Senin, 25 November 2024

Peran Keluarga Menyiapkan Anak Masuk SD

Berita Terkait

F. Dalil Harahap/Batam Pos

Memasuki tahun ajaran baru, banyak orangtua yang disibukkan dengan pendaftaran putra-putrinya ke sekolah. Proses dan persiapan pendaftaran siswa baru ini menjadi bagian yang cukup menyita waktu dan tenaga, khususnya bagi para orangtua yang ingin mendaftarkan anak-anaknya masuk ke Sekolah Dasar atau SD.

Ada banyak persiapan dan pertimbangan bagi orangtua sebelum mendaftarkan putra putrinya ke SD. Mulai dari persiapan biaya, seragam, buku dan peralatan tulis, dan lain sebagainya.

Begitu juga dengan pilihan sekolah. Mau masuk ke sekolah negeri atau swasta. Rekam jejak prestasi dan kualitas sekolah kadang juga menjadi pertimbangan penting bagi para orangtua.

Sayangnya, sebagian besar orangtua ‘terjebak’ dengan perisapan-persiapan dan pertimbangan yang umum seperti di atas. Padahal, ada beberapa persiapan lain yang jauh lebih penting yang harus dipikirkan oleh para orangtua.

Persiapan yang lebih penting itu adalah persiapan si anak sendiri. Sebab duduk di bangku SD akan menjadi pengalaman pertama yang bisa jadi merupakan hal berat bagi anak-anak. Sebab mereka akan menghadapi situasi yang benar-benar baru. Mulai dari lingkungan sekolah, metode pembelajaran, sistem pendidikan, hingga teman-teman yang baru.

Meskipun sebelum masuk SD, sebagian besar anak-anak (atau semua anak) sudah pernah mengenyam pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK), mereka akan tetap mengalami ‘shock culture’ saat masuk ke SD. Sebab TK dan SD akan berbeda sama sekali. Baik soal lingkungan sekolah, sistem pembelajaran, dan lain sebagainya.

Karena itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dipersiapkan para orangtua sebelum mendaftarkan putra-putrinya ke SD. Di antaranya sebagai berikut:

1. Persiapan fisik
Ini persiapan yang mutlak dipikirkan oleh para orangtua. Sebab saat belajar di SD, akan memerlukan waktu yang lebih panjang ketimbang di TK. Materi pembelajaran juga akan lebih berat. Tidak banyak lagi waktu untuk bermain-main seperti waktu di TK.

Untuk itu, para orangtua harus menyiapkan fisik anak-anaknya supaya sanggup mengikuti proses belajar mengajar di bangku SD. Supaya mereka tak mudah mengeluh dan capek, atau cepat bosan dan mengantuk.

Persiapan fisik ini bisa dimulai dari rumah. Misalnya mengatur pola tidur anak dengan baik. Mereka harus dibiasakan tidur yang cukup dan tepat waktu. Sehingga mereka tidak mengantuk saat berada di kelas.

Pemenuhan nutrisi yang tepat juga berdampak pada kekuatan fisik anak selama di sekolah. Sehingga para orangtua perlu memperhatikan asupan gizi saat sarapan sebelum berangkat sekolah.

2. Persiapan mental
Kesiapan mental anak tak kalah pentingnya. Sebab, sekali lagi, lingkungan sekolah SD akan jauh berbeda dengan TK. Sebab di SD akan ada teman baru yang jauh lebih banyak. Sehingga si anak perlu menyiapkan mentalnya untuk bergabung dengan teman-teman barunya itu.

Apalagi, di zaman sekarang anak-anak sangat rentan dengan perilaku bullying. Jika tidak ada dibekali dengan kekuatan mental yang baik, bisa jadi anak-anak mudah korban bully. Atau bahkan menjadi pelakunya.

Persiapan mental pada si anak tentu bisa dimulai dengan nasihat dari orangtua. Orangtua harus selalu menyampaikan pesan-pesan positif kepada si anak setiap akan berangkat sekolah. Misalnya pesan untuk menghargai orang lain, pesan untuk tidak menyakiti temannya baik fisik maupun psikis.

Mental berani pada anak juga perlu diperhatikan. Sehingga anak tidak minder di kelas dan mampu berkompetisi secara positif dengan teman-temannya di kelas.

3. Persiapan sosial
Seorang siswa atau murid sekolah dasar harus memiliki jiwa sosial yang baik. Bahkan sejak mereka duduk di bangku kelas satu SD. Mereka harus membiasakan bersosialisasi dengan teman-temannya di kelas, dengan para guru, dengan kakak kelas, atau bahkan dengan penjaga kantin sekolah.

