Kamis, 18 April 2024

Tarif Jasa Pelabuhan di Batam Dinilai Kurang Kompetitif Dibanding Singapura dan Malaysia

Berita Terkait

Suasana galangan kapal di Batuampar yang padat, Jumat (15/4). Pengusaha Shipyard di Batam berharap penerapan KEK tak akan berdampak negatif bagi industri tersebut. F.Rezza Herdiyanto untuk Batam Pos

batampos.co.id – Tarif jasa pelabuhan di Batam ternyata sangat tinggi jika dibandingkan dengan Singapura atau Johor, Malaysia. Kondisi ini membuat industri maritim di Batam kalah saing dan jauh tertinggal dari dua negeri jiran itu.

Sekretaris II Indonesia National Shipyard Association (INSA) Batam, Osman Hasyim, mengatakan tarif pelabuhan di Batam rata-rata 2.000 persen lebih mahal jika dibandingkan dengan Johor dan Singapura. Tarif ini tertuang dalam Peraturan Kepala (Perka) Badan Pengusahaan (BP) Batam Nomor 17 Tahun 2016

“Dengan keluarnya Perka itu, tarif semakin tinggi dan ini tidak baik bagi Batam,” kata Osman, Kamis (16/2).

Contohnya tarif labuh tambat (Port Dues) untuk kegiatan kapal sandar dengan tujuan bongkar muat barang. Di Batam dikenakan tarif hingga 11.394 dolar Amerika untuk kapal dengan gross tonnage (GT) 10.000. Tarif tersebut berlaku untuk tiga hari sandar.

Sementara di Johor, untuk berat kapal dan durasi yang sama, tarifnya hanya 649 dolar Amerika. Di pelabuhan Singapura tarifnya jauh lebih murah lagi, yakni hanya sekitar 604 dolar Amerika.

Sedangkan laid up atau parkir kapal, tarifnya jauh lebih mahal lagi. Di pelabuhan Batam, parkir kapal dengan GT 100.000 ke atas dikenakan tarif sebesar 209.434 dolar Amerika per tahun. Angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tarif di Johor yang hanya 29.269 dolar Amerika.

“Singapura lebih murah lagi. Tarifnya, untuk skala yang sama, hanya 6.164 dolar Amerika per tahun,” jelasnya.

Untuk bisa menghitung berapa tarif yang dikenakan ketika berlabuh di pelabuhan Singapura, Osman mengatakan bisa mengeceknya di website NPA Port Dues Calculator. Dan untuk bisa melihat kepadatan arus lalu lintas kapal bisa dicek di website Marine Traffic. “Maka kita dapat mengetahui angkanya dan bagaimana lalu lintas kapal di Selat Malaka. Batam itu sangat sepi,” ungkapnya.

Karena tarif yang murah tersebut, tidak heran banyak kapal yang mampir ke Singapura. Dalam setahunnya ada 201.198 kali kunjungan kapal yang bersandar ke negeri jiran tersebut. Sedangkan kapal yang mampir ke Batam hanya 6.894 kali kunjungan.

Selain berpengaruh kepada kunjungan, tarif murah tersebut mempengaruhi pemasukan. Pada tahun 2015, pelabuhan di Singapura menghasilkan Rp 2,7 triliun. Sedangkan pelabuhan di Batam hanya Rp 250 miliar.

“Masih jauh dengan Port Klang di Malaysia yang bisa meraup Rp 912 miliar,” imbuhnya.

Dan puncak terbaiknya dengan tarif serendah itu, Singapura mampu membuka peluang untuk mencari keuntungan lebih tinggi lagi. Ini disebut efek berganda (multiplier effect). Contohnya ada banyak kapal yang parkir atau laid up selama bertahun-tahun atau bersandar di Singapura, maka para pemilik kapal yang sudah nyaman dengan pelayanan di Negeri Singa tersebut akan membuat kantor perwakilan sehingga menyewa gedung di sana. Dengan begitu, maka akan mengerek sektor lainnya untuk mendapatkan pemasukan, seperti perhotelan, kuliner, dan lainnya.

Osman kemudian memperlihatkan tabel perbandingan antara tarif baru yang tertuang dalam Perka Nomor 17 Tahun 2016 dengan tarif Perka Nomor 15-16-17 Tahun 2012 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2016. Khusus untuk yang disebut terakhir merupakan tarif yang berlaku di pelabuhan yang dibawah otoritas dari Kementerian Perhubungan.

