batampos.co.id – Setahun terakhir harga sagu Lingga terus terpuruk. Dampaknya perekonomian ribuan petani sagu Lingga menurun drastis. Perkilogram sagu kotor hanya tembus Rp 1.100. Artinya 1 Ton sagu masyarakat hanya Rp 1,1 juta.
Pantauan di lapangan, produksi sagu Lingga terus merugi. Produksi semakin lesu karena pasar yang belum dapat diakomodir pemerintah daerah. Sehingga produk ketahanan pangan Lingga tersebut belum juga dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
“Sagu kotor sekarang cuma Rp 1,1 juta perton. Tidak pernah stabil. Produksipun menurun karena tidak menjanjikan lagi,” ungkap Atan salah seorang pekerja sagu Lingga, Selasa (21/2).
Hal tersebut juga diakui kades Panggak Laut, Ahmad. Sebagai wilayah yang miliki lahan pertanian sagu cukup luas lebih dari 50 Hektare, harga tertinggi sagu hanya Rp 1.600 perkilogram. Namun hal tersebut tidak berlangsung lama. Saat harga sagu terpuruk, produksi sagu yang dikelola oleh industri rumah tangga terbebani biaya produksi.
“Awal tahun kemarin harga cuma Rp 1.300 perkilogram. Bulan ini belum saya cek. Tapi kalau diambil langsung oleh pengumpul perkilogram hanya Rp 1.200. Kami berhararap harga bisa kembali Rp 1.600. Paling tidak produksi masyarakat aman. Kalau sagu bersih, warga disini tidak mampu melakukan karena biaya produksinya lebih mahal,” jelasnya.
Sementara itu dalam pemaparan kegiatan ekpose 1 Tahun kinerja Awe-Nizar, Bupati Lingga Alias Wello akui hutang untuk mengoptimalkan hasil pertanian sagu Lingga. Meskipun gencar dalam program ketahanan pangan, namun sagu Lingga belum mendapat perhatian serius hingga 1 tahun sudah menjabat sebagai orang nomor satu di Lingga.
“Ini salah satu hutang kerja Awe-Nizar di tahun pertama. Untuk mengoptimalkan potensi sagu yang jumlahnya ribuan hektar di Lingga,” beber Awe, Sabtu (18/2) malam kemarin.
Saat pilkada 2015 lalu, sagu Lingga menjadi salah satu program yang diusung Awe-Nizar dalam kampanye. Namun di lapangan kata Awe sapaan akrab bupati Lingga ini ada sejumlah kendala yang menghambat potensi pertanian sagu rakyat.
“Dulu pernah ada investor dari India melirik hasil produksi sagu masyarakat Lingga. Mereka bahkan hampir tak percaya, sagu Lingga yang berkualitas baik itu hanya diolah secara tradisional,” katanya.
Pihak investor yang tertarik membeli hasil produksi sagu masyarakat tersebut, minta diantarkan langsung ke India.
“Disitu masalahnya. Sarana pengangkutan kita tidak memadai. Harus melalui pintu Singapura. Itu harus dalam jumlah besar. Sementara kuota produksi sagu Lingga ini masih skala kecil,” terangnya.
Selain itu kata Awe, persoalan BUMD yang pernah ikut membantu pengelolaan sagu di Lingga juga akan kembali dioptimalkan. Lebih lanjut, Awe minta petani bersabar.
Peluang lain, kata Alias, juga datang dari penampung lama, yang pernah menjalin kerjasama dengan BUMD Lingga.
“Insyaallah ini kita kaji kembali supaya lebih tertata dengan baik. Bagi saudara-saudara yang punya dusun sagu, saya minta besabar. Saya tetap memperjuangkan itu,” janji Awe lagi. (mhb)