batampos.co.id – Umat Hindu di Tanah Air menggelar upacara Melasti jelang perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1939 pada esok hari, Selasa (28/3). Di Batam, ritual untuk menyucikan diri ini digelar di Dam Seiladi, Minggu (26/3/2017) sore.
Pemangku Pura Agung Amerta Buana Batam, Pinandite Putu Satria Yasa, menjelaskan upacara Melasti merupakan momen sakral. Ini salah satu rangkaian perayaan Nyepi. Air merupakan media utama dalam ritual ini. Sebab air menggambarkan esensi dari Melasti, yakni proses membersihkan dan menyucikan diri.
”Segala kotoran dilebur di laut dan semua menjadi kembali bersih,” kata Putu Satria, kemarin.
Itulah sebabnya, dalam ritual ini ada prosesi memercikkan air suci dari para pemangku pura. Ini merupakan simbolis membersihkan diri dari sifat dan pikiran buruk. Sehingga seluruh umat Hindu diharapkan menjadi suci kembali sebelum merayakan Hari Raya Nyepi.
Selain membersihkan diri dari sifat buruk, upacara Melasti juga dimaksudkan untuk membersihkan perangkat-perangkat keramat peribadahan. Seperti arca, pratima, dan pralingga dari pura. Sebenarnya, menyuci perangkat peribadatan ini selalu dilakukan setiap jelang perayaan hari besar Hindu, bukan hanya Nyepi.
”Tapi kalau Nyepi yang merupakan hari besarnya, pembersihannya lebih detail lagi,” kata Putu.
Putu menjelaskan, dalam perayaan Nyepi Tahun Saka 1939 ini, tema yang digaungkan umat Hindu se-Indonesia sama. Yakni momentum penyucian diri ini diharapkan kian memperkukuh kesatuan dalam bingkai kebhinekaan. Semangat menjaga kerukunan ini yang, kata Putu, ditanamkan kepada seluruh umat Hindu di Indonesia.
”Agama adalah cara manusia mendekatkan diri pada Tuhan-nya, pada semestanya. Dan sebagai sesama manusia kita harus saling mencintai dan mendukung satu sama lain,” pungkas Putu.
Upacara Melasti di Seiladi kemarin diikuti ribuan umat Hindu yang berdiam di Batam. Mereka berjalan beriringan dari Pura Agung Amerta Buana menuju Dam Seiladi.
Dengan mengenakan atasan putih dan bawahan yang ditutup balutan kain, mereka berjalan dambil diiringi dentuman gong, dentingan lonceng, dan bunyi-bunyian gamelan lainnya. Kehadiran barong dan leak juga memberikan warna sendiri pada rombongan yang berjalan jelang matahari mulai tenggelam itu.
Rombongan menuju lokasi Melasti pun turut menarik perhatian banyak orang. Warga yang melintas sibuk mengeluarkan gawainya. Terlebih fotografer, yang beramai-ramai ingin mengabadikan momen sakral tersebut.
Sesampai di lokasi, goyangan lonceng yang hanya dimiliki oleh para pemangku tak lantas berhenti. Doa-doa pun kian kencang dialunkan.
Ritual Melasti pun diakhiri seiring matahari yang kian tak tampak lagi di ufuk barat. (aya)