Kamis, 30 Januari 2025

Jodoh Boulevard Riwayatmu Kini,… Siang Saja Menakutkan, Apalagi Malam

Berita Terkait

Kondisi taman Jodoh Boulevard yang rusak dan tidak terawat lagi akibat kios liar yang menempati daerah tersebut, Batuampar, Jumat (24/2). F.Rezza Herdiyanto/Batam Pos

Jauh panggang dari api. Proyek Taman Jodoh Boulevard yang digadang mirip Bugis Street Singapura, kini kondisinya memprihatinkan. Sejak dibangun pada 1 September 2007 silam, proyek mercusuar itu semakin tak terurus.

Ketiga pria itu berdiri di emperan toko, menanti hujan reda. Mereka kompak mengeritkan dahi saat ditanya tentang Jodoh Boulevard.

Salah satu dari mereka hanya menggeleng, setelah berpikir beberapa saat sebelumnya. Sementara pria berbaju koko putih di sebelahnya, menjawab singkat ketidaktahuannya. “Saya justru baru dengar,” kali ini ucap pria ketiga.

Namun kebingungan mereka lenyap, seketika mendengar taman di Jodoh. “Ooh kalau itu, lurus saja. Tak sampai 200 meter lah. Nampak itu nanti gerobak banyak beserak di tamannya,” terang pria sembari menunjuk arah ke sisi kirinya.

Sebagaimana dijelaskan pria tadi, Jodoh Boulevard yang lebih dikenal warga sekitar dengan tamannya Taman Jodoh dipenuhi dengan gerobak di berbagai sisinya. Bahkan, taman yang diimpikan menjadi ikon kota itu nyaris tertutup oleh gerobak.

Ikon kota dengan sebutan Jodoh Boulevard, menjadi mimpi Pemerintah Kota Batam pada 2006 lalu. Sesuai dengan konsepnya, Jodoh Boulevard dirancang menjadi taman asri di tengah pusat bisnis. Karenanya, pembangunan taman ini dilengkapi dengan dua kolam di dua sisinya. Ada air mancurnya pula.

Sementara di tengah taman dipasang kursi-kursi beton yang berjejer rapi. Lampu-lampu hias juga berjejer mempercantik taman. Harapannya, taman ini menjadi tempat warga melepas penat bersama keluarga di malam hari.

Tapi itu dulu. Saat awal-awal berdiri, memang lampu tamannya bersinar terang. Kolam air mancurnya juga menambah romantisme taman.

Namun melihat kondisinya kini, kawasan yang telah menghabiskan dana hingga miliaran rupiah ini, disangsikan dapat menjadi pilihan menghabiskan waktu bersama keluarga. “Kayanya mau lewat aja takut. Apalagi kalau malam,” ujar salah seorang juru parkir di kawasan tersebut, Jumat (24/2).

Apatah tidak jika yang terlihat sepanjang taman dipenuhi gerobak beratap sambungan tenda. Tertutup tak beraturan sekatnya antara satu tempat dan yang lain. Meski asal, para pedagang kaki lima, seakan menegaskan batas wilayahnya. Sekreatif mungkin, gerobak yang juga menjadi etalase dagangan difungsikan pula sebagai sambungan rumah di sekelilingnya.

“Ginilah hari-hari. Sepatu pun kadang laku satu, dua. Kadang tak ada,” ucap Ika, pedagang kaki lima di Jodoh Boulevard.

Wanita yang menjual puluhan model sepatu wanita untuk berbagai kalangan usia itu mengaku sudah lima tahun berjualan di Jodoh Boulevard. Namun sejak tiga tahun belakangan, perlahan tapi pasti penjualannya kian menurun.

“Yang beli ya orang-orang PT sini aja. Kan banyak dekat PT ini,” sambungnya sambil membetulkan atap tenda yang tergenang air hujan.