“Dibandingkan dengan tarif tahun 2012 dan PP, tarif 2016 meningkat paling tinggi hingga 1733 persen untuk jasa penumpukan di pelabuhan bagi hewan tipe C,” jelasnya.

Pada tarif lama dan PP, tarif hewan C senilai Rp 300 per ekor per hari. Dan pada tarif baru naik menjadi Rp 5.500 per ekor per hari.

Memang ada juga tarif yang turun yakni jasa tambat kapal angkuta laut luar negeri kelas I sebesar 20 persen. Namun untuk kapal pelayaran rakyat justru naik 105 persen dari tarif lama dan 248 persen dari PP.

Osman juga menyebut sebelumnya Dewan Kawasan (DK) telah meminta BP Batam untuk rapat dengan para pengusaha pelayaran sebelum menentukan tarif.

“Namun hingga saat ini belum ada rapat,” jelasnya.

Para pengusaha pelayaran hanya meminta agar BP Batam mampu membuka diri dan berkomunikasi dengan mereka.”Biar kami tahu Batam ini mau dibawa kemana, mengingat dunia maritim di Batam tengah goyang,” ujarnya.

Ia juga membenarkan wacana Tiongkok untuk membangun Terusan Kra di Thailand. Konon kabarnya terusan itu akan dibangun secara diam-diam. Jika selesai, maka Singapura, Malaysia, dan Juga Indonesia akan gigit jari.

“Karena jika melewati terusan tersebut akan menghemat 1200 mil daripada melewati Selat Malaka,” jelasnya.

Lagipula saat ini kapal yang bersandar di Singapura sudah terlalu padat sehingga keselamatannya sekarang tidak terjamin lagi. Banyak yang melirik pelabuhan di Malaysia seperti Tanjung Pelepas, Port Klang, Trengganu, dan lainnya.

“Sedangkan Batam hanya bisa termangu saja,” katanya.

Makanya kunjungan Menteri Luhut beberapa waktu lalu diharapkan dapat menjadi angin segar karena berencana menjadikan Pulau Nipah sebagai kawasan industri maritim.”Pelabuhan Batuampar sendiri sudah tidak bisa lagi dijadikan pelabuhan transhipment karena banyak pipa minyak dibawahnya,” jelasnya.

Pihaknya telah mengumpulkan data yang diperlukan untuk diserahkan kepada Luhut untuk segera ditindaklanjuti.

“Respon mereka sangat bagus,” jelasnya.

Minimnya kapal yang singgah di Batam juga berpengaruh pada industri galangan kapal. Sekretaris Batam Shipyard Offshore Association (BSOA), Suri Teo pernah mengatakan bahwa pada tahun 2014 ada ratusan perusahaan shipyard di Batam dan mampu menyerap 250 ribu tenaga kerja.

“Sedangkan sekarang hanya 2000 tenaga kerja,” jelasnya.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Promosi dan Humas BP Batam, Purnomo Andiantono membenarkan tarif tinggi tersebut. Namun ia berkilah bahwa pelabuhan di Singapura tidak bisa disamakan dengan pelabuhan di Batam.

“Batam saja yang tarif pelabuhannya lebih rendah sebelumnya, tidak ada kapal yang bersandar di sini,” jelasnya.

BP Batam malah memiliki versi berbeda mengenai jumlah kunjungan kapal ke pelabuhan di Batam.

Pada tahun 2014 ada 23.637 kali kunjungan kapal barang. Pada tahun 2015 ada 24.245 kali kunjungan. Dan pada tahun 2016 hingga bulan Juni, ada 11.891 kali kunjungan.

Makanya BP Batam menetapkan tarif berdasarkan perbandingannya dengan pelabuhan lainnya di Indonesia.

“Tarif kita dulu lebih rendah dari Pelabuhan Malahayati Aceh, padahal pelabuhan Batuampar itu kelas satu,” ujarnya.

ilustrasi

Walaupun tarif sekarang tinggi, ia mengatakan bahwa ada peningkatan pelayanan yang akan dibuat BP Batam.

“Kan sekarang banyak perbaikan infrastruktur, sistem online pun dibenahi. Dan nanti akan diadakan pengadaan Gantry Crane,” ujarnya. (leo)

Update