Kamis, 28 Maret 2024

Pernikahan Dini di Kepri

Berita Terkait

Ilustrasi buku nikah

batampos.co.id – Data BKKBN Kepri tahun 2016 yang beberapa bulan lalu pernah dirilis oleh Kepala BKKBN Provinsi Kepri Uliantina Meity. Angka anak perempuan di bawah umur yang menikah dini pun mencegangkan. Mencapai 69.075 anak perempuan. Umurnya berkisar 10 tahun hingga di bawah 18 tahun.

Dari 69.075 anak perempuan yang menikah dini di Kepri, kejadian terbanyak secara berurutan ialah

  • Kabupaten Bintan 10.012 anak perempuan.
  • Kota Tanjungpinang dengan 8.204 anak.
  • Kabupaten Lingga 5.078 anak,
  • Kabupaten Natuna 4.756 anak,
  • Kabupaten Anambas 3.605 anak,
  • Kota Batam 2.814 anak,
  • Kabupaten Karimun 928 anak.

Sedangkan untuk anak laki-laki yang menikah dini di Kepri selama 2016 tercatat ada 18.574 anak. Secara berurutan ialah

  • Kota Batam dengan 7.659 orang.
  • Kabupaten Bintan 2.676 anak,
  • Kabupaten Karimun 2.459 anak,
  • Kota Tanjungpinang 2.075 anak,
  • Kabupaten Lingga 1.357 anak,
  • Kabupaten Natuna sebanyak 1.341 anak,
  • Kabupaten Anambas 1.008 anak.

Dibandingkan tahun 2015, anak menikah di usia dini 2016 sebenarnya sedikit berkurang. Tahun 2015 ada 131.826 orang menikah muda.

Rinciannya, pria 27.700 orang dan perempuan 104.126 orang.

Namun angka 2015 ini masih tercampur yang menikah usia 18-21 tahun dengan data anak yang menikah di bawah 18 tahun. Sebab, semua masuk dalam kategori Usia Kawin Pertama (UKP) kecil di bawah usia 21 tahun.

“Memang kebanyakan anak perempuan menikah dini itu karena hamil duluan. Begitupun anak laki-laki pasangannya hamil duluan,” ungkapnya.

Syaifuddin menyebut era globalisasi dimana arus informasi media hiburan tak terbendung berpengaruh besar terhadap pemikiran remaja. Apalagi saat ini beragam informasi dan hiburan bisa dinikmati anak-anak dari genggaman tangannya. Dari smartphone yang dibelikan orangtua mereka.

Ironisnya, banyak orangtua yang abai mendidik moralitas anaknya sehingga si anak terbiarkan terjerumus ke pergaulan bebas.

“Harusnya mereka dampingi dan berikan penjelasan anak-anak mereka mana yang boleh ditonton dan mana yang tidak,” terangnya.

Tak hanya itu, ada juga yang terpaksa dinikahkan karena faktor pelecehan seksual. Orangtuanya si anak tak ingin aib itu terungkap sehingga memilih menikahkan si anak baik dengan orang yang melakukan tindakan pelecehan seksual (umumnya suka-sama suka, red), maupun dengan orang lain untuk menutupi aib.

Namun ada juga yang seperti kisah “Datuk Maringgih”. Si anak perempuan dinikahkan dini dengan orang yang berada meski beda usia, namun jumlahnya tidak banyak.

“Kultur kita sangat berpengaruh dalam hal ini himpitan ekonomi. Banyak orangtua beranggapan anak perempuan adalah beban dalam keluarga. Setelah dinikahkan, diharapkan dapat mengurangi beban tersebut,” ungkapnya.

Syaifuddin menjelaskan, secara fisik maupun psikologis pasangan yang menikah dini belum siap. Akibatnya, paling berat dialami oleh remaja putri. Mulai dari resiko melahirkan di usia muda yang berpotensi merenggut nyawa mereka, hingga resiko perceraian karena belum siap secara mental dan ekonomi.

Menyikapi banyaknya anak di bawah umur yang menikah dini, BKKBN Propvinsi Kepri sudah melakukan berbagai upaya. Antara lain menyiapkan berbagai program untuk mengurangi angka pernikahan dini tersebut.

“Kami terapkan upaya pra dan pasca nikah dini. Kenapa harus ada upaya pasca nikah dini, agar mengurangi angka perceraian dan dampak 4T yang sebabkan kematian ibu saat melahirkan,” katanya.

Apa itu 4T? 4T singkatan dari terlalu dekat jarak anak satu dengan anak lain, terlalu sering melahirkan, terlalu tua, dan terlalu muda.

BKKBN Kepri telah menggalakkan pebinaan keluarga remaja. Sebab kalangan remajalah penyumpang pernikahan terbesar di wilayah Kepri. Bagi keluarga baru yang melangsungkan pernikahan, wajib mengikuti program KB yang mencanangkan dua anak cukup. Sebab melalui program tersebut kehidupan dalam bekeluarga bisa tertata dan terencana dengan baik serta kesejahteraannya lebih terjamin.

Upaya mengurangi remaja yang menikah dini, BKKBN Kepri juga menggalakkan program Generasi Berencana (GenRe) yakni generasi yang mampu merencanakan masa depan dengan lebih baik dan sehat.

“Mengapa GenRe ini penting, karena dengan menjadi GenRe, remaja mampu menghindari seks pra nikah, mencegah pernikahan dini, dan menjauhi narkoba, disamping itu juga memiliki bekal kecakapan hidup,” jelasnya.

Selanjutnya adalah program Tri Bina, yakni bina balita, bina lansia dan bina remaja yang bertujuan untuk memberi ketahanan dari dalam internal keluarga itu sendiri.

“Nah, kami prioritaskan program Bina Keluarga Remaja. Untuk mengurangi resiko terpaparnya pergaulan bebas dan pelecehan seksual,” ujarnya.

Syaifuddin kembali menceritakan, Belia memahami kehidupan dia dan suami bukanlah contoh gagal dari kasus pernikahan dini. Namun, situasi itu jarang dialami keluarga pernikahan dini lain.

Saat seorang perempuan menikah dini, awalnya harapan keluarga adalah menyelesaikan tanggungjawab dan menyerahkan kepada suami. Namun, rata-rata suami yang menikah dini juga berusia muda yang belum mapan secara ekonomi.

Banyak kasus mengenai pernikahan yang disebabkan hamil di luar nikah, keluargalah yang punya peran penting.

“BKKBN akan mendukung pemenuhan informasi bagi keluarga dan remaja untuk pencegahan, tapi tetap saja tergantung pada lingkungan terdekat remaja tersebut,” pungkasnya. (cr18)

Update