Rabu, 24 April 2024

Duriangkang Dulu dan Sekarang (8-Habis)

2020 Batam Diprediksi Alami Krisis Air

Berita Terkait

Kondisi Waduk Duriangkang saat mengalami kemarau panjang (Elnino) pada tahun 2015 silam. DOK/ATB

Sumber air yang tersedia di waduk di Kota Batam, Diperkirakan hanya akan bertahan hingga tahun 2020. Hal ini akan terjadi jika tidak ada usaha dan upaya serta kerjasama antara pihak yang berwenang (BP Batam) dalam mengelola dan menjaga sumber air yang ada saat ini.

Mengatasi persoalan krisis air bersih di Pulau Batam, kiranya harus menjadi perhatian serius semua elemen. Mengingat kebutuhan air bersih yang terus meningkat setiap tahunnya membuat BP Batam sebagai pemilik waduk di Batam terus mengembangkan sumber-sumber air baku baru untuk bisa diolah.

“Salah satunya mengembangkan waduk Tembesi. Waduk ini waduk ke enam yang disiapkan oleh BP Batam. Selain itu, Batam sudah tidak memiliki lagi area untuk dijadikan waduk,” jelas Enriqo Moreno, Corporate Communication Manager ATB.

Sumber air di Batam diketahui bersama, berasal dari waduk yang tersebar dibeberapa lokasi. Diantaranya waduk yang sedang digunakan ATB untuk pengelolaan air baku yakni waduk Sei Harapan, waduk Sei Ladi, waduk Nongsa, waduk Mukakuning dan waduk Duriangkang.

Oleh karena itu, BP Batam harus segera  menyiapkan waduk Tembesi untuk menyediakan air baku yang kemudian diolah menjadi air bersih oleh ATB. Waduk Tembesi dengan kapasitas produksi air bersih sekitar 600 liter per detik ini juga dihadapkan dengan persoalan daerah tangkapan air.

Waduk Tembesi saat diabadikan dari udara beberapa waktu lalu. ATB/Benny Andrianto

Kondisi saat ini di beberapa titik daerah tangkapan air di lingkungan waduk Tembesi sudah beralih fungsi sehingga kurang dapat berfungsi dengan baik.

Keberadaan waduk pun terancam mengingat waduk sudah mulai mengalami pendangkalan akibat aktivitas tambang pasir di sekitarnya.

Selain itu, disekitar kawasan tersebut juga sudah dijadikan tempat berkebun ataupun berternak dengan alasan untuk mencari sumber kehidupan. Seperti beternak, budidaya ikan, keramba hingga jaring apung.

Dari total kapasitas produksi waduk di Batam saat ini sebesar 3.610 liter/detik. Sementara total kapasitas waduk yang ada sebesar 3.820 liter/detik. Kemudian rata-rata pertambahan jumlah penduduk di Batam sebesar 10 persen setiap tahunnya.

“Sehingga diperkirakan kebutuhan air baku di dalam waduk yang terdapat di Batam dari jumlah produksi 3.610 hanya akan bertahan selama dua tahun kedepan (2018). Ini dapat diketahui dari kapasitas produksi dan kapasitas waduk yang tidak bertambah secara signifikan,” lanjut Enriqo.

Dengan hadirnya waduk Tembesi nantinya, sebenarnya merupakan angin segar bagi kebutuhan air baku di Batam hanya saja penambahan kapasitas 600 liter perdetik juga tidak akan mampu bertahan lama.

Mengingat tambahan suplai dari Tembesi hanya akan menambah kapasitas produksi sebesar 4.210 liter/perdetik.

“Dari tambahan tadi apabila di perhitungkan dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat sebesar 10 persen setiap tahunnya, bisa di prediksi stok air baku yang ada hanya akan bertahan hingga tahun 2020 saja,” lanjut Enriqo.

Lalu bagaimana ketersediaan air baku di pulau Batam untuk jangka panjang, setidaknya hingga 50 tahun kedepan? tentunya kondisi ini akan membutuhkan pasokan air yang lebih banyak.

“Setiap tahun kebutuhan konsumsi air Batam meningkat antara 150 hingga 200 liter per detik untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk Batam yang berkisar 8 hingga 10 %,” ujar Enriqo. Jika asumsi tersebut berjalan dengan konstan maka 50 tahun lagi dibutuhkan tambahan sumber air baku sebesar 10.000 liter per detik.

Sumber air baku inilah yang akan menjadi tantangan bagi pemerintah di Batam di masa mendatang, apabila dibandingkan dengan waduk yang ada saja seperti waduk Duriangkang yang hanya memiliki kapasitas produksi saat ini sebesar 2200 liter per detik tentunya kebutuhan air baku sebesar 10.000 liter perdetik akan sulit untuk di siapkan.

Permasalahan lainnya pada sumber air baku adalah pulau Batam sudah tidak memiliki lagi waduk atau bendungan yang akan di kelola sebagai sumber air baku.

Setiap sisi perairan wilayah Batam boleh dikatakan tidak lagi memungkinkan untuk dijadikan bendungan air baku.

Selain masalah ketersediaan sumber air baku, hal lain yang harus di pikirkan adalah proses persiapan pembangunan infrastrukturnya. Karena hal ini pasti harus dipertimbangkan dengan matang baik dari sisi persyaratan  maupun biaya.

Sebagai contoh proses pembuatan waduk Tembesi, waduk yang dimulai pembangunannya pada tahun 2008 hingga saat ini masih belum bisa dimanfaatkan padahal sudah 9 tahun berlalu.

Padahan waduk Tembesi kapasitasnya hanya 600 liter per detik, bagaimana jika air baku yang disiapkan untuk 50 tahun mendatang berkisar 10.000 liter per detik.
Namun demikian, hal ini kembali lagi kepada Pemerintah untuk menyikapinya secara bijak, cermat dan tepat demi keberlangsungan masyarakat di Kota Batam.(*)

Update