Sejumlah kios liar yang berada di Jodoh Boulevard yang merusak estetika kota dan membuat kondisi jalan menjadi kotor dan berbau, Batuampar, Jumat (24/2). F.Rezza Herdiyanto/Batam Pos

Jika pedagang kaki lima baru tiga tahun belakangan merasakan bisnisnya redup, para pebisnis di sekitarnya justru sudah lebih lama usahanya mati suri. Padahal, di sisi kiri dan kanan Jodoh Boulevard itu terdapat puluhan ruko dan pasar yang dulunya menjadi pusat ekonomi di Batam. Pasar Jodoh bahkan menjadi legenda sentra bisnis di kota ini.

“Tahun 80 sampai 90an itu masa kejayaan Jodoh. Jauh sebelum adanya Jodoh Boulevard,” kata Ketua Himpunan Pengusaha Tanjung Pantun (Hiptun), Harsono, mengisahkan.

Di tempat kerjanya yang berlokasi tak jauh dari taman tersebut, Harsono mengaku prihatin atas lokasi yang telah dianggapnya seperti rumah ini. Menurutnya perekonomian Jodoh terganggu dikarenakan konsep pemerintah yang tak dijalankan dengan komitmen dan kematangan.

“Perencanaannya itu seperti Bugis Street Singapura. Makanya saya ikut setuju,” ucap Harsono yang telah dianggap sebagai tetua di lokasi tersebut.

Namun hasil tak sesuai dengan yang digambarkan pemerintah waktu itu di benaknya.

“Begitu jadi taman tak cantik. Seperti lahan kosong, makanya banyak (pedagang) kaki lima buka tempat,” sambungnya.

Penertiban pun tak berjalan tegas. Sehingga walaupun telah dibubarkan pada beberapa kesempatan, pedagang terus berdatangan tanpa ada rasa jera. Namun justru pihak pemerintah yang kemudian serik menggelar penertiban kembali. Seakan kalah dengan kegigihan pedagang kaki lima.

Melihat kondisi yang terus berlanjut, Harsono meyakini pusat bisnis Jodoh akan bangkit kembali dengan satu-satunya cara. “Kembalikan saja fungsinya sebagai jalan seperti semula,” harapnya.

Dengan mempercantiknya sebagaimana jalan utama tepat di sisi lain taman Jodoh, perubahan positif dipastikan akan terasa.

Saran yang sama dituturkan anggota Komisi II, DPRD Kota Batam, Mulia Rindo Purba.

“Revitalisasi. Dikembalikan jadi (jalan) dua jalur,” ucap Rindo yang juga adik dari Samuel Purba, yang merupakan pemilik Grand Majesty Hotel.

Hotel Grand Majesty juga merupakan salah satu usaha yang ikut gulung tikar tersebab kehadiran Jodoh Boulevard. Posisi hotel bintang empat itu memang persis di sebelah taman tersebut. Sejak awal dibangun, Jodoh Boulevard memang sudah mengurangi kenyamanan tamu Grand Majesty. Sehingga tamu hotel itu terus berkurang. Hingga akhirnya Grand Majesty tak mampu bertahan dan memutuskan untuk tutup pada akhir 2011 lalu.

“Tamu dan pelanggannya kebanyakan dari Johor (Malaysia). Lalu pernah kejadian dijambret. Intinya masalah keamanan,” ujar Rindo berdasarkan kisah yang dibagi saudara lelakinya itu.

Petugas kebersihan menyapu kawasan Jodoh Boulevard. Kawasan ini banyak kios kaki lima, sampah banyak, fasilitas pada rusak dan kumuh.  F. Dalil Harahap/Batam Pos

Selain masalah keamanan, urusan kebersihan di kawasan itu juga semakin memperburuk keadaan. Akibatnya, toko dan pasar di Jodoh kian sepi pengunjung. Roda ekonomi di kawasan yang pernah menjadi pusat bisnis itu kian hari terus melambat dan akhirnya berhenti.

Sebagaimana tulisan berwarna putih pada salah satu dinding pot di taman Jodoh Boulevard yang berbunyi, “Kapan aku mati”. (FARADILLA VERWEY, Batam)

Update