Jumat, 19 April 2024

Keberatan terhadap Kenaikan NJOP

Berita Terkait

Usut Korupsi Insentif Pajak di Sidoarjo

Ratusan Tewas akibat Banjir Afghanistan-Pakistan

ilustrasi

batampos.co.id – Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam, Achmad Makruf Maulana menilai kenaikan NJOP yang diikuti kenaikan PBB bukanlah kebijakan populis di tengah situasi ekonomi yang lesu.

“Jika melihat realita, ya sudahlah, Batam tak layak investasi lagi. Toh faktanya sekarang Batam ada di urutan 17 untuk investasi,” ungkapnya pada Kamis (30/3).

Ia melihat pemerintah yang ada di kota Batam saat ini berlomba-lomba untuk menaikkan tarif. Contohnya tarif Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) naik, tarif listrik naik, dan sekarang NJOP naik. Kenaikan NJOP akan berpengaruh terhadap kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dan tentu saja harga tanah dan properti akan melonjak.

“Sebenarnya mau apa, mengapa berlomba-lomba. Apa mereka tidak lihat kondisi ekonomi masyarakat saat ini,” ungkapnya lagi.

Makruf mengingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi Batam merupakan yang paling rendah jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Sumatera.

“Investor jadi berpikir lagi mau investasi di Batam. Jika sudah preseden buruk tercipta diluar sana, maka akan susah untuk kembalikan citra Batam,” katanya.

Kenaikan tarif dan birokrasi yang rumit sudah pasti menghambat investasi. Di tengah situasi ekonomi yang lagi lesu, sudah sepantasnya kedua pemerintahan dalam hal ini Badan Pengusahaan (BP) Batam dan Pemerintah Kota (Pemko) Batam memikirkan solusi untuk menghidupkan ekonomi kembali, bukan malah menerapkan kebijakan yang tidak populis.

“Apapun kebijakan yang tidak populis, ujung-ujungnya masyarakat yang kena. Kemarin tarif rusun naik, begitu juga UMK Batam. Ekonomi global lesu diganggu kebijakan tidak populis, masyarakat yang menjadi korban,” ujarnya.

Sedangkan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (RE) Batam, Djaja Roeslim mengatakan kenaikan NJOP ada mekanismenya. Sudah seharusnya sebelum menaikkan NJOP, Pemko Batam harus rapat dengan stakeholder terkait termasuk pengembang.

“Belum ada diskusi dengan pengembang. Yang pasti harga tanah naik lagi, siapa yang akan beli nanti,” katanya.

Djaja juga megatakan pemerintah yang bijak seharusnya mampu melihat situasi ekonomi yang tengah lesu dan memikirkan solusinya.

“NJOP naik, pasti PBB naik, pasti semua naik, retail naik, kebutuhan naik. Pemilik ruko pasti akan membebankan pada masyarakat. Yang kena adalah masyarakat bawah. Mereka menanggung beban itu,” tegasnya.

Jika membandingkan NJOP antara Batam dan Jakarta, Djaja mengatakan bukanlah hal yang tepat. NJOP yang tinggi di Jakarta dibarengi dengan kebijakan nol BPTHB.

“Untuk Jakarta, nilai BPHTB dibawah Rp 2 miliar nol persen, sedangkan yang diatas Rp 2 miliar itu hanya 1 persen. Di Batam kan 5 persen, berani tidak dihilangkan,” cetus Djaja.

Ia menyarankan agar Pemko Batam untuk mengontrol kebutuhan pokok masyarakat seperti sembako. Jangan ada lagi monopoli harga oleh pihak-pihak tertentu yang sudah pasti merugikan masyarakat.

Pihak Pemko Batam sendiri mengaku telah mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat Batam saat ini.

“Ini masih jauh dari nilai pasar, sekarang misalnya rumah di developer per meter kan ada harganya, jauh di atas NJOP malah,” ucap Azmanzyah. (cr13/leo)

Update