Sabtu, 30 November 2024

Duriangkang Dulu dan Sekarang (4)

Berita Terkait

Pemandangan dari udara Waduk Duriangkang.
Foto/ATB/Benny Andrianto

Tidak beroperasinya Waduk Baloi, kiranya menjadi contoh negatif dari kurang terjaga dan terawatnya wilayah resapan air disekitar Waduk yang ada di Batam.

Kondisi yang sudah sama dan mulai terlihat juga terlihat pada waduk Duriangkang. Terjadi pendangkalan di hampir setiap sisinya, membuat waduk ini tidak memiliki tampungan layaknya sebuah ember.

Namun tampungannya mirip sebuah mangkok dengan cerukan berbeda, mulai dari dasar menuju permukaan.

“Waduk Duriangkang kondisinya kini mulai terancam, pendangkalan akan mengurangi daya tampung Waduk. Belum lagi curah hujan tidak jatuh di wilayah waduk, yang pada akhirnya sangat mempengaruhi ketersediaan air baku dalam waduk. Duriangkang butuh hujan dengan intensitas tinggi,” jelas kata Enriqo Moreno, Corporate Communication Manager ATB.

Selain permasalahan tersebut, waduk Duriangkang juga mulai terkontaminasi oleh banyaknya aktivitas alih fungsi lahan yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas air baku yang tersedia.

Gangguan air dalam waduk juga dipengaruhi oleh banyaknya tumbuhan eceng gondok. Ketahanan waduk juga didukung oleh berfungsinya daerah tangkapan air (Catchment Area).

Apabila daerah resapan air dirusak, tentunya tidak akan berfungsi maksimal dalam menyerap air hujan. Sementara pohon-pohon dilokasi tangkapan air sudah mulai dirusak, bahkan tidak sedikit perumahan-perumahan liar muncul di area resapan air.

“Penebangan pohon yang dilakukan secara ilegal sangat mempengaruhi daerah resapan air. Hujan akan turun apabila banyak area hijau/hutan diarea waduk, bayangkan daerah resapan sudah tidak berfungsi lagi, tentunya akan mempengaruhi usia waduk,” jelasnya.

Sehingga daerah tangkapan air di sekitar waduk harus steril dari bangunan. Pepohonan juga harus diperbanyak dan perambahan hutan atau ilegal logging harus dihentikan. Saat ini jumlah rumah liar di sekitar waduk terus meningkat.

Bahkan beberapa bangunannya sudah permanen. Untuk membuat rumah liar tersebut, ada juga yang menebang pohon. Bahkan ada yang membakar hutan di sekitar waduk.

“Pengalihan fungsi hutan sebagai wilayah resapan air di sekitar waduk Duriangkang membuat ekosistim disekitarnya menjadi rusak. Hal ini jugalah menjadi perhatian kita bersama khususnya Pemerintah untuk menertibkannya,” kata Enriqo lagi.

Sementara itu, Kabid Pengelolaan Waduk  Badan Penguasahaan (BP) Batam, Hadjad Widagdo di media cetak di Batam membagi wilayah waduk dalam beberapa zona, dimana genangan waduk merupakan zona inti.

Sedangkan Radius 500 meter dari genangan tersebut adalah zona penyangga atau buffer dan sampai ke batas hutan adalan zona transisi. Sehingga tidak boleh ada kegiatan masyarakat apapun di seluruh zona tersebut.

“Keberadaan aktivitas masyarakat disekitar wilayah waduk juga menjadi perhatian serius kami.Terlebih lagi di Waduk Duriangkang,”terang Hadjad.

Mengingat kondisi waduk yang ada di Batam rata-rata telah berumur diatas 20 tahun. Sehingga kegiatan normalisasi waduk dan penertiban di kawasan waduk menjadi sebuah keharusan. (*)

Update