Minggu, 1 Desember 2024

Dari Tiongkok Rokok Elektrik Menyebar ke Indonesia, Aman Kah?!

Berita Terkait

Kepulan asap yang dihasilkan dari isapan vapor membanggakan bagi penikmatnya. (Ilustrasi: Chandra Satwika/Jawa Pos)

batampos.co.id – Tak merokok tembakau eh pibndah ke rokok elektrik atau artificial. Lebih aman kah?

Rokok elektrik atau yang dikenal dengan vapor saat ini sudah menjadi gaya hidup. Alat isap tersebut digadang-gadang telah menjadi pengganti rokok konvensional (tembakau). Namun, hingga kini vapor belum bisa dipastikan aman 100 persen bagi kesehatan.

Ya, kepulan asap yang dihasilkan dari isapan vapor memang membanggakan bagi penikmatnya. Sebagian di antara mereka berlomba mengeluarkan asap hingga membubung tinggi. Penikmat vapor pun bukan hanya mantan perokok konvensional, tetapi ada pula yang hanya mengikuti tren.

Dokter spesialis paru RSUD Sidoarjo dr Dwiraras Radityawan SpP mengatakan, dalam bahasa medis, vapor kerap disebut electronic nicotine delivery system (ENDS). Yakni, suatu tren baru yang bertujuan menggantikan rokok konvensional. Tren penggunaan vapor baru dimulai pada 2003. Penemunya adalah salah seorang apoteker di Tiongkok.

’’Sebenarnya tujuan diciptakan vapor ini lebih bagus dari sisi kesehatan dibandingkan dengan harus merokok konvensional,” katanya.

Penelitian penggunaan vapor, lanjut dia, juga masih belum panjang, yakni sekitar 10 tahun. WHO dan BPOM hingga kini belum bisa merekomendasikan rokok elektrik tersebut aman 100 persen.

’’Dari rokok elektrik ini, orang diharapkan tidak bergantung pada rokok konvensional,” ujarnya.

Dwiraras mengungkapkan, ada empat komponen kandungan vapor. Yakni, micro glycerin, propylene glycol, essence, dan ’’nikotin”. Selama ini vapor dikenal tanpa nikotin. Hal itu tentu tidak terlalu berbahaya bagi kesehatan. Namun, ketika dalam kandungan vapor ada nikotin, risiko terhadap kesehatan tubuh tentu tetap ada.

’’Meski telah diklaim kandungan nikotin pada vapor berkurang, belum ada yang bisa menjamin,” ungkapnya.

Berdasar penelitian asosiasi kesehatan di Amerika, lanjut dia, belum ada penemuan yang menyebutkan bahwa penggunaan vapor 100 persen aman. Sebab, vapor masih menimbulkan potensi kanker, radang paru, asma bronkial, dan gangguan jantung. Ada pula penelitian dari Food Drug and Association yang menyatakan bahwa nikotin cair pada vapor mengandung karbonil.

’’Ini ditengarai menjadi penyebab kanker,” katanya.

Dwiraras menuturkan, BPOM hingga saat ini tidak merekomendasikan penggunaan vapor karena memang belum ada penelitian ilmiah yang melatarbelakanginya. Apabila dalam kandungan vapor terdapat senyawa nitrosamine dan karbon monoksida, di kemudian hari bisa terjadi kanker.

’’Vapor aman, tetapi bergantung isi kandungannya,” ujarnya.

Menurut dia, jika tanpa cairan nikotin, vapor akan lebih aman daripada rokok konvensional. Namun, yang disayangkan ketika cairan nikotin pada vapor disebutkan tidak sesuai dengan sebenarnya.

’’Sebaiknya juga lebih waspada dalam melihat kandungan vapor,” katanya.

Penggunaan vapor juga berisiko terhadap kesehatan tubuh. Dwiraras menjelaskan, hasil isapan vapor adalah asap. Karena itu, penggunaan vapor lebih berisiko ketika di ruang tertutup. Jika asap tersebut terkena seseorang yang sensitif dan terjadi reaksi iritasi, bisa terjadi hambatan saluran pernapasan atau asma akut. Selain itu, suhu menentukan kesehatan. Sebaiknya vapor digunakan pada suhu yang tidak terlalu tinggi. Sebab, suhu yang terlalu tinggi bisa mengakibatkan kadar nikotin yang dikeluarkan semakin tinggi pula.

”Sebaiknya perlu diperhatikan ruang dan suhu,” jelasnya.

Selain itu, pencinta vapor harus lebih teliti terhadap kandungannya. Jika kandungannya hanya micro glycerin, propylene glycol, dan essence, vapor masih aman. Namun, kalau ada kandungan nitrosamine, vapor bisa mengakibatkan kanker di kemudian hari. Kandungan nikotin itu juga bisa menyebabkan tekanan darah tinggi, adrenalin meningkat, dan ketagihan.

’’Kalau kandungan nikotin tetap dibiarkan, kan sama saja dengan pakai rokok konvensional,” tandasnya. (ayu/c7/dio/sep/JPG)

Update