batampos.co.id – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berencana mengubah jenis gambar pictorial health warning (PHW) dalam waktu dekat.
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Kemenkes Anung Sugihantono mengungkapkan, evaluasi PHW sudah berjalan beberapa waktu lalu. Saat ini, tengah ditindaklanjuti untuk rencana perubahan gambar tersebut.
Menurutnya, ada enam gambar yang sudah dipilih. Sama seperti lima gambar sebelumnya, yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 28/2013, gambar mengambil tema kasus-kasus yang terjadi akibat merokok. Seperti, penyakit kanker dan lainnya.
”Dari enam gambar yang sudah dipilih ini, empat sudah oke dan dua lainnya sedang kita konfirmasi ke orangnya,” ujarnya pada Jawa Pos, kemarin (28/1).
Anung menuturkan, persetujuan dua orang ini sangat penting. Karena nantinya, gambar keduanya akan dimunculkan di seluruh bungkus rokok di Indonesia sebagai PHW.
”WHO mengatakan dua gambar ini bukan miliknya. Ini terkait hak cipta. Jadi masih kita telusuri, kalau tidak salah satu orang Thailand dan Swedia,” jelas mantan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah itu.
Bila tak ada kendala lain, perubahan gambar paling lambat dilakukan pada Oktober-November 2017.
Tapi, rencana ini cukup disayangkan sejumlah pihak. Pasalnya, perubahan PHW hanya mencakup jenis gambar.
Bukan ukuran gambar yang sejatinya diyakini lebih berpengaruh dalam penurunan angka perokok pemula.
Seperti diketahui, ukuran gambar PHW Indonesia baru 40 persen dari ukuran bungkus rokok. Besaran ini merupakan ukuran paling kecil.
Bandingkan saja dengan Thailand yang peringatan bergambarnya paling besar (85 persen), Brunei (75 persen), Malaysia dan Kamboja (55 persen), Singapura, Filipina, dan Vietnam (50 persen).
Ketua Umum Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Prijo Sidipratomo menjelaskan, belajar dari beberapa negara, ukuran gambar pada PHW cukup signifikan pengaruhnya dalam penurunan angka perokok.
Di Thailand misalnya. Ukuran PHW yang diperbesar hingga 85 persen mampu turunkan hingga beberapa persen.
”Seharusnya ya perbesar gambar saja. Kalau sampai mau ganti gambar pasti akan berkait lagi dengan masalah teknis pemilihan dan hak cipta,” tuturnya.
Ungkapan senada turut disampaikan oleh Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Sujatno.
Agus mengungkapkan, apa yang dilakukan Kemenkes masih terlalu normatif dan belum cukup untuk menurunkan angka perokok aktif. Termasuk keputusan untuk tidak memperluas ukuran PHW itu sendiri.
”Kemenkes sebetulnya sudah on the track. Dalam PP 109/2012 menyebutkan bahwa PHW dapat dirotasi setelah 2 tahun. Tapi, terlalu normatif,” ujarnya.
Apalagi, dari hasil survei YLKI 2016, ditemukan bahwa 62 persen gambar PHW dibungkus rokok yang beredar tertutup oleh pita cukai.
Menurutnya, jika Kemenkes serius menganggap PHW sebagai instrumen Pengendalian rokok maka sangat perlu mengamandemen Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012.
”Dalam amandemen itu, ukuran gambar dari ukuran 40 persen diubah menjadi minimal 75 persen. Ini lazim di negara lain,” tegasnya.
YLKI juga mendorong Kemenkes segera berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan bea cukai tekait penempatan pita cukai. Agar nantinya fungsi gambar sebagai informasi kesehatan menjadi lebih jelas.
Merespon hal ini, Anung mengaku, telah ada pembicaraan terkait perluasan ukuran gambar ini.
Namun, ada masukan dari beberapa pihak agar fokus saat ini dilakukan pada gambar terlebih dahulu. ”Tentu tidak menutup kemungkinan itu (diperbesar,red),” ungkapnya.
Selain itu, kata dia, pihaknya baru berwenang untuk melakukan evaluasi perubahan gambar sesuai amanat Permenkes No. 28/2013.
Sementara, jika menyangkut perubahan ukuran gambar PHW harus turut mengubah PP 109/2012. (mia/jpnn)