Jumat, 24 Januari 2025

Meski Ditolak, Prodi Dokter Layanan Primer Tetap Jalan

Berita Terkait

batampos.co.id – Ikatan Dokter Indonesia pembukaan program studi (prodi) dokter layanan primer (DLP) di beberapa universitas di tanah air.

Namun, rencana itu tetap akan berjalan. Guru Besar Universitas Gadjah Mada yang ikut menyusun UU 20/2013 tentang Pendidikan Dokter (Dikdok) Laksono Trisnantoro mengatakan, hadirnya prodi DLP akan membantu meningkatkan mutu layanan primer.

”Kita butuh meningkatkan efektivitas di layanan primer agar tidak banyak pasien masuk rumah sakit,” katanya.

Laksono menambahkan, hadirnya DPL sangat membantu program jaminan kesehatan nasional (JKN). Selama ini banyak pasien yang tidak tertangani di puskesmas atau faskes primer lainnya dan dirujuk ke rumah sakit karena kompetensi dokternya terbatas. Dengan dinaikannya kompetensi dokter melalui prodi DLP, permasalahan kesehatan masyarakat diharapkan bisa selesai di faskes primer.

”Dengan adanya DLP, 80–85 persen masalah kesehatan masyarakat bisa selesai di faskes primer,” timpal guru besar FK UI Budi Sampurna yang juga terlibat dalam menyusun UU 20/2013 tentang Dikdok.

Bukan hanya bertugas mengobati pasien, DLP akan melakukan pencegahan melalui pembinaan dan kegiatan penunjang lainnya. Selesainya persoalan kesehatan masyarakat di faskes primer akan menguntungkan masyarakat. Pasien bisa menghemat biaya dan waktu karena tidak perlu lagi mendatangi rumah sakit.

Nanti, tambah Laksono, para calon DLP mengikuti pendidikan setara pascasarjana dan spesialis untuk bisa menjadi DLP. Mereka akan mendalami beberapa spesialisasi yang umumnya dibutuhkan dan mungkin dilakukan di faskes primer. Misalnya, penyakit dalam, kebidanan, anak, dan bedah.

”Tapi, sifatnya umum. Tidak seperti spesialis. Nanti mereka melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan,” terang Laksono.

Laksono juga menyatakan, kompetensi para DLP itu disesuaikan dengan kebutuhan di wilayah penugasan mereka. Dia mencontohkan, DLP di Papua yang diharuskan memiliki kompetensi melakukan operasi Caesar karena di sana tidak mudah ditemukan dokter spesialis kebidanan.

”Di Jakarta yang sangat mudah menemukan obgyn, tidak terlalu butuh kompetensi itu. Di Jakarta lebih butuh DLP dengan kompetensi homecare untuk pasien kanker atau stroke,” jelas dia.

Memasuki tahun keempat pelaksanaan JKN, Laksono berharap prodi DLP itu bisa segera terwujud. Selain karena kebutuhan yang mendesak, hadirnya prodi DLP akan meningkatkan daya saing dokter-dokter di Indonesia.

Menurut dia, di era persaingan bebas ASEAN, bukan tidak mungkin dokter-dokter DLP dari luar negeri masuk dan mengisi kekosongan di Indonesia.

”Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, dan Myanmar sudah lebih dulu punya DLP. Kalau tidak punya DLP, kita akan kalah saing dengan mereka. Lagi pula, undang-undangnya sudah ada dan harus segera kita laksanakan,” tutur Laksono.

Menristekdikti Muhammad Nasir merespons wacana amandemen Undang-Undang 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Bagi dia, rencana amandemen itu kewenangan DPR, sedangkan pemerintah bertugas menjalankannya. ”Menurut saya pribadi, UU belum jalan tapi kok sudah diamandemen,” tuturnya.

Nasir menjelaskan, rencana amandemen itu berkaitan dengan pro-kontra pelaksanaan DLP. Namun, mantan rektor Undip itu mengungkapkan, parlemen sudah mulai sependapat dengan DLP. Kata dia, DLP adalah permintaan Kemenkes kepada Kemeristekdikti. (and/wan/c10/oki)

Update