Ini penting disiapkan bagi si anak. Karena pola pembelajaran di SD tidak lagi sama dengan di TK. Dimana saat masih di TK, guru selalu memberikan perhatian dan pendampingan secara personal dan intensif. Sementara saat di SD, guru biasanya tidak terlalu menggunakan pendekatan personal dalam proses belajar mengajar. Sehingga murid SD harus mulai membiasakan diri untuk mandiri.

Murid SD juga harus mampu berinteraksi secara aktif. Bukan hanya dengan teman sebaya, tetapi juga mampu berinteraksi dengan orang dewasa lain. Ia tak lagi takut atau malu dengan orang dewasa yang ditemuinya, terutama di lingkungan sekolah.

Persiapan sosial yang baik tentu akan sangat berdampak pada kualitas si anak itu sendiri. Dengan kemampuan bersosialisasi dan berinteraksi yang baik, mereka akan tumbuh menjadi anak-anak yang berani secara positif. Sehingga mereka akan mampu mengembangkan potensinya di sekolah, baik potensi akademik maupun non akademik.

Untuk mengetahui kesiapan sosial anak ini, para orangtua bisa mengeceknya dengan dialog kecil dengan si anak. Misalnya dengan bertanya seputar kegiatan di sekolah. Pancing anak untuk bercerita tentang teman-temannya, tentang pelajaran di sekolah, tentang tugas yang ia kerjakan di kelas, dan lain sebagainya.

Dari percakapan itu, orangtua akan mengetahui apakah si anak cukup aktif selama di kelas. Apakah si anak mampu bekomunikasi secara baik dengan teman-temannya, dan lain sebagainya.

4. Kematangan emosi
Kematangan emosi ini sebenarnya tak jauh beda dengan kesiapan mental anak. Bedanya, kematangan emosi ini lebih pada bagaimana anak-anak mulai mengontrol diri mereka selama di sekolah.

Meski masih anak-anak, seorang murid SD juga dituntut mampu menyalurkan emosi mereka dengan baik. Sehingga mereka tak mudah putus asa saat menghadapi pelajaran yang sulit. Mereka tak cepat menyerah atau bahkan menangis saat tidak bisa mengerjakan tugas yang diberikan guru.

Selain di dalam kelas, kematangan emosi juga diperlukan saat anak-anak berada di luar kelas. Misalnya saat bermain dengan teman-temannya. Anak-anak dengan emosi yang matang akan lebih mudah berteman dan bergaul. Mereka tak cepat marah atau menangis saat terlibat perselisihan dengan teman-temannya.

5. Kemitraan dengan guru
Selain anak, persiapan juga perlu diperhatikan dari sisi orangtua. Salah satunya, para orangtua harus mampu menjalin kemitraan yang baik dengan guru-guru anaknya.

Kemitraan dan komunikasi orangtua-guru ini penting bagi keberhasilan anak di sekolah. Melalui jalinan komunikasi ini, para orangtua bisa mengetahui kelemahan dan kekurangan anak selama di kelas. Inilah yang kemudian menjadi PR dan tugas para orangtua di rumah.

Misalnya, si anak lemah dalam hal baca-tulis-dan berhitung (calistung). Maka saat pulang sekolah atau saat belajar di rumah, orangtua harus fokus pada masalah ini dengan memperbanyak mengajari mereka calistung.

Atau, si anak paling susah diminta tampil ke depan kelas. Baik untuk menyanyi atau untuk mengerjakan tugas. Dalam contoh kasus ini, orangtua juga bisa mengatasinya dengan cara memupuk rasa percaya diri pada anak. Misalnya dengan cara membuat simulasi pembelajaran di kelas. Si ayah atau ibu berperan sebagai guru, dan si anak sebagai siswa. Dalam simulasi itu, si anak diminta menyanyi atau mengerjakan tugas layaknya di dalam kelas.

Persiapan-persiapan di atas menjadi amat penting, dan lebih penting ketimbang menyiapkan anak mampu calistung. Sebab tanpa kesiapan fisik, mental, sosial, dan emosi, si anak akan sulit bersaing positif untuk mengejar prestasi akademiknya. Untuk itu, para orangtua perlu memikirkan dan menyiapkan ‘bekal-bekal’ tersebut. Karena persiapan tersebut jauh lebih penting dari menyiapkan anak mampu baca tulis dan berhitung (calistung).***

Penulis: Yuasnil
Kepala Sekolah SDN 002 Seibeduk, Batam

Update