Jumat, 19 April 2024

Dibanding Tahun 2016, Risiko Inflasi 2017 Berat

Berita Terkait

DK PBB Bahas Keanggotaan Penuh Palestina

Batam Segera Miliki Premium Outlet

Batam Segera Miliki Premium Outlet

Kepala Bank Indonesia Perwakilan Kepri Gusti Raizal Eka Putra bersama Walikota Batam dan FKPD memberikan pemaparan saat rapat Tim Pemantau Inflasi Daerah (TPID) di Gedung Bank Indonesia pewakilan Kepri di Batam, Rabu (1/2). F Cecep Mulyana/Batam Pos

batampos.co.id – Kepala Kantor Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kepri, Gusti Raizal Eka Putra mengungkapkan target inflasi 2017 masih sama dengan tahun 2016 yakni 4 plus minus 1 persen. Walau demikian, dalam pencapaian target tersebut tahun 2017 dinilai lebih berisiko.

Risiko yang dimaksud diantaranya, kebijakan kenaikan LPG Rp 1000 per kilogram dengan sistem tertutup dimulai April mendatang, penyesuaian harga BBM dalam kebijakan BBM satu harga yang rencananya pada bulan April, Juli, Oktober juga dipastikan ikut menyumbang dampak. Hal lain yakni, rencana kenaikan cukai rokok dan plastik.

“Sekarang dari segi cuaca, dulukan El Nino , sekarang La Lina atau musim panas yang berkepanjangan ini juga perlu diantisipasi. Dan yang spesifik di Batam, potensi kenaikan tarif listrik pasti akan ada dampaknya,” kata dia saat rapat Tim Pengedali Inflasi Daerah (TPID), Rabu (1/2/2017) kemarin.

Dampak kebijakan tersebut harus dihadapi. Untuk itu, TPID perlu fokus pada inflasi yang disebabkan oleh komponen bergejolak (volatile food), seperti menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok, termasuk cabai dan penyumbang inflasi lainnya. Salah satu langkah yang bisa diambil yakni mengembangkan pertanian hidroponik.

“Kalau kita bisa jaga volatile food ini pada angka 4-5 persen, maka inflasi bisa di bawah 4 persen,” kata Gusti.

Tak hanya itu, guna mengontrol harga bahan pokok, dia berharap pasar induk Batam kembali berfungsi. Ketiadaan pasar induk ini membuat Batam tak memiliki patokan harga.

“Kalau ada patokan harga nanti kita bisa lihat disparitasnya . Kalau harga cabai partai besar Rp30 ribu, tak mungkin di (pasar) Botania harganya Rp60 ribu” kata Gusti.

Keberadaan pasar induk cukup penting dalam upaya pengendalian harga, mengingat data penduduk Batam sebanyak 1,2 juta jiwa. Untuk itu, pihaknya mendorong pemerintah agar segera menyelesaikan persoalan aset di pasar induk. Apalagi program pembanguan pasar termasuk dalam nawacita Presiden Joko Widodo.

“Kita perlu diskusi juga untuk mempercepat penyelesaian masalah ini,” ujar dia.

Menurut Gusti, sejatinya pemerintah pusat menyiapkan anggaran untuk pembangunan pasar yang didanai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Namun syarat lahan yang akan dijadikan tempat pasar induk mesti milik pemerintah daerah setempat.

“Mungkin ini bisa didiskusikan,” kata Gusti.

Sementara itu, Plt Kepala Biro Keuangan BP Batam, Agung mengatakan, untuk soal pengalihan aset pasar induk, saat ini pihaknya juga masih menunggu jawaban dari Kementerian Keuangan.

“Sekarang kami juga masih menunggu dari Kementerian Keuangan. Kami juga ingin masalah aset ini cepat selesai,” ucap Agung. (cr13)

Update