Jumat, 29 Maret 2024

KPK Sorot Tender Proyek APBD

Berita Terkait

Wakil Ketua KPK Alexander Marwaata didampingi Gubernur Kepri Nurdin Basirun. (Yusnadi/Batam Pos)

batampos.co.id – Wakil Ketua Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan proses pengadaan barang dan jasa, baik itu APBN maupun APBD rentan terjadinya praktik Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Baik itu suap maupun Operasi Tangkap Tangan (OTT) berawal dari proses pengadaan barang dan jasa.

“Dari 80 persen tindak pidana korupsi yang ditangani KPK, terjadi dalam proses pengadaan barang dan jasa,” ujar Alexander Marwata menjawab pertanyaan media usai menjadi pembicara pada kegiatan sosialisasi (KKN) dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau di Aula Kantor Gubernur, Tanjungpinang, Jumat (17/3).

Ditegaskannya, tidak semua pengaduan masyarakat yang masuk ke KPK bisa ditindaklanjuti. Masih kata Alex, dalam penanganan perkara KPK juga punya batasan-batasannya, seperti kerugian negara harus di atas Rp1 miliar, dan pejabatnya adalah eselon I. Namun demikian, ada pengecualian bagi Operasi Tangkap Tangan.

“Kalau ditanya perkara apa yang sudah masuk dari Kepri ke KPK bidangnya berada di Pengaduan Masyarakat. Laporan ke pimpinan setelah ditetapkannya tersangka dalam satu kasus dugaan korupsi,” papar Alex.

Disebutkan Alex, apabila ada laporan yang masuk, pihaknya tetap akan melakukan survesi kepada Pemerintah daerah, apakah itu auditor ataupun inspektoratnya. Apabila ditemukan unsur-unsur melawan hukum, dan sesuai dengan kapasitas KPK, tentu akan ditindaklanjuti.

“Kita paham, masyarkat juga khwatir banyaknya intervensi apabila perkara korupsi tangani aparat di daerah. Makanya kita proses melalui supervisi terlebih dahulu,” papar Alex.

Berangkat dari persoalan ini, Alex mengingatkan seluruh pejabat negara di Kepri. Khusus Gubernur, Bupati/Walikota untuk memperhatikan aturan dalam proses pengadaan barang dan jasa. Melalui mekanisme tersebut, praktik korupsi bisa diminimalisir.

“Dalam bekerja kami akan membagi delapan wilayah. Provinsi Kepri akan masuk dalam wilayah Sumatera nanti,” jelas Alex.

Salah satu contoh besar, lanjut Alex adalah masalah pengadaan e- KTP yang sedang ditangani KPK saat ini. Adapun kerugian yang dialami negara hingga mencapai Rp2,3 triliun. Hal tersebut terjadi karena proses pengadaannya tidak transparan dan tidak akubtabel.

“Bayangkan saja, uang sebanyak Rp2,3 triliun hanya dinikmati oleh tidak lebih dari 100 orang. Nilainya hampir sama dengan jumlah APBD Kepri. Kalau untuk mensejahterakan masyarakat, sudah banyak sekali itu seharusnya yang menikmati,” papar Mantan Hakim Tipikor tersebut.

KPK telah menetapkan sejumlah tersangka dari beberapa kepala daerah. Juga sumbernya masalah pengadaan barang dan jasa. Menurut Alex. Korupsi adalah sebuah kewenangan tanpa akuntabilitas. Pegawai atau pejabat yang punya kewenangan tanpa dibarengi dengan akuntabilitas maka akan terjadi penyalahgunaan kewenangan.

“Memperkaya diri sendiri, orang lain atau koorperasi. Selanjutnya didakwa tindak pidana korupsi karena mrugikan negara,” jelas mantan hakim Tipikor tersebut.

Sementara itu, Gubernur Kepri, Nurdin Basirun mengingatkan jajarannya pegawainya agar bekerja penuh tanggungjawab, serta rajin bertanya kepada pihak-pihak yang berkompeten, termasuk terhadap KPK jika mendapati hal yang kurang jelas.

Selain itu Gubernur juga mengharapkan masukan- masukan untuk melakukan langkah-langkah pekerjaan dari KPK supaya pengadaan di Kepri bisa berjalan dengan baik.

“Saya yakin sekali bahwa semua yang hadir disini sepakat untuk memberantas KKN dan sepakat melakukan pencegahan dengan cara mencari metode kerja sesuai dengan era teknologi saat ini. Dan mengingat operator dari teknologi juga manusia, maka integritas individu juga harus dibangum,” kata Nurdin.

Menurut Nurdin APBD Kepri yang terbatas jika dibelanjakan dengan benar dan direncanakan sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat, maka akan cepat mengurangu jumlah kemuskinan dan pengangguran di Kepri.

“Kami ingatkan ahwa tindakan korupsihanya akan merusak nama baik sendiri, kemudian nama institusi dan seterusnya. Marilah kita jaga agar tidak terjadi di Pemprov Kepri,” tutup Nurdin.(jpg)

Update