Sabtu, 20 April 2024

Surat Wasiat Menyayat Hati Tulisan Tangan Feri sebelum Bunuh Diri

Berita Terkait

Ilustrasi

Sebelum aku dikuburkan aku mohon ketemukan aku sama mamaku, supaya mamaku melihat perjalanan terakhirku. Kuburkanlah aku di samping adiku (Yolanda). Terimakasih buat kawan-kawanku yang selama ini banyak membantuku. Aku sayang kalian semua. Maafkan aku atas semua kesalahanku Digital Yes Printing.

Dede rindu sama mama, Dede sayang sama mama, Dede pengin ketemu sama mama, Ya Allah jagakan mamaku dimanapun mamaku berada ya Allah, dan jauhkanlah dari segala marabahaya. Amin, maafkan atas semua kesalahan Dede yang selama ini membuat mama kecewa.

Bapak maafkan Feri. Feri tidak bisa membahagiakan Bapak. Ya Allah sembuhkanlah penyakit bapakku supaya bapaku kembali seperti yang dulu (sehat selalu). Ini pesan terakhirku untuk kedua orangtuaku, bapak dan mama.

Itulah surat wasiat yang ditulis Feri Candra sebelum ia tewas bunuh diri.

Pemuda 21 tahun itu ditemukan tewas tergantung di kamarnya di Gang Candi Agung 4, Jalan Alianyang, Pontianak Kota, Kalbar, Senin (13/2) pukul 08.00.

Diduga Feri stress karena permasalahan keluarga. Mayatnya pertama kali ditemukan pemilik Digital Yes Printing saat datang hendak membuka usahanya.

Feri merupakan pegawai sekaligus penjaga malam yang tinggal di kamar belakang Digital Yes Printing.

Di kamar berukuran 3 x 3 meter tersebut, leher Feri terjerat tali plastik berwarna hijau.

Polisi tiba ke lokasi dan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Kemudian menyita barang bukti dan memasang garis polisi.

Di samping korban ditemukan sepucuk surat yang isinya wasiat ditujukan kepada ibu dan ayahnya serta teman-temannya.

Bripka Agung Utomo, personil Inafis Polresta Pontianak saat melakukan olah TKP, menjelaskan, berdasarkan pemeriksaan di jarinya, diduga kematian Feri belum lama.

“Kemungkinan subuh tadi, karena jika sudah lebih dari delapan jam, jarinya sudah kaku. Namun tadi itu jarinya masih lembut dan bisa digerakkan. Diduga baru meninggal 2-3 jam sebelumnya,” kata Agung.

Jenazah Feri dibawa ke Rumah Sakit Anton Sudjarwo Pontianak untuk divisum. Polisi juga tidak menemukan tanda-tanda kekerasan, hanya bekas jeratan di lehernya.

“Namun untuk pastinya, kita mesti menunggu keterangan dokter yang mempunyai wewenang,” paparnya.

Di kamar Feri, selain surat wasiat, juga ditemukan telepon selular merk Cross dan uang Rp295. Semua barang tersebut kemudian disita polisi untuk penyelidikan.

Ketua RT 04/ RW 022, Ibrahim Akil mengaku Feri sudah sekitar setahun tinggal dan bekerja di Digital Yes Printing.

“Dia lapor setahun yang lalu lah, bilang mau tinggal sendiri di sini. Saya tanya kamu tahan ndak, di sini banyak hantu, karena lama kosong,” ujar Ibrahim Akil.

Namun Feri yang berdasarakan kartu idientitasnya beralamat di Jalan 28 Oktober itu akhirnya tinggal sekaligus berkerja di tempat tersebut.

“Biasa-biasa saja, karena dia sibuk kerja juga. Tinggalnya sehari-hari sendirian, tapi sesekali ada temannya datang juga,” jelas Ibrahim yang rumahnya hanya berjarak beberapa meter dari tempat kejadian.

Ibrahim mengaku selama ini Feri dikenal bagus dan cukup cekatan dalam berkerja. Di kalangan warga sekitar, dia dikenal cukup baik.

“Kalau dengan saya sih dia ramah anaknya, sering ngobrol, sering nyapa, sering belanja di sini,” jelas Ibrahim sembari menunjuk sebuah warung yang tepat berada di depan rumahnya.

Namun kata Ibrahim, ia sempat mendengar cerita beberapa warga yang menilai Feri agak pendiam belakangan ini. “Katanya ada yang lihat si Feri ini suka duduk melamun sendiri,” tambahnya.

Saat jenazah tiba di Unit Gawat Darurat RS Anton Sudjarwo, terlihat Suhardi bin Udin, ayah Feri. Dia sangat terpukul dengan kepergian putranya.

Saat jenazah putranya turunkan dari mobil ambulans, Suhardi meneteskan air mata. “Anak saya itu Bang, anak kandung saya Bang,” ujarnya terisak.

Suhardi sendiri masih sulit untuk dimintai keterangan. Termasuk mengenai penyebab mengapa akhirnya Feri mengakhiri hidupnya. “Saya sakit stroke, sudah lama ndak ketemu dengan Feri,” ceritanya.

Pria yang mengaku tinggal di Gang Lancang Kuning, Sungai Jawi ini tampak kebingungan bagaimana mengurus jenazah putranya.

“Saya ndak tau, mau dimakamkan di Pal atau Kakap mungkin,” tuturnya. (isa)

Update