemilik PT Gandasari melarang dan melaporkan kepada pihak kepolisian untuk menghentikan penambangan,” jelasnya.

Setelah dihentikan tersebut, Terang Anton, PT Lobindo menambah uang sebesar Rp 5 miliar kepada PT Gandasari. Pembayaran tersebut dilakukan dua kali dengan rincian pertama membayar Rp 2 miliar dan kemudian Rp 3 miliar.

“PT Lobindo sudah kasih 10 miliar dan ingin membuat perjanjian ke Notaris supaya sah. Tapi hanya mendapatkan izin secara lisan dari pemilik PT Ganda Sari,”ucapnya.

Terpisah, salah seorang tim penasehat hukum terdakwa Anton, yakni Jacobus Silaban mengatakan, dalam persidangan mengajukan sertifikat atas nama PT Lobindo, IUP, Putusan Pengadilan Negri Tanjungpinang dan putusan Mahkamah Agung. Mengajukan ini memandang dari keterangan para saksi ahli keputusan perdata bisa diajukan sebagai bukti dalam perkara perdata.

“Agar majelis hakim tidak salah dalam mengambil keputusan, bertolak belakang dalam putusan perdata, yang mana dalam perdata PT Lobindo adalah pemilik lahan tersebut dan meminta kepada penggugat untuk membayar pengganti,” jelasnya.

Jacobus Silaban menyebutkan, PT Gandasari atau PT Wahana diwajibkan membayar kerugian Rp 132 miliar, ini merupakan kewajiban yang dibayarkan kepada pihak pemerintah. Namun, sampai saat ini belum melaksanakan pembayaran. Sesuai dengan keputusan Perdata ini harus membayar malah ini diteruskan dalam pidana.

“Saya meminta kepada majelis hakim untuk jeli, jangan sampai uang Rp 132 miliar dibayarkan kepada negara menjadi hangus,” sebutnya.

Sampai saat ini, pihak Pengadilan sudah melakukan armaning kepada PT Gandasari untuk melaksanakan keputusan perdata. “Sudah dilakukan armaning, tapi sampai saat ini tidak diindahkan,”pungkasnya.(ias)

 

Update