Kamis, 25 April 2024

Panglima TNI: Anggaran Polri Rp 84 triliun, TNI Rp 108 triliun

Berita Terkait

Panglima TNI Gatot Nurmantyo saat hadir dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR RI di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta. (HENDRA EKA/JAWA POS)

batampos.co.id – Tahun ini Polri mendapatkan anggaran Rp 84 triliun. Sedangkan TNI memperoleh Rp 108 triliun untuk lima instansi. Masing-masing Mabes TNI, Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), Ang­katan Udara (AU), dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan).

Itu ialah salah satu hal yang dibeber oleh Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dia hadapan DPR RI.

Panglima mengaku saat ini tidak bisa leluasa melakukan pengawasan terhadap perencanaan dan penggunaan anggaran di setiap angkatan. Sebab, sejak terbitnya Peraturan Menteri Pertahanan (Permenhan) Nomor 28 Tahun 2015, kewenangan pucuk pimpinan militer itu dipangkas.

Gatot menjelaskan, anggaran belanja barang Mabes TNI dialokasikan Rp 4,8 triliun. Dia tidak menjelaskan perihal anggaran AD, AL, dan AU. Menurut Gatot, kedudukan panglima TNI sekarang sama dengan detasemen Mabes TNI. Dia tidak lagi mengendalikan AD, AL, dan AU.

“Kewenangan saya tidak ada,” katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR di Senayan kemarin.

Kewenangan panglima TNI dipangkas setelah muncul Permenhan 28/2015 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Pertahanan Negara. Peraturan itu dinilai bertentangan dengan UU 34/2004 tentang TNI.

Gatot menerangkan, Permenhan 28/2015 meniadakan tugas, kewajiban, atau wewenang TNI untuk membuat rencana kerja dan anggaran (RKA). Dalam hal penganggaran, panglima TNI berkedudukan sama dengan kepala unit organisasi (UO) angkatan karena hanya diberi tanggung jawab UO Mabes TNI.

Menurut Gatot, jalur pengajuan dari UO angkatan langsung ke Kemenhan sejatinya meniadakan TNI. Tidak ada lagi wewenang panglima TNI untuk membuat kebijakan prioritas penganggaran.

“Termasuk proporsionalitas antar angkatan,” ucap mantan KSAD itu.

Dengan aturan tersebut, panglima TNI sulit bertanggung jawab dalam pengendalian penggunaan anggaran.

Gatot juga memaparkan poin-poin dalam permenhan yang melanggar atau bertentangan dengan UU 34/2004. Dalam hal kebijakan dan strategi pertahanan, pasal 3 UU 34/2004 menyatakan bahwa TNI berada di bawah Kemenhan. Sedangkan dalam permenhan disebutkan, UO angkatan yang berada di bawah Kemenhan.

Selain itu, dalam permenhan disebutkan, pengajuan RKA dilakukan langsung dari UO angkatan ke Kemenhan.

“TNI tidak punya lagi kewenangan mengontrol RKA UO angkatan,” kata Gatot.

Hal itu bertentangan dengan pasal 4 UU 34/2004 yang menyebutkan bahwa TNI terdiri atas AD, AL, dan AU yang melakukan tugas secara matra atau gabungan di bawah panglima TNI.

Gatot menegaskan harus mengungkap masalah tersebut demi kepentingan penerusnya.

“Saya buka ini untuk persiapan adik-adik saya. Saya mungkin besok bisa diganti,” ujar jenderal yang pernah menjabat Pangdam V/Brawijaya itu.

Jika hal tersebut terus terjadi, kewenangan di bawah panglima TNI tidak ada lagi.

Paparan panglima TNI direspons DPR. Anggota Komisi I Effendi Simbolon mempertanyakan perubahan aturan itu.

“Bisa nggak kami mendapatkan penjelasan dari Menhan dasar perubahan itu?” katanya.

Menhan Ryamizard Ryacudu menyanggupi. Namun, dia meminta rapat tertutup. “Kalau tertutup, kita buka-bukaan,” ujarnya. Para jurnalis pun diminta keluar ruang rapat.

Anggota Komisi I Andreas Hugo Pareira meminta penjelasan lebih detail terkait masalah tersebut. Tapi, karena belum memiliki bahan yang cukup, rapat ditunda. DPR mengagendakan rapat lanjutan untuk memberikan penjelasan yang komprehensif.

“Kami coba sinkronkan. Jangan sampai melanggar undang-undang yang menimbulkan friksi,” tuturnya. (lum/c9/ca)

Update